Malam yang indah, bersama dengan seseorang yang paling di sayangi. Vanka menatap langit malam disebuah cafe yang berlokasi di rooftop. Tak lupa didepannya ada sesosok Aksa yang duduk sambil menikmati secangkir kopi susu kesukaannya.
"Sebenernya gue gak suka sama kopi." ujar Aksa memecah keheningan malam itu.
"Terus kenapa pesen kopi?"
"Karena gue sukanya cuma sama lo."
Vanka menangkup dagunya dan memandang Aksa dengan serius. Tak mau kalah, Aksa pun ikut menangkup dagunya dan membalas pandangan Vanka.
"Kenapa gue baru sadar."
"Kenapa?"
"Lo cantik."
Vanka memutar malas bola matanya dan mengibaskan tangannya didepan Aksa. Kedua pipinya merah merona karena ucapan Aksa itu. Kalimat yang dilontarkan Aksa itu tidak terlalu romantis, ditambah dengan ekspresi datarnya, tapi entah kenapa Vanka ngerasa kalo setiap kata yang keluar dari mulut Aksa itu romantis banget.
"Coba deh sebut huruf 'M' sambil senyum!" pinta Vanka.
"M?" tanya Aksa dengan mimik wajah datarnya.
"Sambil senyum, kak!"
"M!"
Vanka tertawa geli melihat wajah Aksa yang dibuat-buat itu. Seenggaknya Vanka udah berhasil ngebuat seorang Aksa tersenyum. Vanka pernah salah paham kepada Aksa, karena dahulu Vanka menilai Aksa adalah cowok tergalak yang pernah dia liat.
Aksa menghembuskan napas panjang, "Lo pacar gue titik!"
"Hah?"
Aksa merogoh sesuatu dari belakangnya, merasa penasaran dengan yang dilakukan oleh Aksa, Vanka pun diam-diam mengangkat kepalanya untuk melihat. Belum pasti apa yang ada di belakang cowok itu, tapi sejak tadi Vanka udah mikir kalo Aksa bawa hadiah buat dia.
"Lo bisa bantuin gue gak?"
"Hah?"
Beberapa lembaran kertas ditaruh di meja. Vanka ternganga, bukan hadiah yang dia dapatkan, melainkan lembaran soal berisi hitungan matematika.
"Tapikan, tapikan aku masih kelas sepuluh." kata Vanka terus terang. "A-aku belum paham."
Aksa mengambil lembaran kertas itu, dia pun bangkit dari duduknya dan berpindah posisi. Sekarang Aksa duduk disamping Vanka, menaruh lagi kertas soal matematika itu diatas meja.
"Diem disamping gue, ada pr yang harus gue kelarin." kata Aksa, dia menarik tangan Vanka dengan tangan kirinya dan menggenggamnya.
Vanka terdiam untuk beberapa detik karena merasa terpaku. Aksa bukanlah cowok yang seenaknya, dia bukan tipe cowok yang suka mencontek tugas teman-temannya, mungkin.
"Satu tambah satu sama dengan satu." monolog Aksa sambil menulis angka satu pada kertasnya.
"Kak!"
"Kenapa? Anak kelas sepuluh 'kan belum ngerti." sindir Aksa, bener-bener nusuk banget dah.
"Tapikan itu salah ... "
"Yaudah, satu tambah satu adalah tiga."
"Salah."
"Kalo kita ke kamar, nah sembilan bulan kedepannya bakalan ada tiga orang, 'kan?"
"Hah?"
Aksa menggelengkan kepalanya dan terkekeh geli. Dia pun mengerjakan tugasnya dengan lebih baik, membiarkan kepala Vanka menyandar pada pundaknya dan tidur dalam beberapa menit. Hening, Aksa sibuk dengan tugasnya, dan Vanka pun sibuk dengan mimpinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksa
Novela Juvenil[COMPLETED] "Gue suka sama lo!" Sebenernya kalimat itu biasa. Cuma, yang ngomongnya itu lho yang luar biasa. @lindaaprillianti Dilarang meng-coppy,men-copas atau men-jiplak