Lelang

485 66 22
                                    

Blind - 18 (Lelang)

Jika berlari untuk mendapatkanmu terasa merepotkan. Izinkan aku merangkak meraihmu.

"Cam-mel?."

Camel mengangguk di tempatnya, "Iya ini aku. Aku yang udah kalian jual. " katanya.

Tidak ada emosi di sana, suaranya masih sama. Bahkan tidak bergetar sama sekali. Camel terlalu mati rasa.

"Nggak" Raymond menggeleng, "Kami tidak menjualmu, nak."

Camel terkekeh, "Terus? Gadein aku?."

Bunda, Ayahnya, dan kakaknya kompak menggeleng. Camel memutar bola matanya malas. Apa lagi dong?.

Jual katanya bukan. Ngegadein juga bukan. Oh! "Kalian ngobral aku? Kaya dagangan di emperan gitu?" tanyanya.

Bukannya menjawab, bundanya malah menangis sambil geleng geleng. Kenapa? Ia salah? Kan, Camel serius bertanya. Kalau bukan di jual, di gadai, di obral apalagi yang menggambarkan hubungan timbal balik? Axelle dapat tubuhnya, lalu keluarganya dapat uang.

OOH!, "Kalian lagi barter ya sama Axelle?" mata Camel membola.

"Cukup, Camel cukup" ayahnya terisak. Jelas putrinya kecewa. Suaranya memang seperti biasa. Namun siapa yang bisa menyangkal bahwa mimik Camel begitu kecewa pada mereka, walau terkesan menutupi.

Camel mencibir dalam diam. Lagi lagi ia salah.

"Ini bukan seperti apa yang kamu dengar, Mel. Keadaannya lebih kompleks. Usaha ayah di hancurin sama Axelle. Axelle nawarin bantuan, dengan syarat kamu jadi milik Axelle ta-"

"Terus kalian biarin hidup aku dihancurin sama Axelle? Oh, gitu." Camel manggut manggut mengerti. "Keliatan si, hidup aku gak ada harganya. Aku jadi pelacur juga kayanya gak ada yang rugi, yang ada usaha ayah dan hidup kalian makmur, kan? Dapet suntikan dana dari aku" Camel mengoceh sambil berbalik, memasuki kamarnya. Berbagi satu udara yang sama dengan orang yang telah menjualnya membuat Camel alergi.

"CAMEL, JANGAN BICARA SEMBARANGAN!" Bundanya berteriak.

Dada Camel naik turun. Kenapa disini malah bundanya yang marah.

Camel kembali memutar tubuhnya, mengangkat tangannya, menunjuk bundanya dengan marah, "Kalian menjijikan" Camel menurunkan tangannya.

Matanya menatap satu persatu wajah keluarganya, "APA BEDANYA AKU SAMA PELACUR?!. AXELLE DAPAT TUBUHKU, DAN KALIAN DAPAT UANG. APA BEDANYA?! Bukannya lebih baik aku jadi pelacur? Karena kalian bakal dapat duit lebih banyak" Camel terkekeh, "Beli jam" Camel menatap wajah kakanya yang menunduk, "Beli taaas" lalu wajah bundanya, "MEMBESARKAN NAMA PERUSAHAAN" Lalu tanpa di duga tangis Camel pecah. Terlalu sakit untuknya. Bebannya terlalu berat. Bahkan soal soal ujian nasional masih menghantuinya. Lalu kenapa muncul soal soal baru.

"Setelah Axelle, aku akan cari cowok baru buat biayain hidup kalian, tenang aja."

"CAMELIA, LANGUAGE!".

***

"CAMELIA, LANGUAGE!" Axelle masuk dengan marah. Apa apaan maksudnya?. Sedikitpun tidak pernah terlintas dalam benak Axelle bahwa ia menjadikan Camel pelacur.

Dengan dada naik turun, Axelle menghampiri Camel yang wajahnya pucat pasi. Ia tahu Camel tetap takut padanya. Namun ia tidak sesabar itu saat mendengar Camel merendahkan dirinya sendiri.

Apa salahnya?.

Jika hanya mencari wanita untuk menghangatkan ranjangnya, Axelle tidak akan sesusah ini. Harus mengurus pernikahan. Ia hanya perlu mengunjungi salah satu club, maka semua beres.

Apa yang salah dengan otak Camel?.

Sampai di depan Camel, Axelle merendahkan tubuhnya. Menatap Camel tepat di mata. Wakahnya memerah, tidak habis pikir dengan apa yang Camel pikirkan.

"Honey" Axelle memanggil dengan nada rendah.

Camel merasa badannya gemetar. Jantungnya berdetak tidak normal sehingga Camel yakin Axelle mendengarnya. Mata Camel mulai memanas. Pengaruh Axelle sangat buruk bagi tubuhnya.

"Aku akan mematahkan seluruh tulang keluargamu sendiri, jika kau merasa di rugikan oleh mereka."

Lalu Camel merasa ia termakan oleh hitam yang berkepanjangan. Badannya lemas. Telinganya tidak dapat mendengar apapun.

Camel pingsan.

11 Januari 2021

BLINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang