Ternyata Gue Salah

2K 102 0
                                    

Saat Vanka memutuskan untuk pergi ke kantin bersama Radit, di pertengahan mereka bertemu dengan Aksa dan Serli. Entah di sengaja atau tidak, tapi secara tiba-tiba Serli merangkul lengan Aksa dan menyandarkan kepalanya pada lengan Aksa.

"Well... Seperti yang kamu liat, dia emang selingkuh dari kamu!" ujar Serli membuat suasana menjadi panas.

Radit tersenyum hambar, "Lo masih mau pertahanin cewek kotor kayak dia?!"

Aksa reflek menajamkan sorot matanya kepada Radit. Tangannya mengepal siap memukul siapapun, namun mendadak melemas saat melihat Vanka menundukan kepalanya. Jika memang berselingkuh, mungkin sudah sejak awal Vanka tidak akan bersama Aksa.

"Ayo kita ke lapangan lagi!" ajak Serli.

Saat itu Vanka mengangkat kepalanya, terjadi tatap menatap antara Aksa dengan Vanka sekarang. Keduanya benar-benar melupakan satu hal, bahwa mereka pernah bersama. Lalu, Serli dengan paksa menarik Aksa, membawa Aksa pergi dari hadapan Vanka dan Radit.

"Pertahanin terus cewek rusak kayak dia!" sindir Radit saat Aksa hilang dari pandangannya.

*Bukh
Radit segera memegang kepala bagian belakangnya, dia meringis kesakitan saat kepala bagian belakangnya di pukul oleh seseorang. Radit menoleh, dia melihat Aksa sedang menahan amarahnya, Serli tampak mencoba berpura-pura panik dengan menahan lengan Aksa.

Radit menarik Vanka agar berdiri di belakangnya. Vanka yang terkejut pun hanya bisa diam tak tahu apa-apa. Bukan karena dia tidak bisa melawan Aksa, hanya saja dia merasa takut dengan kemarahan seorang Aksa.

"Maksud lo apa, hah?!" Radit mendorong dada Aksa tidak terima.

"Eh, lo sahabat macam apa, hah?! Ngerebut pacar sahabatnya!" balas Aksa yang juga mendorong dada Radit.

"Udah gue bilang beberapa kali, Vanka bukan pacar gue!!" Radit menekan sambil memukul angin di depan wajah Aksa.

"Cih, gue gak percaya sama omong kosong buaya kayak lo!"

"Sialan lo!"

Aksa menahan pukulan Radit, lalu dengan gagah Aksa menepisnya dan pergi meninggalkan area kantin.

"Kak tungguin!!!" teriak Serli karena Aksa pergi meninggalkannya juga.

Radit menoleh, dia segera menangkup wajah Vanka. Dia menatap manik hazel Vanka dengan seksama, membuat Vanka membisu karena ulahnya. Lalu, dengan tanpa sepatah kata apapun, Radit memeluk Vanka begitu saja.

"Pokonya kalo kamu dicaci sama dia, ngomong sama aku, oke." pinta Radit sambil mengusap-usap rambut Vanka.

Sesuatu telah membisiki telinga Vanka, membuat cewek ini hanya mengangguk. Vanka dan Radit berteman sudah lama, jadi mereka tidak akan pernah mengubah hubungan lebih dari seorang sahabat.

***

"Kak Aksa!!!"

Serli terus menerus menahan Aksa yang hendak pulang dari sekolah. Mumpung bebas, jadi Aksa bisa pulang kapan saja. Dengan wajah datar Aksa menyalakan mesin motornya, berkali-kali dia menepis tangan Serli yang nakal.

"Lo diem disini!!!!" sentak Aksa tak terberantakan.

Serli mengerjap-ngerjapkan kedua bola matanya tak habis pikir. Dia memegangi kepalanya karena merasa pusing, lalu Aksa pergi begitu saja dari hadapannya. Benar-benar pasangan yang romantis, bukan? Tapi, emang mereka udah balikan?

***

Karena Radit sudah pulang bersama Oliv, mau tak mau Vanka harus pulang seorang diri. Saat menunggu angkutan umum tiba, rupanya Revan datang dengan mobil mewahnya. Cowok itu keluar dari mobilnya dan menghampiri Vanka.

"Widih, yang tadi pagi berangkatnya rajin banget!" ujar Revan, tangannya yang nakal meraba hidung Vanka.

"Kak Revan?! Ngapain kesini?" tanya Vanka.

"Jemput kamulah."

"Aku bisa pulang sendiri."

"Jutek amat sih!"

Vanka berjalan menjaga jarak dari Revan, dia tidak mau bersama-sama terus dengan cowok yang notabenya adalah mantannya sendiri. Vanka muak, kalimat yang keluar dari mulut Revan itu hampir berisi tentang omong kosong.

"Vanka..."

"Urusin tuh Kakak kelas yang udah bikin kamu berpaling!" sembur Vanka yang membuat Revan terdiam.

"Maksud lo apa, hah?!"

"Ehhhh!"

Revan melirik kanan kiri saat dia membekap mulut Vanka. Dengan kasar dia menarik Vanka untuk ke mobilnya, namun beberapa kali Vanka mencoba meronta untuk lepas. Sampai pada akhirnya, dia menggigit tangan Revan dan berlari.

"Heh lo!!!" teriak Revan yang langsung mengejar Vanka.

"Kak! Itu Vanka!"

"Mana?!"

"Ayo bantuin!!"

Mobil milik Reno langsung di lajukan dengan kecepatan di atas rata-rata. Beruntung Reno dan Vivi belum pulang, jadi mereka bisa melihat ada Vanka yang sedang dalam bahaya. Vivi terus menerus mengomel agar Reno mempercepat laju mobilnya.

"Vanka ayo naik!!" teriak Vivi dari mobil Reno.

"Syukurlah..." guman Vanka lega.

Dengan wajah lelah Vanka membuka mobil Reno, lalu dia masuk ke dalam dan menutup pintu dengan cepat. Reno melirik ke belakang, lalu dia segera menancap gas untuk meninggalkan Revan di belakang.

"Lo gak kenapa-napa, 'kan?" tanya Vivi cemas.

Vanka menggeleng karena masih panik dengan ulah Revan. Salah sendiri, kenapa mau pulang sendirian di waktu yang sudah sore seperti ini. Sudah tahu angkutan umum susah, di tambah keadaan sepi pula.

"Pulang?" tanya Reno.

Vanka hanya mengangguk sebagai jawaban, dia masih mengatur napasnya yang tidak beraturan. Beruntung ada Reno dan Vivi yang mojok dulu, jadi Vanka bisa selamat dari serangan Revan. Sialan emang om om itu.

***

"Lho, kenapa kesini?" tanya Vanka terheran saat Reno memarkirkan mobilnya di sebuah cafe.

Reno dan Vivi saling berpandangan, lalu keduanya tersenyum. Vanka melirik keluar, dia melihat ada Ryan dan Kania yang sedang bergandengan tangan mesra.

"Huh, yaudah deh gue pesen taxi aja." keluh Vanka sambil membuka mobil buat keluar dan pulang.

Vivi dan Reno keluar bersamaan.

"Lo gak usah pulang dulu, lah. Ada yang perlu di bicarain di dalem." ucap Vivi sambil nahan lengan Vanka.

"Palingan gue jadi kambing conge!" Vanka mendelik karena kini dia tidak lagi bersama Aksa.

"Lo mau gak?"

"Ogah!"

"Ini tentang lo sama Kak Aksa." ujar Reno yang di angguki Vivi.

Vanka menelan berat ludahnya, apa yang akan mereka bicarakan? Oh ayolah, tidak ada hal yang harus di bicarakan lagi. Aksa sudah menyakiti Vanka, dengan mengatakan Vanka sebagai wanita murahan.

"Ayo dek!"

Vanka terkejut saat Radit tiba-tiba merangkulkan tangannya pada pundak Vanka. Otomatis Vanka terseret dan berjalanlah dia masuk menuju ke cafe tersebut. Kania memberikan sebuah ucapan semangat dan selamat pada Vanka, lalu Vanka masuk ke dalam.

Vanka melihat keadaan cafe yang sepi, padahal biasanya cafe ini akan sangat ramai pengunjung. Lalu, Radit menyuruh Vanka untuk duduk di salah satu kursi yang ada, Radit pergi meninggalkan Vanka.

"Ternyata gue salah."

Vanka mencari di mana sumber suara itu berasal.

"Sori soal kalimat cewek murahan itu."

Dan Vanka masih belum menemukan seseorang yang berbicara.

"Sekarang, gue mau lo lebih terbuka lagi sama gue."

Seseorang berdiri di hadapan Vanka, dia tersenyum canggung. Lalu, Vanka berdiri dan berhadapan dengannya.

"K-kak Aksa!"

AksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang