bego-03

457 63 7
                                    

Jingga menatap gelisah jam di pergelangan tangannya. Sepuluh menit lagi jika Lino tak menjemputnya ia akan datang terlambat ke sekolah.

Jingga coba menelepon nomor ponsel Lino. Tapi sampai sekarang nomornya tidak aktif. Jingga jadi tambah cemas.

"Ga, nggak sekolah lu?" Pertanyaan itu tiba-tiba ada saat tetangga rumah Jingga yang bernama  Yoko sudah berdiri di pagar rumahnya yang memang bersebrangan dengan rumah Jingga.

Jingga menatap Yoko dengan raut yang tidak bisa diartikan. Yoko mengerutkan dahinya sambil melipat kedua tangannya di dada.

"Pacar lo nggak jemput?" Tanyanya lagi.

Jingga menggeleng, "nggak tau. Ditunggu nggak dateng-dateng, kak" jawab Jingga melirik lagi jam tangannya.

"Gue anter mau?" Tawar Yoko.

Jingga yang kini mengerutkan dahi dengan tawaran yang dilontarkan Yoko. Jingga sebenarnya butuh tapi ia bingung mau tidaknya. Takutnya Lino tiba-tiba datang menjemput. Kalau sampai tau dia berangkat dulu kelar sudah hidup Jingga hari ini.

"Tapi--" sebelum Jingga ingin menjawab sampai selesai, klakson motor menyelanya untuk menoleh.

Yoko juga ikut menoleh ke siapa yang datang. Ternyata Lino baru saja tiba. Jingga tanpa aba dari Lino dulu langsung saja naik. Lino dengan cuek melewati rumah Yoko dan masih ada Yoko di sana begitu saja. Benar-benar memang.

Lain hal dengan Jingga ia melempar senyum tipis ke si Yoko dan dibalas juga oleh Yoko. Cowok yang masih berkebangsaan Jepang itu lalu menggeleng-gelengkan kepalanya dengan sifat pacar tetangga rumahnya itu. Dingin lurr sekadar menyapa saja tidak. Beda dengan Jingga-nya.

"Kok bisa sih Jingga suka sama cowok kaya gitu?" Monolog Yoko terheran-heran.

"Nggak punya tata krama" lanjutnya dan menutup pagar rumahnya lagi.

☆☆☆

"Sayang suit..suit"

Yuvin dengan jahil menggoda langkah Cindy yang berjalan melewati mejanya dan teman segengnya.

Cindy melempar tatapan tak sukanya ke Yuvin and the geng. "Apa lo berisik!!" Sentaknya.

"Cantik cantik galak amat sih" goda Yuvin lagi dengan nada menyebalkan.

Cindy ingin meladeni ocehan Yuvin tapi tangannya langsung ditarik Jingga. Iya, Jingga juga bersama Cindy sekarang.

"Lepas, Ga. Gue mau nyobek mulutnya Yuvin itu," bisik Cindy.

"Nggak usah. Ayok cari makan aja" balas Jingga.

"Alah bentar dulu. Lo aja duluan pesan makan." Kemudian Cindy melepas tangan Jingga dari lengannya.

Jingga menepuk jidatnya pelan karena... hei Cindy kalau sudah marah bisa buat seluruh sekolah gempar. Apalagi ini dia mau melawan Yuvin yang memang terkenal suka banget bikin Cindy kesal.

Cindy menggebrak meja yang di sana ada Yuvin dan teman-temannya berada. Tanpa rasa takut ke anak cowok yang ada, Cindy melotot-menyisir dengan matanya ke semua anak cowok di sana dan terakhir menatap nyalang ke Yuvin.

Glek..

Yuvin rada ciut kalau Cindy sudah benar-benar marah seperti ini. Singa kalau sudah ngamuk kan serem. Weh.

"Mulut lo belum pernah gue robek ya!" Cindy menantang.

"Duh.. sayang jangan marah dong. Cuma bercanda" Yuvin menoel dagu Cindy tapi langsung ditepis cepat.

"Jangan sentuh gue!!"

"Hehe... ngode nih mau abang halalin biar luasa disentuh" ujar Yuvin tanpa difilter.

Kemarahan Cindy kini sudah begitu meluap. Dia menarik kasar kerah baju Yuvin. Padahal tinggi Cindy hanya sebatas leher Yuvin. Tapi dengan garangnya Cindy sampai bisa mencekik leher Yuvin karena kerah bajunya ditarik begitu kuat olehnya.

Jingga sudah datang untuk melerai. Tapi Cindy ya Cindy dong.. kalau marah guru sekalipun dia mana mau menggubris.

"Lo bisa kan diem kalau gue jalan. Mau mati lo!" Ancam Cindy tepat ke muka Yuvin.

Yuvin bukannya takut malah sebaliknya-- ia menampilkan seringainya.

"Matinya sama kamu-- aku mau" jawabnya.

"Yuvinnnnn!!" Cindy geram dan cekikikan memandang wajah Cindy yang merah padam.

"Awas lo!!" Cindy kesal tapi ia sadar sama saja meladeni Yuvin. Ujungnya cowok itu juga tetap menyebalkan. Jadi daripada buang tenaga dan waktu lebih baik ia tahan amarahnya.

Cindy melepas kerah baju Yuvin dan menarik tangan Jingga untuk pergi.

"Gilaa.. tu cewek serem" komentar Tag geleng-geleng kepala.

"Cindy coy... cantik sih tapi preman gitu" ujar Vernon menimpali.

Yuvin tersenyum miring sambil masih melihat kepergian Cindy. Ia merapikan penampilannya sebelum duduk kembali.

"Cewek menarik" gumam Yuvin.

Dan semua mata temannya meliriknya bersamaan.

☆☆☆

Jingga mengikuti langkah seseorang di depannya. Siapa lagi kalau bukan kekasihnya. Arthur Zagalino. Cowok dengan wajah flat itu berjalan dengan memasukan kedua tangannya ke saku seragam. Di tangga terakhir dia membuka pintu rooftop.

Jam pulang sekolah baru saja berakhir. Hari ini sekolah memulangkan siswanya lebih cepat karena para guru mengadakan rapat dadakan.

Mereka sama hening ketika keduanya menduduki kursi yang disediakan di sana. Jingga yang memang pendiam dan Lino yang jelas dipastikan tidak akan bicara bila bukan sesuatu yang penting. Wajahnya selalu datar dan sorot matanya tajam lurus.

Jingga memandang angkasa di atasnya. Biru cerah dan awan yang terus bergerak membuatnya entah sadar mengulas senyum tipisnya. Angin berhembus sepoi menerbangkan helaian rambut panjangnya yang terurai bebas.

Lino tak bergeming beberapa detik sampai akhirnya seseorang juga datang membuka pintu rooftop.

Jingga tau itu kawan Lino. Namanya Kim.

"Boss, nih" Kim memberikan sebungkus rokok ke Lino.

"Thanks" ucap Lino menerima.

Kim itu hanya mengangguk dan pergi. Ekor matanya melirik Jingga. Tapi Jingga tidak tau karena dia sedang sibuk mencari sesuatu di dalam tasnya.

Saat kepulan asap itu lepas ke udara-- Jingga sudah khusyuk membaca novel di genggamannya sekarang.

Meski terusik dengan bau dari asap rokok itu, tapi Jingga tidak mau membuat Lino tersinggung. Jadi apapun Jingga lebih baik diam dan tenang bila berada di samping cowok dengan predikat kekasihnya itu.

"Ayo balik" Lino bangkit dari tempatnya.

Jingga sejenak mengalihkan pandangannya dari novel ke wajah Lino.

"Sekarang?" Jingga memastikan.

Lino hanya mengangguk. Tangannya meraih rokoknya yang sudah kian mengecil dan membuangnya lalu menginjaknya.

Jingga memasukkan lagi novelnya dan ikut berdiri. Entah Lino mengulurkan tangannya. Jingga menyambutnya dengan senyum mengembang. Sepertinya Lino dalam mood yang baik hari ini. Batin Jingga.

BEGO -[end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang