Blind- 4 (Strangers)
Setinggi apapun kamu terbang, gravitasi akan membawamu kembali padaku.
"M-maaf, nama saya Camel. Bukan Hani" Camel berkata lirih.
Orang di belakangnya terkekeh, "It's same for me, honey" Camel melotot mendengar suara orang di belakangnya. Orang itu berbicara dengan aksen amerika yang kental.
"M-maaf om, tolong lepasin" Camel menggeliat risih dalam pelukan orang yang Camel panggil om. Dari suaranya, orang ini tidak lagi remaja seumuran dirinya. Melihat tangan yang melingkari perutnya itu cukup besar, kuat dan coklat membuat Camel semakin yakin dengan dugaannya.
"Uncle?" Orang di belakangnya terkekeh, "Aku akan memakanmu, honey" lagi lagi orang di belakangnya menjawab dengan aksen amerika yang begitu pas terdengar di telinganya. Camel sedikit tidak percaya jika orang di belakangnya ini lokal.
"Ngomong naon, maneh?" Camel menguji. Jika benar orang dibelakangnya adalah murni orang indonesia, walau tidak paham benar, mungkin saja sedikit mengerti apa yang Camel katakan. Namun jika orang di belakangnya itu adalah asing, mungkin ia akan mengerutkan kening dan menyerapah ucapan Camel.
"Aah" Seru orang di belakangnya, "kau mengujiku, honey? Aku tahu apa yang kau katakan, apapun. " Mata Camel melebar. Kok tau, anjir?.
Pelan tapi pasti, Camel melepaskan lilitan di perutnya. Hampir berhasil, namun bukannya dilepaskan, tubuh Camel malah di putar kebelakang sehingga wajahnya terbentur dengan dada seseorang yang keras. Lalu tubuh Camel kembali di peluk erat.
Dada apa beton.
"I miss you" ucap orang yang memeluknya dengan lirih. Pelukannya tak kalah erat dari yang sebelumnya. Nada suaranya lembut, seolah mereka adalah sebuah keluarga yang terpaksa terpisah dalam waktu yang lama.
Kita pernah kenal?.
Camel tidak menjawab ataupun membalas pelukannya. Orang yang memeluknya ini orang asing. Bahkan sampai menit ini Camel belum melihat wajahnya, atau Camel belum mendapat bayangan siapa orang yang memeluknya.
Setelah sekian menit dalam pelukan harum seseorang, akhirnya tubuh Camel dilepas.
Camel berniat untuk menjauh, namun tangannya di tarik kembali. Sehingga jarak antara Camel dengan orang itu hanya dua langkah.
Camel melihat tautan tangan mereka. Tangan orang itu benar benar besar, uratnya tercetak dengan jelas, kulitnya coklat, dan tangannya begitu hangat.
Camel mengangkat kepalanya. Dan mata hitam Camel langsung bertemu dengan mata biru pekat orang di depannya. Sekilas, warna mata orang itu adalah hitam, namun jika lebih di perhatikan warna aslinya adalah biru pekat.
Camel memperhatikan wajah pria dewasa di depannya. Hidung mancungnya sangat menonjol karena di padukan dengan bibir tipis, lalu tatapan matanya yang dingin dihiasi dengan bulu mata yang lentik dan alis tebal yang rapih.
Mata Camel masih menjelajahi wajah orang di depannya, sehingga tatapannya jatuh pada telinga kiri orang tersebut yang dihiasi earphone putih. Lalu rambutnya yang berantakan sehingga tangan Camel gatal ingin merapihkannya.
Tubuh pria ini besar. Tidak besar seperti bapak bapak di pinggiran kota yang memakai sarung dan kaus tipis dengan perut membusung besar.
Besar disini adalah tinggi-besar. Namun untungnya, perut pria ini sungguh rata, sehingga Camel penasaran, apakah dibalik kemeja yang pria ini kenakan terdapat perut yang dihiasi dengan otot otot yang menggemaskan. Pria ini juga cukup ramping, namun tidak ramping yang membuat Camel mendengus geli.
Tubuhnya sempurna. Sungguh tubuh paling sempurna yang pernah Camel lihat. Sehingga Camel hanya seperti anak SMP yang berdiri didepannya. Tinggi Camel hanya sampai dada. Tidak sampai menyentuh dagu. Tubuh Camel sangat kecil jika di bandingkan dengannya. Sehingga Camel harus benar benar mendongak, dan pria itu harus menunduk jika mereka ingin melakukan kontak mata. Seperti saat ini.
Setelah puas mengamati, Camel memutuskan untuk kembali menatapnya. Camel berpikir keras. Apakah ada anggota keluarga yang Camel lupakan?. Orang ini benar benar asing. Seperti ini adalah kali pertama mereka bertemu. Atau Camel perah kecelakaan lalu lupa ingatan?.
Mata Camel turun ke bibir pria itu yang terbuka, lalu kembali tertutup dan membentuk senyuman miring sehingga Camel merasa malu karena terang terangan meneliti tubuh pria ini.
"Ehmm.. " Camel berdehem, "Om.. Salah orang, kan?" Camel memecah suasana. Kalau di antara mereka tidak ada yang membuka suara, lalu sampai kapan mereka akan berdiri kaku sambil bertatapan seperti ini.
Mendengar suara Camel, pria dewasa itu tersenyum semakin lebar, "No" jawabnya.
Camel menggaruk kepalanya, "Om, pakai bahasa Indonesia aja kali. Gak usah sok" kata Camel. Sebenarnya Camel ragu jika pria ini orang lokal. Karena wajahnya benar benar asing. Asing dalam ingatan, dan asing untuk ukuran orang asia. Wajah pria ini tidak mencerminkan jika pria ini berasal dari asia.
Salah satu alis tebal pria ini terangkat, bibirnya masih setia melengkung, "i can't".
Baru saja Camel ingin membuka suara, namun suara teriakan yang teredam oleh sesuatu mengurungkannya, "BUNDA! "
16 Maret 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
BLIND
RomanceWarning!! •On-Going "Listen to me baby, i'll kill your family if you refuse me " Ada dua hal yang tidak bisa Camel terima secara lapang dada di dunia ini. Yang pertama kebahagiaannya yang tiba tiba terampas. Lalu omong kosong yang menawarkan kebah...