Blind - 9 (Berat Hati)
Nyaman adalah penjara bersangkar emas.
"Bis-bisakah kita berbicara baik baik?" Camel bertanya dengan tubuh gemetar karena takut.
Axelle tidak mengharapkan reaksi sedemikian rupa dari Camel. Axelle hanya ingin Camel tidak memanfaatkan kelemahannya. Axelle tidak ingin Camel harus ketakutan seperti ini.
Axelle mencium kepala Camel, ia kembali melunak, "Bukankah tadi kita bicara baik baik? Tapi kau dan keluargamu menolakku" Axelle cemberut tanpa di ketahui siapapun.
Seluruh badan terikat, mulut juga di kunci, dan mendominasi ruangan adalah cara Axelle bicara baik baik.
"M-maaf" Camel tau seharusnya bukan dia yang mengatakan maaf. Tapi melihat reaksi Axelle yang tiba tiba tersenyum lebar, ia rasa itu adalah pilihan yang bagus.
"Jadi honey" Camel menoleh, "Kau menerimaku?".
Camel menggeleng, "Ngga".
Axelle kembali berwajah datar. Hei! Camel salah apa?!.
Axelle memperhatikan wajah keluarga besar Camel satu persatu. Anak anak yang Axelle perkirakan berumur 7-8 tahun menangis tanpa suara. Lalu tatapan orang orang dewasa terlihat begitu marah.
Ah. Pertunjukan seru.
"Ron, buka tutup mulut wanita tua itu, dan wanita di sampingnya".
Camel melotot saat Axelle memerintahkan salah satu anak buahnya untuk membuka tutup mulut Nenek dan Tantenya.
Setelah tutup mulut neneknya di buka, wanita itu langsung menangis histeris, "Tolong bunuh saja saya. Jangan biarkan Camel kehilangan masa depannya".
Memprihatinkan.
Namun saat tutup mulut tante Camel terbuka, ia langsung berteriak kesal. "Ibu apa apaan?! Biarlah Camel menikah dengan pria itu. Semua perempuan sama, akan berakhir di dapur, sumur, dan kasur" bentaknya.
Nana- Tante Camel itu memang memiliki pola pikir yang kolot. Ia menganggap bahwa pendidikan untuk wanita itu tidak penting. Seharusnya mereka tetap di rumah, belajar memasak dan memastikan perabotan rumah tangga bebas dari debu.
Viona -bunda Camel menggeleng, "Gak kaya gitu kak! Camel harus berpendidikan. Cukup tanamkan prinsip kamu itu untuk dirimu sendiri. Camel berbeda. Ia harus sekolah!".
Nana menggeram kesal, "Lalu sekarang apa?! Menyerahkan diri sendiri untuk di bunuh?" matanya melirik Camel yang masih menangis, "Kamu yakin Camel, kalaupun kita semua mati orang itu akan melepaskan kamu?!" Nana mencibir.
Iya juga. Axelle terlalu keras kepala. Ia akan mendapatkan Camel bagaimanapun caranya.
Dibelakangnya Axelle terkekeh, "Sebenarnya aku cukup tersinggung atas perkataan bibimu itu, honey" Axelle membenarkan duduknya. Ia mengeratkan tangannya di pinggang Camel, "Tapi tak apa. Aku dalam mood yang cukup baik hari ini".
Camel mengabaikannya. Biarlah orang gila macam Axelle mengoceh, "Tante" panggil Camel lirih, "Camel masih mau kuliah".
"TERUS KAMU MAU KITA SEMUA MATI?! JANGAN EGOIS KAMU CAMEL!" teriak Nana.
Camel menggeleng, ia tidak bermaksud untuk menyerahkan keluarganya seperti itu. Ia hanya ingin jalan pintas yang menguntungkan semua orang. "Bukan itu, tolong tante".
Nana memutar bola matanya malas, "Percuma kamu dapat gelar sepuluh macam S di belakang nama kamu. Bagaimanapun kamu perempuan Camel, yang ujung ujungnya cuma ngurus suami, sama anak".
Viona menggeleng tegas, "Jangan dengerin dia Camel. Kamu harus sekolah walau bagaimanapun".
"TERUS KAMU MAU BIARIN KITA SEMUA MATI HANYA KARENA ANAK KAMU?!".
Nenek Camel histeris, "Kita bisa pikirkan jalan pintas!".
Axelle merasa Camel terguncang. Badannya bergetar hebat namun tidak ada yang menyadari. Semua sibuk mencaci dan memaki tanpa sadar jika ada bagian dari keluarga mereka yang kesehatannya mulai di pertanyakan.
Namun Axelle tetaplah Axelle. Manusia egois yang tidak pernah mengenal penolakan dalam hidupnya."Aah" Axelle mendesah, "Aku minta maaf telah menghancurkan keluargamu, honey" Camel semakin bergetar saat Axelle mengatakan keluarganya hancur. Camel butuh dukungan saat ini, "Tapi honey, pertanyaanku tetap sama. Menikah atau kau dihantui oleh kematian".
Sabtu, 25 April 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
BLIND
RomanceWarning!! •On-Going "Listen to me baby, i'll kill your family if you refuse me " Ada dua hal yang tidak bisa Camel terima secara lapang dada di dunia ini. Yang pertama kebahagiaannya yang tiba tiba terampas. Lalu omong kosong yang menawarkan kebah...