16

32 7 0
                                    

Suasana ruang makan sangat hening, hanya terdengar dentingan sendok yang beradu dengan piring. Sore tadi Arkan sudah pulang. Malam ini Tisha duduk dikursi meja makan bersama Mama, Om Ridwan, dan Salsa. Biasanya Tisha akan menolak makan bersama seperti ini, tapi kali ini Mama nya memaksanya, entahlah padahal tadi siang Mamanya marah karna Tisha membentak Salsa.

Sedari tadi Tisha ingin menanyakan sesuatu pada Mamanya, tapi dia tidak mempunyai keberanian untuk bertanya soal dimana rumah Papanya, bisa saja Mama nya mengatahui itu, tapi Tisha takut Mama nya akan marah jika Tisha membahas kembali tentang Papanya. Tisha tahu sampai sekarang Mamanya masih sangat membenci Papanya.

Makan malam selsai, Om Ridwan pergi menidurkan Salsa dikamarnya. Hanya ada Tisha dan Mamanya sekarang, Ini kesempatan yang bagus untuk Tisha bertanya soal Papa nya.

"Ma..." panggil Tisha seraya melangkah mendekati mamanya yang sedang mencuci piring.

"Kenapa?" tanya Andin dengan lembut, sepertinya dia sudah melupakan kejadian siang tadi.

"Emm.. Mama tau rumah Papa?" tanya Tisha hati-hati. Tisha bisa melihat Mamanya yang terdiam sekejap saat Tisha melontarkan pertanyaan tadi.

"Mama ga pernah tau lagi tentang Papa kamu. Ngapain kamu nanyain Papa kamu? Ga usah peduli sama Papa kamu! Dia aja ga pernah nemuin kamu!" jawab Andin sedikit membentak, Tisha merasa kesal karna Mamanya sudah menilai Papanya dengan buruk.

"Mama!"

"Apa? Papa kamu emang ga pernah peduli sama kamu!" lagi-lagi Andin mengucapkan hal buruk tentang Papanya.

Kali ini Tisha tidak ingin berdebat dengan Mamanya, dia memilih pergi menuju kamarnya. Menenangkan hatinya yang terasa sakit mendengar kata-kata buruk yang terlontar dari mulut Mamanya tentang Papanya.

Tisha percaya, Papa peduli sama Tisha. Yang dibilang Mama itu salah. Ga mungkin seorang Ayah ga peduli sama anaknya. Kenapa Mama dengan gampangnya bilang kalo Papa ga peduli? Sampai kapan Mama benci sama Papa? Sampai kapan Tisha ngeliat kalian saling benci kaya gini terus. Tisha pengen kalian deket lagi, kalo ga bisa kembali bersatu, setidaknya kalian harus damai. Seperti seorang sahabat atau teman mungkin.

Tisha menutup kembali buku diarynya. Memasukannya kedalam laci meja belajarnya. Tisha berjalan menuju ranjangnya, lebih baik dia tidur.

Belum sempat Tisha menutup matanya, ponselnya berbunyi, menandakan pesan masuk. Tisha meraih ponselnya diatas nakas.

08786475xxxx
Tisha!
Ini Gama, temennya Arkan.

Tisha mengerutkan keningnya bingung, ada apa malam2 gini dia mengirimnya pesan.

Iya, ada apa?

Tisha membalasnya, dan tak lama Gama kembali mengiriminya pesan lagi.

Arkan sakit, dia ada di apartemen gue.

Loh ko bisa ada disana?

Nanti gue jelasin, share loc alamat rumah lo, Kaviar yang jemput lo nanti.

Tisha pun mengirimkan alamat rumahnya pada Gama. Dia khawatir pada Arkan, kenapa bisa sakit. Apa Arkan tidak langsung pulang kerumahnya tadi.

Tidak mau berpikir yang aneh2,Tisha langsung memakai sweater dan bergegas keluar, untung saja rumahnya sudah sepi. Pasti sudah pada tidur, dan beruntungnya Tisha memiliki kunci cadangan pintu utama.

Tisha menunggu Kaviar dengan gusar di depan gerbang rumahnya. Udara malam semakin dingin. Padahal Tisha sudah mamakai sweater.

TinnTinn!

Akhirnya yang Tisha tunggu datang juga.

"Ayo naik" ucap Kaviar seraya membantu Tisha manaiki motornya.

Diperjalanan Tisha tidak berhenti mengkhawatirkan Arkan, dia takut Arkan kenapa2.

Tisha dan Kaviar sampai di apartemen Gama. Tisha berlari menuju pintu apartemen diikuti oleh Kaviar.

"Arkan! Kenapa bisa kaya gini si?" ucap Tisha saat dia sudah berada disamping Arkan yang terbaring disofa, wajahnya merah, suhu badannya pun panas, dan juga bau alkohol yang begitu menyengat. Tisha kesal, Arkan sudah melanggar janjinya lagi! Dia berjanji tidak akan pernah menyentuh lagi minuman berbau alkohol.

"Gama, jelasin ke Tisha kenapa Arkan kaya gini?" tanya Tisha penuh penekanan disetiap katanya.

"Tadi kita ngajak Arkan party, terus disana kita main ToD, kita tantang Arkan buat ngabisin 2 botol wine. Dan berakhirlah Arkan kaya gini"

Tisha mengusap wajahnya gusar, menghapus air matanya dengan kasar. Tisha benar2 tidak habis pikir dengan kelakuan Arkan. Tisha berjalan kearah dapur, menyiapkan air dingin untuk mengompres Arkan.

Setelah selsai dengan tugasnya, Tisha berdiri,membenarkan selimut yang dipakai oleh Arkan.

"Gama bisa anter Tisha pulang?" tanya Tisha dengan nada datar.

"Ko pulang? Arkannya gimana?" tanya Gama dengan bingung.

"Kalian urusin aja dia, kalo ga mau,anterin dia pulang kerumahnya" jawab Tisha dengan dingin. Sebenarnya Tisha tidak tega meninggalkan Arkan, tapi Tisha benar2 kesal dengan Arkan. Setidaknya dia sudah merawat dan memastikan keadaan Arkan tadi.

"Yaudah Gama anter pulang" ujar Gama seraya bangkit dari duduknya.

TBC

•Votenya jangan lupaa hehe:v

Different SidesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang