Jimin dan Jihoon bergantian menceritakan semua tentang Hoseok di masa lalu tanpa terkecuali. Mereka ingin agar Hoseok setidaknya tahu tentang dirinya yang dulu sebelum jadi hantu seperti ini.
"Lalu kenapa kalian memanggilku 'hyung'? Kita satu angkatan, kan?"
"Usia kami lebih muda satu tahun darimu, hyung. Awalnya hyung meminta kami untuk memanggil namamu saja tapi kami tidak mau..."
Hoseok tersenyum lembut menatap Jimin dan Jihoon bergantian. Kedua sahabatnya itu terkadang akan menangis tiba-tiba karena tak bisa membendung rasa rindu mereka dan Hoseok akan memeluk keduanya bersamaan.
"Kau tahu, hyung? Saat hyung mendadak menghilang dulu, kami semua panik. Apalagi kami tak bisa menemukan keberadaan hyung sama sekali kecuali ponsel lamamu..."
"Ponsel?"
Jimin mengangguk. Dia membuka sling bag miliknya dan mengeluarkan sebuah ponsel berwana hitam. Dia menyodorkan ponsel itu pada Hoseok. "Ini ponselmu, hyung. Kami menemukan ini di gudang olahraga belakang sekolah. Aku minta izin pada polisi agar diperbolehkan menyimpannya setelah selesai diperiksa."
"Dan kamu selalu membawanya kemanapun?" tanya Hoseok takjub. Jimin mengangguk pelan. Air matanya mengalir lagi. "Selama ini kami selalu berharap bisa bertemu denganmu lagi dalam keadaan hidup, hyung. Tapi kenapa......" Jimin tak sanggup melanjutkan ucapannya. Dia tak pernah membayangkan akan bertemu Hoseok lagi dalam wujud arwah seperti itu.
"Seandainya bisa, kami ingin hyung mengingat apa yang terjadi enam tahun lalu saat hyung menghilang..." ujar Jihoon yang juga menangis lagi sambil memeluk Jimin.
"Sebenarnya aku penasaran, aku 'terbangun' sebagai hantu lima tahun lalu. Tapi kalian bilang aku menghilang selama enam tahun..." ucap Hoseok bingung. Ia melirik Namjoon dan Kyungsoon yang dari tadi hanya diam menyimak cerita dari Jimin dan Jihoon tentang masa lalu Hoseok di meja makan. Mereka bermaksud memberi ruang untuk tiga sahabat itu reuni.
"Ahjumma, apa tak ada cara supaya ingatanku sebagai manusia kembali?"
Kyungsoon menggeleng pelan. "Maaf, Hoseokie. Aku tak bisa melakukannya..."
Seisi ruangan terdiam. Mereka jadi putus asa. Beberapa saat dilalui dalam keheningan sampai akhirnya Kyungsoon memutuskan pamit karena masih harus mengurus kedainya. Jimin dan Jihoon pun terpaksa pamit pulang karena hari sudah makin gelap dan mereka harus kuliah besok.
"Kalian sudah simpan nomor Hoseok yang baru?"
"Sudah..." Jimin tersenyum. "Terima kasih sudah mempertemukan kami dengan Hoseok hyung, Namjoon hyung..."
Namjoon mengangkat sebelah alisnya. "Hyung?"
"Boleh kan kami panggil 'hyung'? Kau dan Hoseok hyung lahir di tahun yang sama bukan?"
Namjoon tersenyum manis. "Kalian boleh memanggilku apa saja sesuka kalian..."
Sepulangnya Jimin dan Jihoon, Namjoon dan Hoseok memutuskan untuk bersantai sejenak dengan menonton film.
"Horror? Komedi? Action? Kau ingin menonton yang mana, Hoseok-ah?"
"Ice Age!"
"Lagi? Kau bukannya sudah menonton semua serinya?"
"Iya. Tapi aku tidak bosan menontonnya berulang kali." ucap Hoseok sambil tersenyum lucu. Namjoon tertawa melihatnya.
"Oke. Kalau begitu kita tonton yang seri pertama..."
Namjoon dan Hoseok menonton film pilihan mereka sambil duduk berdua di sofa. Hoseok menyamankan diri dengan menyandarkan kepalanya di bahu Namjoon. Namjoon sendiri melingkarkan tangannya di bahu Hoseok dan memeluknya santai. Mata Hoseok tak lepas memandangi layar dan sesekali dia tertawa kala menemukan adegan yang lucu. Namjoon pun juga menikmati alur film yang mereka tonton sambil sesekali mengusap kepala Hoseok yang setia bersandar di bahunya.
Namun suasana tenang itu akhirnya terpecah oleh suara dering ponsel Namjoon. Ibunya menelepon rupanya.
"Halo, eomma?"
"Kamu sudah persiapkan diri bukan? Akhir pekan tinggal menunggu lusa..."
"Astaga, eomma. Kenapa eomma masih saja mengingatkanku soal makan malam itu? Sudah kubilang aku––"
"Setidaknya berkenalanlah dulu, Namjoon. Anak teman eomma dan appa yang ingin kami kenalkan itu merupakan gadis baik-baik. Siapa tahu saja kalian cocok, kan?"
Namjoon menggeram kesal. Hoseok menepuk-nepuk tangan Namjoon dengan lembut. Berharap itu bisa sedikit menenangkan sang guru muda.
"Fine! Aku akan ikut makan malam dan berkenalan dengan anak teman eomma itu. Tapi kalau aku tak menyukainya tolobg jangan paksa aku untuk tetap menerimanya!!"
Namjoon memutus sambungan teleponnya dengan kasar tanpa memberi ibunya kesempatan untuk bicara. Ia lantas melempar ponselnya secara asal. Beruntung, ponsel itu jatuh di atas tempat tidur. Hoseok memeluk Namjoon yang nampak begitu kesal.
"Tenanglah, Namjoon. Jangan marah-marah begitu..."
"Aku kesal kalau dipaksa seperti itu, Hoseok-ah..."
"Aku tahu. Tapi kenapa tidak dicoba dulu, hm? Mungkin saja kalian akan cocok seperti kata ibumu. Ya kan?"
"Kami tidak akan cocok satu sama lain."
"Kau belum bertemu dengannya. Apa yang membuatmu begitu yakin kalau kalian tidak akan cocok ke depannya?" Hoseok mengusap pipi Namjoon sambil terus menatap pemuda itu lembut. Namjoon sendiri tak bisa mengalihkan pandangannya dari sosok transparan Hoseok. Di benaknya tersimpan satu kalimat yang tak bisa dia ucapkan. Kalimat yang menjadi alasan kuat darinya menolak perjodohan itu.
'Karena aku menyukaimu, Jung Hoseok.'
Namjoon sudah menyadari perasaannya pada Hoseok dan dia tak berani mengungkapkannya. Dirinya dan Hoseok berada di dunia yang berbeda. Itu sulit, bahkan mustahil untuk mereka bersatu jika seandainya pun Hoseok juga memiliki perasaan yang sama dengannya.
Hoseok mematikan TV dan video playernya lalu menuntun Namjoon ke kamar mandi. "Sekarang lebih baik kau cuci muka, sikat gigi, lalu tidur lebih cepat. Kita lanjutkan menontonnya besok lagi. Oke?"
Namjoon menghembuskan nafas berat kemudian mengangguk. Dia menurut saja saat Hoseok menyodorkan sabun wajah ke arahnya.
Selesai cuci muka dan sikat gigi, Namjoon langsung berbaring di ranjangnya tanpa berganti piyama terlebih dulu. Dia sudah kepalang malas melakukan apa-apa saat ini.
Hoseok ikut berbaring di sisi Namjoon. Tangannya tak berhenti mengusap rambut Namjoon dengan gerakan pelan dan halus. Bermaksud membantu Namjoon agar cepat mengantuk dan terlelap.
"Hoseok-ah..."
"Ya?"
"Kumohon, tetaplah di sini. Jangan pergi...kemanapun..." nada bicara Namjoon terdengar semakin pelan. Usapan dari Hoseok benar-benar ampuh membuatnya tenang dan mengantuk. Dia menguap sekali membuat Hoseok yang melihatnya tertawa tanpa suara.
"Tidurlah. Kamu sudah sangat lelah hari ini, Namjoonie. Aku akan tetap di sini. Aku tidak akan pergi kemana-mana..." ucapan tenang dari Hoseok seolah menjadi lullaby tersendiri untuk Namjoon. Tak ada satu menit, pemuda itu sudah tidur nyenyak dengan tangannya yang menggenggam satu tangan Hoseok yang dari tadi menganggur.
"Good night, Namjoonie. Mimpi indah..." Hoseok berbisik tepat di samping telinga Namjoon sebelum mengecup kening guru muda itu sebentar. Hoseok benar-benar melakukan ucapannya. Setelah Namjoon terlelap, Hoseok tidak beranjak sedikit pun dari posisinya. Dia hanya terus bergantian mengusap rambut Namjoon dan menepuk-nepuk pelan dada pemuda itu. Sesekali dia juga akan mengusap pipi Namjoon perlahan agar Namjoon tak terbangun.
"Aku menyayangimu..."
.
TBC
Yuhuuu~ Panda up lagi~
Moga kalian ga bosen ya 😅
KAMU SEDANG MEMBACA
[NamSeok] ✔️ - Ghost! My Love
FanfictionNamjoon memutuskan untuk menyewa sebuah kamar kecil di gedung flat yang tak jauh dari sekolah tempatnya mengajar hanya untuk mendapatkan ketenangan. Tapi ia tak tahu keputusan menyewa kamar itu baik atau tidak saat ia justru bertemu sosok manis yang...