Ya, Dia Tunangan Gue

3.3K 124 5
                                    

Mungkin ini yang di namakan dengan persahabatan abadi. Ingin semua merasakan bahagianya dunia, bahkan ingin semua merasakan sesaknya dunia ini. Kania, beberapa menit yang lalu dia mendapat sebuah kenyataan yang begitu menyakitkan, cowoknya dengan mudah memutuskan hubungan.

"Alasannya apaan?"

"Katanya mau fokus ujian." jawab Kania, bibirnya maju karena sebal dengan kenyataanya.

"Eh, itu Kak Ryan!" kata Salsa sembari menyenggol lengan Kania.

"Mana?!"

"Cariin aja teros! Kapan lo mau move on, dodol!" celetuk Vivi sambil menjitak kepala Kania.

"Sialan lo!"

Tapi, ternyata ucapan Salsa itu seperti doa. Ryan datang bersama Reno ke kantin, mereka berjalan dengan cool seperti dua saudara kembar yang tak terpisahkan. Senyuman terukir, Ryan tidak kecewa apa? Dia itukan baru putus sama pacarnya.

Entah ada apa di bangku Vanka dan para sahabatnya itu, tapi dua sejoli itu berjalan mengarah ke sana. Senyuman selalu mereka tampilkan, lalu berdiri dengan tegak tepat di depan para adik kelas itu.

"Gue cuma mau minta maaf karena udah nyakitin lo, Kan." ucap Ryan sembari merogoh sesuatu dari saku celananya. "Gue ke sini mau kembaliin gelang yang lo kasih ke gue kemarin lusa."

Kania menunduk, enggan melihat wajah Ryan yang tegas itu. Pandanganya bertemu dengan sebuah gelang yang sekarang tepat berada di atas meja kantin yang ia duduki. Kania tersenyum hambar, bodohnya dia, memberikan cowok seperti Ryan sebuah gelang.

"Makasih!" cetus Kania, ia lalu mengambil gelang itu dengan paksa.

"Lo gak marah, 'kan? Soalnya gue mau fokus ujian dulu." ucap Ryan dengan nada tak enak.

"Bacot!" guman Kania dalam hatinya keras sekali. "Iya, gak apa-apa, kok!" jawab Kania cetus lagi, pandanganya pun masih enggan terarah pada Ryan.

"Yaudah, kalo gitu liat mata gue. Bilang sekali lagi, kalo lo gak apa-apa di putusin sama gue!" tegas Ryan membuat Kania reflek mendongak.

"Gue gak apa-apa!" tekan Kania, wajahnya bersemu merah karena marah.

Vanka sedari tadi kebingungan, menatap dua pasangan yang entah kenapa rasanya ada hawa kepanasan. Apa mereke berempat sedang berada di ambang keputusan? Atau hanya perasaan Vanka saja.

"Vi, itu kak Reno liatin lo terus!" bisik Vanka sambil mencubit lengan Vivi.

"Sakit!"

"Vi, gue mau bicara sama lo. Ini penting." ucap Reno, sekarang semua memandang ke arah Reno.

"Ngomong aja."

"Berdua."

"Aku lagi sibuk."

"Sibuk terus, kapan waktu berduanya?!"

"Sering, tapi situ yang gak punya waktu buat berdua."

Skak!

Reno di buat diam setelah ucapan keluar dari mulut Vivi. Benar, sepertinya hubungan mereka sudah berada di ambang keputusan. Terutama Kania, dia sama Ryan udah resmi putus. Sekarang tinggal nunggu aja gimana kelanjutan hubungan Vivi sama Reno.

***

Vanka dan Alvaro saat ini sedang duduk bersampingan di dalam taxi. Sudah beberapa minggu ini Alvaro sulit untuk di ajak bicara. Bahkan, cowok yang berstatus sebagai adik Aksa ini seperti enggan untuk bertemu dengan Vanka.

"Gue gak maksa lo, ya. Tapi, gue mau nanya soal Kak Aksa sama lo. Terserah sih, mau di jawab apa enggaknya sama lo." ujar Vanka melepas keheningan.

Alvaro mengalihkan pandangan ke jendela, menikmati jalanan yang berlalu karena taxi melaju dengan perlahan.

"Kak Aksa ke mana aja? Kok dia gak sekolah? Jarang banget gituh ketemu di sekolah, di hubungin juga susah, dia gak apa-apa, 'kan?!" pertanyaan Vanka membuat Alvaro mengernyit.

"Gue turun di sini aja. Ada urusan yang harus gue selesaikan." ucap Alvaro sembari hendak meminta izin pada sang sopir untuk berhenti.

Vanka mengangguk paham, "Tapi, kalo ada info apa-apa, kasih tau gue, ya. Jangan biarin gue kayak gini, gue kesiksa kalo di gantung gini."

Alvaro mendengar perkataan Vanka, tapi dia tetap turun dengan tanpa jawaban. Dia tidak mau memberitahu Vanka tentang kenyataan, bahwa Aksa sudah memiliki tunangan, dan sebentar lagi kemungkinan Aksa akan menikah denganya, mengingat setelah ujian Aksa akan lulus. Semoga.

Vanka tidak bodoh, dia menyuruh sang sopir untuk menepi, menunggu Alvaro yang terlihat sedang gusar di tepian jalan itu. Hingga, sebuah mobil taxi datang dan masuklah Alvaro ke dalamnya. Sialan! Dia pasti gak mau di hujami banyak pertanyaan oleh Vanka.

"Ikuti mobil itu, Pak!" suruh Vanka.

"Baik."

Vanka tak bisa berhenti menatap mobil taxi yang berada di depan taxinya. Dia terlihat cemas, apalagi sekarang arah taxi mobil itu menuju ke komplek kediaman Aksa.

Benar saja, Alvaro berhenti tepat di depan rumahnya, dia masuk dengan cepat entah ada apa. Selang beberapa menit, taxi yang di kendarai Vanka berhenti tepat di depan gerbang rumah Aksa. Vanka turun dengan wajah yang cemas, apa Aksa ada di rumah?

Dengan langkah yang pelan, Vanka menekan bel dengan cepat. Lalu, pintu di bukakan, dan Vanka masuk ke dalam pekarangan rumah Aksa yang besar itu. Perjuangan Vanka masih berlanjut, dia harus mengetuk pintu untuk menemui salah satu penghuni rumah ini.

Ceklek

Vanka mendongak dengan cepat saat pintu itu tertarik dan terbuka. Wajah tegas Aksa sekarang jelas di mata Vanka, wajahnya terlihat semakin bersih dan berwibawa, apa dia baik-baik saja selama ini?

"Kak Aksa!"

Tanpa tahu malu Vanka memeluk Aksa di sana, menumpahkan segala kerinduanya pada sosok Aksa Delvin Arion. Senyuman haru dan air mata haru keluar bersamaan. Vanka rindu Aksa! Benar-benar inginkan Aksa lagi.

Vanka membuka mata saat menyadari bahwa Aksa tidak membalas pelukanya sama sekali. Pandanganya mendapati Alvaro yang sedang menunduk, lalu cowok itu pergi entah ke mana. Vanka merenggangkan pelukanya, menatap Aksa dengan saksama.

"Kak?"

Lalu, tak lama seorang gadis datang dengan wajah cerianya. Dia berdiri tepat di samping Aksa, merangkul lengan Aksa dan tersenyum manis sekali. Wah, dia cantik dan sempurna sekali.

"Teman Aksa, ya?" tanya cewek yang adalah Dinda itu.

Vanka diam tidak menjawan. Teman katanya?!

"Kenalin, gue Dinda, tunangan Aksa." kata Dinda sambil menjulurkan tangan ingin berjabatan dengan Vanka.

Vanka membatu, pandanganya menatap Aksa sekilas, lalu beralih pada tangan putih mulus milik si cewek.

"Nama lo siapa?!" tanya Dinda, pandangan berbinar sekali.

"Dia siapa?" tanya Vanka, matanya teduh menatap Aksa.

"Ya, dia tunangan gue."

Vanka mengangguk paham, "Namaku Jovanka, aku teman Aksa sekarang. Aku ke sini cuma mau jenguk dia, soalnya dia udah hilang lama banget."

Dinda dan Vanka sudah berjabatan tangan.

"Iya, dia udah lama gak masuk ke sekolah karena belajarnya di rumah sekarang. Katanya biar makin akrab sama gue." ucap Dinda dengan senang hati.

"Oh, bagus kalo gitu. Selamat ya atas pertunangan kalian, aku pamit pulang. Aksa juga keliatanya makin baik-baik aja, bye!"

"Bye!!!"

Vanka berjalan keluar dari area rumah Aksa dengan senyuman yang sangat palsu. Kedua bola matanya memerah. Sakit hati?! Coba pikirkan saja!

AksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang