Gue Gak Suka Aja

1.9K 104 7
                                    

Setelah liburan panjang berlalu, kini mereka masuk kembali ke sekolah. Semester dua adalah semester sibuk bagi kelas XII. Ya walaupun kemarin-kemarin juga sibuk, sih. Tapi yakinlah, bahwa semester kali ini akan jauh lebih sibuknya. Membuat Aksa, akan kesulitan untuk sekedar makan di kantin bersama mantan pacarnya.

Aksa sebenarnya bersyukur, karena orang kacau itu tidak jadi pindah ke sekolah ini. Untung saja mereka sudah kelas XII, jadi si kacau itu tidak bisa pindah karena namanya sudah terdaftar sebagai peserta ujian. Ya, ujian masih berlaku di tahun ini.

"Nanti main-main, ya. Lepas gue gak sibuk kita bakalan sering temu, kok." ujar Aksa melepas keheningan.

Vanka langsung memeluk Aksa, menyandarkan kepalanya pada punggung Aksa. Perjalanan kali ini benar-benar terasa lebih baik, Vanka yang tidak canggung membuat Aksa memelankan laju kendaraannya. Menjadi nakal sebentar, Aksa tidak membawakan helm untuk Vanka, jadi sekarang Vanka tidak memakai helm.

Perjalanan berlalu, mereka sampai dengan selamat. Keduanya berpandangan sejenak, sekarang tidak usah ada yang perlu di cemaskan. Toh Serli sudah pergi, tidak akan ada lagi tembok penghalang yang akan membuat Vanka mundur mencintai Aksa.

"Kak..."

"Ya?"

"Semangat, oke!"

"Beri gue sesuatu yang paling manis!"

"Apa?"

Aksa menaikan sebelah alisnya meremehkan, lalu dengan satu gerakan dia mencium pipi Vanka sekilas. Hal itu di saksikan oleh beberapa siswa yang kebetulan sedang memarkir motor mereka, karena itu mereka pun ternganga melihat adegan romantis secara nyata ini. Padahal yakinlah, bahwa mereka sering melakukan hal romantis dengan pasangan masing-masing.

Vanka membatu, pandangannya menjadi kosong tidak berarti. Dia kehilangan kesadaran sepenuhnya, Aksa telah merenggut kesadarannya beberapa detik yang lalu. Sial! Seharusnya Vanka segera menyadarkan dirinya, atau kalau tidak Aksa akan menjadi.

"Lo sehat?" tanya Aksa sambil meraba kening Vanka.

"Kang..." tiba-tiba saja Tzuyu menoleh memanggil Aksa dengan sebutan, 'Kang'.

"Hah?!"

Vanka mengerjap dan menyadari, "Aish, kenapa masih di sini, Kak?"

"Lo bego atau gimana, sih?!"

"Gimana aja, deh."

"Ngejawab lagi lo!!"

Vanka mencebikan bibirnya sebal, lalu mencubit gemas kedua pipi Aksa. Cie yang sekarang sudah tidak canggung lagi untuk bersentuhan. Biasanya dia kaku, tuh. Bahkan kadang udah kayak mayat hidup kalo di gombalin.

***

Pulang sekolahnya Vanka menunggu kembalinya Aksa. Menanti datangnya Aksa. Intinya, Vanka ingin pulang dan pergi bersama Aksa, tapi kenapa Vanka tidak mau di ajak balikan oleh Aksa? Why? Aksa bertanya-tanya selalu, tapi Vanka dengan mudahnya mencari alasan yang logis.

Sebuah mobil berwarna silver tiba di depan Vanka. Vanka yang sedang berdiri di depan parkiran di sekolah pun menatap mobil tersebut dengan tatapan kebingungan, seenaknya menghalangi pemandangan Vanka saja. Lalu, keluarlah seorang gadis cantik mengenakan seragam SMA yang sama, tapi berbeda identitas sekolahnya.

"Ups, sori." Vanka menoleh saat mendengar suara itu. "Gue udah halangin, ya? Sori banget, karena gue buru-buru, mau jemput calon tunangan gue!" lalu Vanka mendelik, dia tidak mau tahu soal gadis sombong seperti dia.

Gadis itu melambaikan tangan, lalu Vanka melihat bahwa dia melambaikan tangan pada Alvaro, adik Aksa. Vanka menatap kedatangan Alvaro yang terburu-buru, bahkan cowok itu dengan cepat menarik lengan si gadis menjauh dari area Vanka.

Jelaslah Vanka bertanya-tanya, sebab si gadis datang untuk menemui tunangannya, katanya. Dan kenapa harus Alvaro yang dia sapa lebih awal, Vanka menjadi kebingungan, jadi sebenarnya gadis itu tunangan Alvaro? Begitu?

Aksa keluar dari area sekolah dengan wajah masam dan datar. Dia tidak melirik sedikitpun mobil yang terparkir di hadapanya, dia acuh, lalu mengambil motornya dengan pelan-pelan.

"Kakak kenapa?" tanya Vanka saat melihat suasana hati Aksa yang kurang memadai.

"Gue gak suka aja." jawab Aksa datar namun terdengar seperti tekanan.

"Apa aku salah?" tanya Vanka. "Kalo gitu, maaf. Tadinya juga gak ada niatan nunggu, kok. Cuma, karena aku kangen jadi aku nunggu, deh." imbuhnya dengan cengiran khas.

Aksa menoleh dan mengusutkan rambut Vanka, "Sialan emang lo!"

"Kenapa?"

"Enggak, lucu aja gitu denger cerita lo yang membual itu."

"Aku serius, kok!"

"Kalo lo serius, kapan lo mau balikan sama gue, hah?!"

"Kalo itu beda lagi!"

***

Entah karena Aksa yang tidak mau melepas Vanka, atau keduanya memang berniat untuk tetap bersama. Akhirnya mereka sampai di sebuah cafe sederhana yang menyiapkan beberapa kopi dan susu yang nikmat serta di jamin memiliki rasa yang cukup menakjubkan.

Seperti sekarang ini, Aksa terus memuji kopi latte yang dia pesan. Sedangkan Vanka yang terbiasa, menyeduh susu cokelat khas dengan jahe tanpa ekspresi kaget sedikitpun.

"Harganya murah, gue bisa ajak temen-temen banyak kalo gini, mah!" ucap Aksa sambil menatap seisi cangkirnya.

"Kakak ngirit?"

"Bukan ngirit, sih. Cuma ya sekali-kali ngajak mereka minum bareng, lagian minumannya enggak terlalu mengecewakan." perjelas Aksa dengan santainya.

"Kirain."

"Kenapa?"

"Enggak."

"Ngirit? Hey, gue punya banyak gedung apartemen. Bahkan gue punya apartemen pribadi di Korea Selatan, jadi gue bisa ke sana kapan aja, pake jet pribadi pun bisa." Vanka mulai jengah saat mendengar keangkuhan Aksa.

"Kakak bangga?"

"Banget, karena itu hasil kerja keras gue sendiri. Hasil tugas-tugas dan ulangan yang mendapatkan nilai menakjubkan. Yaudahlah, gue itukan punya IQ di atas rata-rata." Aksa lagi-lagi menyombongkan dirinya.

"Issshhh, kenapa aku gak sekalin aja banggain punya banyak teman di sekolah!" pekik Vanka.

"Maksud lo?"

Vanka menyengir, "Enggak, ini teh nya enak."

"Lo pesen susu dongo!"

Vanka menunjukan jari tengah dan telunjuknya yang membentuk huruf V. Dia begiti menggemaskan saat terlihat bodoh, membuat Aksa tidak bisa mencari seseorang yang seperti dia.

"Kita balikan, yuk!" ajak Aksa sambil meraih kedua tangan Vanka dan menggenggamnya.

"Hah?!"

"Mulai deh, padahal gue cuma mau jadi pacar setia lo, terus gue bakalan nikahin lo, deh!" jelas Aksa, dia reflek melepaskan genggamannya.

"Tapi aku—"

"Serli udah gak ada! Lo seharusnya pikirin diri sendiri, lagian ya, hidup itu perlu di nikmati, kayak kentut." potong Aksa sambil menaik turunkan alisnya.

Vanka terkekeh, "Kentut!"

"Lo rasain aja kentut, senikmat itu hidup, Van!"

"Jijik ih!!"

"Lo gak kentut berarti lo gak sehat!"

"Iya tau, tapi bisa gak jangan bahas kentut di sini?"

"Enggak bisa, kecuali kalo lo mau balikan."

Vanka berpikir panjang, dia menatap ke atap cafe tersebut, mengetuk-ngetuk dagunya berpikir. Dia begitu memikirkan bagaimana resiko menjadi pacar Aksa. Harus banyak-banyak sabar, harus banyak-banyak sakit hati. Tapi, kebanyakan juga bahagia, menurut Vanka.

"Okedeh!"

AksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang