Wrong

812 39 8
                                    

Blind - 21 (Wrong)

Hidup sangat sederhana.
Kitalah yang mempersulitnya.

"Honey, kau ingin ikut aku pulang, atau aku yang menginap di sini?".

Camel berdecih. Semua tawaran memberatkan dirinya.

"Aku disini dan kau di sana" Camel terdiam. Sepertinya kata kata ini begitu familiar. Ia sering mendengarnya, namun lupa siapa yang mengatakannya.

Axelle mengangguk, "Baiklah. Aku menginap di sini. Terima kasih Honey".

Wong edan. Gak tau diri.

"Terserahlah" Camel sedikit bergeser untuk mencari posisi ternyamannya. Ia menepuk nepuk bantalnya, mengumpulkan busanya di tengah sebelum menjatuhkan kepalanya di sana. Malam ini akan menjadi malam yang menyebalkan.

"Honey" Camel berdeham untuk menjawabnya, "Ada yang harus aku beritahukan padamu" Camel mengernyit saat raut wajah Axelle semakin serius. Mimik mukanyapun tampak menyedihkan.

Camel mengembuskan napasnya, ia kembali duduk dengan menyenderkan tubuhnya kekepala ranjang.

Axelle berjalan mendekat, ia menggendong Camel seperti mengangkat sebuah mangkuk.

Camel mengernyit. Mau apa sih?.

Ia langsung paham saat Axelle duduk di kasur Camel dengan Camel berada di pangkuannya.

Camel merinding saat Axelle menyampingkan rambut Camel ke salah satu sisi, sehingga sisi lainnya bersih dari rambut.

Axelle memeluk Camel erat. Perlahan lahan kepalanya masuk kedalam cerukan leher Camel. Menjilatnya dan sesekali menggigit gigit kecil sehingga meninggalkan bekas.

Camel merasa bulu bulu halusnya berdiri. Ada perasaan aneh yang menyenangkan.

Melihat tidak ada tanda tanda Camel menolak. Axelle semakin berani. Gerakannya semakin kasar. Ia mencium, menjilat, dan meninggalkan tanda.

Selesai dengan leher, ciuman Axelle naik kedaun telinga Camel. Menjilat daun telinganya, dan terakhir menggigitnya sehingga Camel mengeluarkan suara yang memalukan.

Camel menutup mulutnya sendiri, ia merasa malu. Dan harga dirinya benar benar runtuh saat Axelle tertawa kencang tepat di telinganya.

"Aku suka suara desahanmu, honey".

Camel merasa, wajahnya terbakar.

***

"Honey".

Tujuh. Ini sudah ke tujuh kalinya Axelle memanggilnya namun tidak mengatakan apapun.

"Honey".

Napas Camel memburu, ia menampar wajah Axelle yang berada tepat di sampingnya, "Apaan anjing! Huna hani huna hani. Lo mau apa hah?!".

Puas. Beberapa hari terakhir memang Camel ingin mengumpat tepat di depan wajah Axelle. Namun karena earphone sialan itu, Camel mengurungkannya. Ini kesempatannya. Kesempatan satu dari seribu yang ia punya. Axelle tidak memakai benda sialan itu, guys.

"Kau marah?" Axelle mengernyit, ia memang tidak memahami. Namun mimik muka Camel menunjukkan segalanya.

"Iye bangsat, kesel gue sama lo. Sana lo pergi!"

"Apapun yang kau katakan, aku tidak akan menyukainya, honey" Axelle membelai pipi mulus Camel. Menggerakkannya memutar searah jarum jam. Telapak tangan Axelle yang kasar terasa sedikit mengganggu untuk Camel. Namun ia mencoba untuk diam. Mood Axelle terlalu cepat berubah ubah. Dan Camel tidak suka.

"Maaf" Salah atau tidak salah. Camel yang harus meminta maaf. Kali ini, prinsip wanita selalu benar seakan akan tidak lagi berguna. Hanya sekedar kata kata tak bermakna.

Axelle tersenyum, "Maaf di terima" ia mencondongkan tubuhnya, mengecup sekilas bibir Camel.

"Ah ya, honey".

Sabar. Umur gak ada yang tau.

"Aku lupa memberitahumu, jika seluruh teman temanmu sudah ku undang ke acara pernikahan kita, jadi kau tidak usah khawatir jika mereka tidak akan datang honey"

Camel kesal setengah hidup dan mati.


Malu, tentu saja. Camel belum menerima ijazah, namun ia telah menyebarkan undangan pernikahannya.

Apa kata orang?.

Camel hamil duluan, wanita buruk dan lain lain pasti sudah tercap jelas dalam pikiran warga +62 ini.

Namun, lihat wajah Axelle. Manusia keturunan homo sapiens ini masih sempat sempatnya tersenyum lebar.

29 Juni 2021

BLINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang