Nihan menangis tersedu-sedu diatas bangkar rumah sakit tempat ia di rawat. Hatinya merasa begitu tercabik-cabik ketika mengetahui bahwa janin yang telah ia kandung selama beberapa minggu itu sudah kembali ke pelukan Tuhan. Belum sempat baginya untuk bisa memberikan kasih sayang dan cintanya pada calon anak mereka, Tuhan sudah mengambilnya.
Nihan tidak bisa sepenuhnya menyalahkan Tuhan karena sebagiannya adalah kesalahan yang ia sendiri timbulkan. Jika saja, Nihan bisa mengulang waktu kembali, ia akan menuruti perintah Luhan untuk berhenti dari pekerjaan dan hanya fokus untuk menjalani masa kehamilan.
Tapi, yang ia lakukan adalah tetap bersikap egois dengan mengindahkan perintah suaminya itu. Hingga akhirnya kini ia menyesalinya. Ia merasa begitu egois dan bodoh karena lebih mementingkan kehidupan kerjanya dan mengesampingkan dengan kesehatan janin yang dikandungnya.
Sedangkan Luhan, berdiri di sudut ruangan dengan perasaan kalutnya. Perasaan marah sekaligus kehilangan. Ia begitu kecewa dengan Nihan yang tidak bisa menjaga calon buah hati mereka.
Mata Luhan memerah, rahangnya mengeras. Mencoba untuk menahan amarah yang melingkupinya saat ini, untuk mengutarakan segala kekecewaannya pada Nihan jika bukan karena dokter yang memperingatkannya untuk menahan segala emosi karena takut akan berimbas pada kesehatan Nihan.
Sekali lagi, badai kembali mendera kehidupan rumah tangga Nihan dan Luhan.
.
.
.
.
.
Sebulan kemudian...
Nihan duduk di sofa sembari menunggu kepulangan suaminya, Luhan. Waktu sudah menunjukan pukul 00.00, namun Luhan masih juga belum pulang. Berdasarkan keterangan sekretaris pribadinya Luhan, Huang Zi Tao, Bosnya sudah pulang dari petang, tapi sampai kini batang hidung Luhan masih belum tampak.
Nihan menunggu dengan khawatir. Beberapa kali ia mencoba untuk menghubungi ponsel Luhan namun tak kunjung diangkat.
Tok. Tok. Tok.
Bunyi ketukan pintu terdengar. Nihan pun seketika beranjak dari duduknya untuk membuka pintu. Dengan harapan itu adalah Luhan. Dan ketika pintu terbuka, Nihan mendapati Luhan berada dalam keadaan tidak sadarkan diri dengan berangkulan dengan seorang wanita yang Nihan kenali sebagai manajer yang entah bagian apa di perusahaan Luhan.
"Ah. Selamat malam, Ny. Presdir. Maaf mengganggumu, aku ingin mengantarkan Presdir Xi. Kebetulan aku bertemu dengannya disebuah klub malam dengan keadaan mabuk," ujar wanita itu.
Nihan menatap tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, sebelum akhirnya ia langsung mengambil alih tubuh suaminya itu dari sang wanita.
"Terima kasih sudah mengantarkannya. Kau boleh pergi," ujar Nihan sedikit mengusir.
"Ah, Ya. Selamat malam, Nyonya."
"Hmm.."
Dengan berat, Nihan menyeret masuk tubuh Luhan yang tidak sadarkan diri dan aroma tubuh yang dipenuh alkohol itu, lalu membanting pintu meskipun wanita itu masih berada disana.
.
.
.
.
.
Hari berikutnya, pertengkaran hebat pun terjadi antara pasangan Nihan dan Luhan. mereka saling beradu mulut, berkata bahwa masing-masing dari mereka benar dan salah satunya salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stagnant in You Book 2
FanfictionCerita mulai di update setiap minggu pada hari sabtu. Disarankan untuk membaca buku pertama karena ini adalah buku kedua dari Stagnant in You. Ini bukan kisah masa lalu, namun mengenai masa depan yang saling berkaitan oleh benang merah masa lalu. ...