Office

652 84 22
                                    

Blind - 16 (Office)

Aku pernah bertanya, bagaimana bisa perasaan ini tumbuh?.

"Permisi" Camel awalnya merasa bahagia saat beberapa pelayan saling tertawa di dapur sambil membuat beberapa makanan.

Namun setelah Camel masuk, mereka semua mendadak bungkuk dan melenyapkan tawa mereka.

Camel cemberut. Apa kehadirannya tidak di inginkan di sini?. "Boleh gak, aku gabung?" Camel memainkan ujung jarinya.

Beberapa pelayan saling berpandangan walau masih dengan kepala menunduk. Mereka seolah saling berbicara lewat lirikan mata.

"Yaudah kalau gak boleh. Maaf ganggu" Camel menghembuskan napasnya pelan. Ia melangkahkan kakinya menjauh dari dapur. Awalnya Camel kira mereka akan mencegahnya, namun ia salah.

Camel pergi ke belakang rumah. Sebenarnya Camel cukup bosan di sini. Namun tempat yang hanya pengawal Axelle izinkan hanyalah dalam rumah dan taman belakang rumah. Camel di larang pergi ke pekarangan, karena katanya Axelle melarangnya. Takut Camel kabur.

Axelle memang gila. Pagar setinggi tiga meter dengan ujung lancip harus Camel lewati jika ia ingin kabur. Axelle.. Wong edan.

Camel tersenyum saat melihat salah satu pengawal Axelle yang lumayan tampan sedang jongkok memberi makan kucing. Camel menghampirinya, "Paman!" seru Camel.

Punggung pengawal tersebut menengang. Ia langsung berdiri dan membungkuk hormat pada Camel. Awalnya Camel memang risih di perlakukan demikian. Namun kata Axelle, supaya mereka tau diri.

"Dimana Axe?" tanya Camel.

"Tuan di ruang kerjanya, nyonya" jawabnya sambil membungkuk sopan.

Camel mengangguk, ia melirik kucing dengan warna indah di balik badan pengawal tersebut. Jika saja di izinkan, pasti Camel sudah bermain dengannya.

Namun, Camel di larang. Katanya takut di cakar. Ayolah, berapa kali Camel di cakar kucing? Satu? Dua? Bahkan lebih dari 10. Mulai dari Iteng kecil, sampai Iteng sebesar kemarin. Rindu, Camel rindu Iteng.

Awalnya tangan Camel sudah terangkat ingin membuka ruang kerja Axelle. Namun ia mengurungkannya. Axelle adalah orang yang patut Camel waspadai, lantas untuk apa ia menghampirinya?.

Camel memutar tubuhnya, memilih untuk kembali ke kamarnya. Tidur, bangun, makan. Ia akan mengulanginya sampai.. Maut menjemput mungkin?.

Camel menghampiri jendela besar yang memakan satu sisi tembok. Memperlihatkan taman belakang rumah Axelle yang benar benar indah jika di lihat secara keseluruhan.

Kamar Camel tepat berada di lantai dua, beda beberapa meter dari lantai dasar.

Mungkin tiga, atau empat?.

Jika Camel jatuh, atau menjatuhkan diri dari sini, apakah ia akan mati?. Kalau tidak, boleh kah Camel coba malam ini untuk kabur?.

BOLEH. Teriak otaknya.

JANGAN GILA. Hatinya membalas.

MAU LO APA BANGSAT.

***

Camel menghampiri ruang kerja Axelle. Keputusannya sudah bulat, tidak kotak apalagi segi enam.

BLINDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang