Namjoon jadi terus kepikiran dengan ucapan nenek Kyungsoon kemarin. Perasaannya campur aduk antara senang, takut, dan kecewa. Namjoon senang karena ternyata Hoseok belum meninggal dan dia hanyalah roh yang, entah bagaimana, lepas dari raganya. Namjoon kecewa, karena mereka tak memiliki petunjuk apapun tentang keberadaan raga Hoseok. Dan Namjoon juga takut karena Hoseok sudah mendekati batas akhirnya. Seandainya mereka tak bertemu dengan nenek Kyungsoon, mereka tak akan pernah tahu akan hal itu. Namjoon sangat bersyukur karenanya.
"Mr.Kim. Nanti di jam pelajaran terakhir semua guru bahasa asing akan mengadakan rapat. Jadi nanti jangan pulang dulu, ya?"
"Ne. Terima kasih sudah memberitahu, Ahn sensei..." Namjoon tersenyum. Hari senin, jadwal Namjoon selesai lebih cepat. Dia juga sudah membereskan barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam tas. Saat ini dia hanya menghabiskan waktu dengan memeriksa tugas murid kelas tiga. Namjoon malas pulang cepat karena Hoseok memberitahunya akan di kedai Kyungsoon hingga malam. Daripada sendirian di kamar, lebih baik Namjoon menghabiskan waktu di sekolahnya.
"Kim..... Namjoon..........."
Namjoon merasakan hembusan angin di belakang tengkuk disusul dengan suara bisikan yang menyebut namanya. Namjoon mengalihkan perhatiannya dari buku tugas murid dan memandang sekelilingnya. Di ruang guru hanya ada dirinya sendiri karena guru-guru yang lain sedang mengajar. Ahn sensei yang tadi duduk di sebelahnya sudah keluar lagi untuk mengajar juga.
Tatapan Namjoon berhenti di salah satu pojok ruang guru. Di sana, ia bisa melihat sosok pucat berambut pirang dan berpakaian serba putih yang hanya berdiri diam menatap datar ke arahnya. Tubuhnya tidak transparan, tapi Namjoon tentu tahu kalau sosok itu bukan manusia.
Segera saja yang Namjoon menunduk dan kembali memeriksa tugas muridnya. Ia berusaha mengabaikan sosok pucat itu, juga berusaha mengabaikan hawa dingin yang semakin menekannya seiring dengan sosok itu yang semakin mendekat ke arahnya. Dia berdiri di belakang Namjoon, melihat semua coretan bertinta merah milik sang guru.
"Hei..."
Namjoon berjengit mendengar suara berat milik sosok itu. Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya. Terlebih ketika ia merasakan bahunya ditepuk lumayan kencang. Sosok itu menunduk, mensejajarkan mulutnya di samping telinga Namjoon.
"Aku tahu kau bisa melihatku. Jangan pura-pura sibuk begitu..."
.
.
.
.
.
.
.
Namjoon kini hanya bisa pasrah dengan sosok pucat yang kini mulai mengikutinya pulang. Tadi saat rapat juga sosok itu terus berdiri di belakang kursi Namjoon dan membuat Namjoon jadi tak fokus karena hawanya yang tak biasa. Beberapa kali Ahn sensei sampai bertanya pada Namjoon kalau dia baik-baik saja atau tidak.
"Yo."
"A-apa?" Namjoon yang sedang melepas sepatunya mendongak melihat si pucat yang baru saja menepuk bahunya.
"Kau punya makanan?"
Namjoon mengernyitkan dahi. "Kau...bisa merasakan lapar?"
"Tidak. Tapi aku terkadang suka memakan makanan manusia juga."
Namjoon menuju dapur lalu membuka kulkasnya. "Hanya ada roti coklat..."
"Tak masalah."
Sosok pucat itu menerima roti dari Namjoon, membuka bungkusnya dengan cepat dan segera memakan satu gigitan. Namjoon menggaruk kepalanya bingung. Dia tak tahu kalau ada hantu yang bisa makan juga.
"E-enak?"
"Hmm..." si pucat hanya mengangguk seraya meneruskan makan. "Manis." katanya singkat.
Namjoon tak tahu harus bereaksi apa, jadi dia hanya menggumamkan 'oh' pelan. Dia duduk di pinggir kasurnya sementara si pirang pucat itu lanjut memakan rotinya dan mulai duduk seenaknya di sofa sambil menyalakan TV.
Namjoon memilih melanjutkan memeriksa tugas milik muridnya daripada bingung harus melakukan apa. Hoseok belum ada tanda-tanda ingin pulang karena dia ingin banyak mengobrol dengan Kyungsoon. Apalagi hari ini Kyungsoon memutuskan menutup kedainya untuk sehari penuh karena ingin bersantai. Tentu saja wanita itu jadi punya banyak waktu senggang untuk mengobrol dengan Hoseok.
"Yo."
Sepertinya si pucat pirang itu terbiasa memanggil orang lain dengan kata "Yo" alih-alih memanggil 'hei'. Namjoon berhenti mengoreksi tugas dan menatapnya. "Ya?"
"Mana si transparan?"
Namjoon terkejut medengar pertanyaan hantu asing itu. "Kau kenal Hoseok?"
"Tidak. Tapi aku pernah melihatnya ikut denganmu ke sekolah. Kau memang memeliharanya?"
"Dia bukan hewan peliharaan."
"Bukan itu maksudku."
"Lalu?"
"Kau bukan seseorang dengan kelebihan 'itu'?"
"Maksudmu indigo?"
Si pucat mengangguk. Namjoon yang menggelengkan kepalanya. "Aku bukan indigo."
"Hoo... Pantas saja."
"Apanya?"
"Well, terkadang manusia-manusia indigo ada juga yang 'memelihara' hantu untuk kerpeluannya sendiri. Misalnya hantu itu untuk menjadi pelindungnya..."
Namjoon mengerutkan dahi. "Hal itu bisa terjadi?"
"Bisa saja."
Uh... Namjoon jadi merasa kepintaran dan kejeniusan otaknya tak berguna untuk masalah hal-hal gaib seperti ini. Dia tak paham. Si hantu pirang mengibaskan tangannya. "Sudahlah. Kau cuma jenius di bidang akademik, bukan untuk hal mistis begini. Aku sudah memperhatikanmu dari pertama kali kau datang ke sekolah bersama si transparan."
"Tunggu. Kenapa Hoseok bertubuh transparan, sedangkan kau bertubuh 'utuh' padahal kalian sama-sama hantu? Dan siapa kau sebenarnya? Kenapa kau mengikutiku? Lalu––" ucapan Namjoon terhenti saat si pirang mengangkat tangan dan seolah memberi isyarat agar dia diam. "Satu-satu kalau mau bertanya, manusia."
"Ma-maaf..."
"Aku akan jawab tiga pertanyaanmu itu. Tapi untuk pertanyaan lain, silakan tanyakan di lain hari. Setelah ini ada acara seru di TV. Aku tak mau melewatinya.
Pertanyaan pertama, kenapa si...Hoseok, benar itu namanya? Kenapa dia bertubuh transparan dan aku 'utuh', mungkin karena dia belum menjadi hantu sepenuhnya sedangkan aku sudah menjadi hantu sepenuhnya."
"Bagaimana kau tahu kau sudah jadi hantu sepenuhnya?" sela Namjoon.
"Itu karena aku melihat sendiri bagaimana tubuhku terbaring di tengah jalan hingga akhirnya keluargaku menguburku tiga tahun lalu."
"Terbaring di tengah jalan?"
"Aku kecelakaan. Hei, itu jadi lima pertanyaan, kan?"
"Maaf. Tapi aku penasaran..." jawab Namjoon jujur. Si hantu terkekeh. Dia berbaring santai di sofa dengan kaki terangkat tinggi. Terlalu santai untuk ukuran orang asing. Atau dalam hal ini, hantu asing.
"Oke lanjut, pertanyaan kedua, bukan, keempat. Siapa aku? Namaku Min Yoongi. Usia saat aku mati adalah dua puluh tiga, jadi sekarang usiaku dua puluh enam tahun. Salam kenal, Kim Namjoon..."
"Uh.. sa-salam kenal juga..um... Yoongi hyung?"
"Pertanyaan terakhir yaitu 'kenapa aku mengikutimu'. Jawabannya simple saja, Namjoon." kekehan senang si hantu pucat bernama Yoongi itu berubah menjadi senyum sendu. "Jujur saja aku iri melihatmu memperlakukan si Hoseok itu dengan sangat baik. Aku kesepian dan aku hanya ingin punya teman, Kim Namjoon..."
.
TBC
Aloha~ ada yang kangen si hantu manis? Tapi kali ini si hantu manis berlesung pipi diganti dulu ama bang aguS ya~ 😁
Dan maap juga ya kali ini lebih pendek lagi dari yang biasanya 😅
KAMU SEDANG MEMBACA
[NamSeok] ✔️ - Ghost! My Love
FanfictionNamjoon memutuskan untuk menyewa sebuah kamar kecil di gedung flat yang tak jauh dari sekolah tempatnya mengajar hanya untuk mendapatkan ketenangan. Tapi ia tak tahu keputusan menyewa kamar itu baik atau tidak saat ia justru bertemu sosok manis yang...