8. The Cold War

1.9K 173 21
                                    

"Untuk apa manusia membuat jam, bila kebahagiaan dan kesedihan tak pernah tepat waktu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Untuk apa manusia membuat jam, bila kebahagiaan dan kesedihan tak pernah tepat waktu."

🌺 Agus Noor 🌺


Malam itu, setelah pertemuannya dengan Sehun, Joo Hyun berjalan turun. Alih-alih pergi ke kamar untuk beristirahat, Joo Hyun memilih untuk menyegarkan pikirannya dengan berkeliling di rumahnya sendiri tanpa tujuan. Perjalanannya yang panjang itu membuatnya melewati ruang kerja Sehun. Dia berhenti di depan pintu kayu mahoni yang tertutup itu dan setelah melemparkan pandangannya sekilas ke koridor untuk memastikan bahwa tidak ada Sehun atau orang lain yang mengikutinya, Joo Hyun membuka pintu ruangan itu dengan perlahan. Keadaan di dalam ruangan itu gelap, tentu saja, dan ruangan itu entah kenapa terasa begitu dingin baginya.

Joo Hyun mengedip bersamaan dengan lampu ruangan yang menyala. Ketika Joo Hyun melangkah masuk ke ruangan itu, dia merasakan sentakan nostalgia yang sedikit menyedihkan. Kenangan yang tidak terhitung telah tercipta di tempat ini. Kenangan seorang anak laki-laki dengan ibunya. Oh Sehun dan Ibunya. Di sudut ruang kerja ini terdapat sebuah piano tua yang Joo Hyun tahu merupakan peninggalan ibu kandung Sehun.

Joo Hyun duduk di depan piano, menatap tuts-tuts piano yang berwarna putih dan hitam berselimut debu. Saat duduk disana, dia ingat bagaimana Sehun dulu menceritakan kisah masa lalunya. Ibu kandungnya, ayahnya dan juga keluarganya saat ini. Mengingat di keluarga ini satu-satunya orang yang berhubungan darah dengan Sehun hanyalah ayahnya, Joo Hyun tahu sulit bagi Sehun kecil untuk bertahan saat itu. Dia telah mendengarkan semua cerita menyedihkan itu dari mulut suaminya sendiri disini—di tempat ini satu tahun lalu. Cerita bagaimana akhirnya pria itu bisa menjalani hidup bersama dengan saudara dan ibu tirinya. Saat itu Joo Hyun merasa dirinya adalah satu-satunya orang yang mengetahui rahasia besar itu, dia berpikir bahwa dirinya adalah satu-satunya orang yang bisa mengerti Sehun dan juga satu-satunya orang yang bisa mengatasi semua rasa kesepian yang telah dirasakan pria itu selama hidupnya.

Joo Hyun tersenyum miris, raut wajahnya berubah prihatin saat memandangi foto masa kecil Oh Sehun dan ibunya yang terpajang di halaman depan buku panduan musik. Dengan pelan Joo Hyun berkata, "Ibu mertua, apa yang harus aku lakukan sekarang? Sepertinya aku mulai membenci putramu. Aku sungguh minta maaf!"

Saat itu rasanya Joo Hyun ingin sekali menangis, namun sekeras apapun dia mencoba—air mata yang dia harapkan mengalir dari sudut matanya tak kunjung keluar juga. Dia membenci Sehun, tapi dia juga mencintainya. Kedengarannya memang sedikit janggal di telinga, tapi itulah kenyataannya. Apalagi ketika ingatannya kembali menyusuri kejadian memilukan itu. Mendapati suaminya bersama dengan wanita lain, hatinya terasa seperti di cabik-cabik. Setelah lelah berusaha mengeluarkan air matanya, Joo Hyun kembali ke kamar tidur. Dia meringis ketika menatap tempat tidur yang kosong dan berjalan ke ruang ganti lalu memakai gaun tidur dengan lemah. Dia mengikat rambutnya yang panjang dengan asal, membersihkan wajah kemudian naik ke tempat tidur.

BRIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang