Wait,

999 143 15
                                    

Blind - 5 (Wait, )

Today is our day.

"Lepaas. Biarin aku samperin bundaku" Camel menggeliat tidak nyaman. Ia juga harus tau keadaan bundanya saat ini.

Camel mendengar orang di belakangnya mendengus kesal, "Baiklah. Ayo" katanya.

Camel mengangkat sebelah alisnya. Apa ia harus masuk bersama lelaki itu? Lelaki tampan yang bahkan Camel tidak tahu namanya.

Camel melotot saat laki laki itu mengeluarkan sebuah kunci dengan gantungan Mickey mouse dari saku jasnya. Kunci rumah Camel. Sebenarnya, siapa orang asing ini yang tiba tiba hadir dalam hidupnya?.

Laki laki itu memutar kunci dua kali, lalu ia menoleh kebelakang saat melihat Camel mematung memperhatikannya, "Tidak jadi masuk? Ada yang aku ingin bicarakan denganmu, dan juga keluargamu" katanya sambil tersenyum manis.

Ah, hati Camel terlalu lemah jika diberikan senyuman kelewat manis itu.

"Ah, iya. Benar" kata Camel gamblang.

Camel berjalan sampai mereka beriringan. Saat laki laki itu menekan handel pintu, tangan Camel mencegahnya, "Siapa namamu, tuan?" daripada Camel sok akrab memanggil laki laki itu om, untuk nama kesopanan Camel memilih memanggil tuan. Camel rasa juga orang ini tidak berasal dari negaranya atau negara Asia lainnya. Sejauh yang Camel tau, negara negara barat tidak terlalu suka jika ada yang sok dekat dengan mereka. Mereka terlalu individual. Mereka juga tidak terlalu ramah untuk orang orang asing. Dan Camel rasa mereka orang asing sejauh ini.

Namun, Camel rasa ia salah. Orang di sebelahnya langsung mengerutkan kening tidak suka saat Camel memanggilnya tuan, "Jangan memanggilku seperti itu, honey" katanya geram.

Camel menarik tangannya yang sudah lancang menyentuk laki laki ini. Sebenarnya, laki laki ini yang lebih lancang memeluknya terlebih dahulu, memeluk dengan intim. "Maaf, ta-"

"Axelle" laki laki itu memotong ucapan Camel. Camel mengangkat alisnya tidak paham, "Panggil aku Axelle. Namaku Axelle Avery, honey. Jika kau penasaran" Axelle kembali tersenyum manis sambil mengangkat alisnya.

Melihat Camel bergerak canggung, Axelle memutuskan untuk kembali melanjutkan langkahnya.

Kegelapan langsung menyambut saat pintu rumahnya terbuka. Bukannya tadi Camel mendengar suara bundanya?.

Camel melangkah terlebih dahulu, diikuti Axelle di belakangnya. Camel menekan saklar sehingga semuanya langsung terlihat jelas.

"BUNDA!!"

***

"BUNDA!!" Namun terlambat. Camel kembali masuk kedalam pelukan Axelle yang kali ini terasa lebih menyesakkan. "Axe.. Aku mohon lepaskan. Orang itu menyakiti ibuku" Camel memberontak. Ia terus bergerak menyakiti tubuh Axelle yang tidak berpengaruh apapun.

Merasa Camel bergerak semakin merepotkan, Axelle semakin mengeratkan pelukannya. "Diam" katanya dingin.

Tubuh Camel seketika bergetar mendengar suara Axelle yang tiba tiba berubah. Axelle di luar rumahnya bertutur kata hangat, namun mengapa saat di dalam rumah Axelle berbicara seperti seorang psikopat.

Mata Camel memanas saat merasa dirinya tak berdaya melihat keluarganya diikat dengan kain menutup mulut mereka. Ibu dan ayahnya menangis tanpa suara, sedangkan mata kakak Camel satu satunya memerah. Ah, kapan terakhir kali Camel melihat kakaknya itu begitu lemah?. Tapi keadaan tidak mendukung Camel untuk tertawa saat ini.

"Axe.. " panggil Camel lirih. Camel menoleh kebelakang, melihat Axelle yang ternyata sedang meperhatikannya, "Kumohoon".

Axelle menggeleng, "Kalian harus mendengarkan apa yang akan aku ucapkan" Axelle berkata tegas. Ia tidak lagi menunduk untuk melihat gadis yang saat ini menatapnya dengan pandangan memohon. Tatapan itu hanya akan membuatnya lemah.

Pria pria besar yang berada di masing masing anggota keluarganya mengeluarkan kotak kecil dari saku mereka. Kotak berwarna putih yang ternyata isinya sebuah earphone. Lalu tanpa meminta persetujuan, pria besar itu memakaikannya kepada keluarga Camel.

Camel tau, earphone itu sama seperti yang sedang Axelle gunakan. Apa gunanya? Mengapa keluarganya harus di pasangkan alat itu.

Axelle kembali menunduk, ia mencium pipi Camel gemas disertai dengan gigitan, "itu adalah earphone penerjemah sayang. Aku tau keluargamu cukup cerdas, tapi aku tidak mau ada kesalahpahaman nantinya."

Jadi begitu ceritanya. Camel kira Axelle terlalu cerdas sehingga menguasai banyak bahasa. Tetapi ternyata karena bantuan earphone sialan yang Camel rasa harganya tidaklah sekecil barangnya.

Camel dan Axelle langsung menoleh saat mendengar suara napas yang tidak biasa. Axelle terkekeh, namun berbeda dengan Camel yang langsung merasa ketakutan.

Ayahnya dengan mata memerah dan hidung kembang kempis memperhatikan interaksi mereka dengan tidak suka sekaligus tidak sudi, anak perempuan satu satunya di peluk se-erat itu oleh seorang pria yang menurutnya, dan menurut keluarganya sama sekali tidak baik.

Selasa, 24 Maret 2020.

BLINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang