Lovely wedding

119 13 1
                                    

Blind - 23 (Lovely wedding)

Kau akan menyayanginya ketika kau kehilangannya.

Suara ketukan sepatu terdengar nyaring di kamarnya yang sempit. Camel merasa gugup. Kantuk sepenuhnya terlupa.

Camel mencoba memikirkan seribu satu cara untuk kabur. Namun semuanya tidak ada yang berhasil. Dimulai dari pura pura ingin pergi keluar membli pembalut, sampai ia berpura pura hampir mati karena kelaparan.

Semua sudah siap. Gaun pengantin telah melekat pada tubuhnya. Wajahnya juga telah di rias, namun sampai saat ini ia belum berani berhadapan dengan kaca. Terlalu gugup.

Camel mencoba keberuntungan. Ia berjalan mengendap endap -walau suara sepatu berhak sialan ini tidak dapat di ajak kerja sama, menuju jendelanya.

Camel menarik napas, menahannya, lalu membuka gorden.

Embusan napas Camel terdengar frustasi saat menemukan 3 orang bodyguard berbeda ekspresi menatapnya.

Baiklah, tidak ada cara lain.

Sebenarnya masih ada. Namun Camel tidak sebodoh itu untuk mengambil cara terakhir. Percobaan bunuh diri. Mending kalau gagal, kalau ngga. Kan berabe.

Ketukan di pintu menyebabkan Camel terlonjak karena terkejut. Ia memegang dadanya yang semakin berdetak tidak karuan.

Jika bisa, pasti jantungnya melompat keluar.

"Dek, ayah masuk ya".

Bahu Camel naik turun. Mau dikatakan bagaimanapun, Camel masih belum siap. Ia merasa semua terlalu cepat berlalu.

Terlalu konyol untuk jalan hidupnya.

Pintu kamar terbuka perlahan, menunjukkan wajah replika dirinya. "Kamu.. Cantik".

Ya. Camel muak mendengarnya. Orang orang hanya memuji untuk hanya sekedar pemanis. Memperbaiki moodnya yang Camel rasa tidak akan pernah baik.

Tidak terhitung berapa banyak yang mengatakan Camel cantik pagi ini. Ia tidak peduli, dan tidak percaya.

"Mau apa?" baiklah, maafkan mulut Camel yang terlanjur berkata tidak sopan pada ayahnya. Namun, siapa peduli?.

Ayahnya menghela napasnya pasrah. Menghadapi rasa kekecewaan putrinya bukanlah hal mudah. Camel tetaplah Camel, anak bungsunya yang memiliki segudang sifat keras kepala. "Kita harus berangkat sayang, sebentar lagi acara di mulai".

Entahlah. Perasaan Camel cukup hancur pagi ini. Camel bingung bagaimana mengatakannya. Ia tidak baik baik saja. Hidupnya kali ini benar benar berantakan. Camel frustasi. Tapi ia juga tidak tahu apa jalan keluarnya.

"Aku-" suaranya mendadak tercekat. Seperti tangan tak kasat mata mencekiknya. Lama kelamaan matanya memanas, siap mengeluarkan cairan bening tanda ia kalah. "Aku butuh waktu".

Camel hancur. Hidupnya hancur. Perasaannya tidak karuan. Camel merasa terjebak di ruang kedap udara. Meminta bantuan agar ia dapat bernapas, namun ia merasa semua tuli. Semua bisu.

"Tolong".

***

Waktu sudah berlalu selama lima belas menit. Namun Camel merasa tidak ada yang berubah. Semua terasa sama. Perasaannya yang terlanjur sakit tidak berangsur angsur memulih.

Untuk kesekian kalinya, ketukan di pintu menyadarkan Camel. Semua nyata, bukan delusi. Camel harus menghadapi, walau keinginannya menjauh pergi.

"Iya" Camel menjawab untuk membuktikan bahwa ia masih bernapas detik ini.

Camel berdiri, sedikit merapihkan gaunnya. Ia berjalan perlahan menuju cermin, hanya sekedar memastikan bahwa riasannya baik baik saja.

Camel terdiam. Apakah, itu dirinya?.

Camel merasa.. Luar biasa. Jika saja ini pernikahan yang di inginkan, pasti Camel akan merasa sangat luar biasa. Pasti yang terdapat di cermin adalah dirinya yang sedang tersenyum lebar, bukan menatap dengan mata memerah.

Pintu terbuka, Camel menatap bundanya dari cermin. "Ayo, Camel".

***

"Kalian di persilahkan untuk berciuman".

Camel berjalan mundur. Menghindar dari Axelle yang mulai memangkas jarak antara mereka.

Melihat Camel berjalan mundur, Axelle geram. Ia menarik tubuh Camel sehingga Camel membentur tubuhnya. Ia mengangkat wajah Camel, bersiap siap untuk merasakan manisnya bibir Camel.

Namun semua membeku. Mata terbuka lebar. Dan perlahan suara tamu mulai terdengar bagaikan lebah.

Camel menampar Axelle. Di hadapan orang banyak.

Lalu Camel berlari pergi. Menjauh dari tempat terkutuk itu.

Ya itulah harapan Camel. Jika saja ia cukup berani, ia pasti akan melakukannya, saat ini juga. Lalu berteriak pada semua orang, jika ini adalah paksaan. Ia di paksa. Lalu ia meminta pertolongan. Orang akan menolongnya, dan ia akan hidup kembali seperti biasanya.

Namun, ya begitulah. Bukannya menampar seperti khayalannya, Camel malah membeku saat Axelle melumat bibirnya bergantian.

Terlalu lama untuk sekedar formalitas. Nyatanya Axelle adalah perwujudan Iblis Asmodeus.

Camel sudah mencubit perutnya agar segera mengakhiri ciuman-sepihak sialan ini. Namun Axelle tetaplah Axelle.

"Wah wah wah, sepertinya mereka tidak sabar untuk malam pertamanya".

Axelle bajingan sialan.

26 Februari 2023

BLINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang