Akhir pekan ini, Jingga menikmati hari liburnya bersama Yohan. Iya, Jingga sedang kencan dengan Yohan. Apakah Jingga tidak takut dengan ancaman Lino kemarin?
Entahlah.
Jingga tidak peduli dengan itu. Jingga pikir itu hanya gertakan semata dari Lino. Jingga ingin lepas dari Lino. Harus. Dia tidak mau ditindas oleh cowok gila seperti Lino.
Seperti itulah Jingga menganggap Lino sekarang. Cowok gila yang terlalu terobsesi dengan dirinya. Jingga rasa Lino memang mengidap sindrom aneh. Cowok itu terobsesi memilikinya tapi selalu menindasnya.
"Hey kok ngelamun?" Yohan mengibaskan tangannya di depan wajah Jingga yang terdiam.
Jingga tersentak. Dan langsung salting. Sebab selain mengibaskan tangannya Yohan mendekatkan posisinya dengan Jingga.
"Jangan ngelamun. Gue takut hehe" godanya.
"Maaf kak Yohan." Ujar Jingga sungkan.
"Lo nggak nyaman ya jalan sama gue?" Tanya Yohan ke Jingga.
Jingga menggeleng. "Nggak kok, kak Yohan. Jingga suka jalan bareng kak Yohan" ujar Jingga dengan tersenyum lebar.
Yohan juga membalas senyum itu. Hatinya lega.
"Lo mau kita pulang jam berapa?" Tanya Yohan.
Jingga melihat jam yang ada di ponselnya. Sekadar informasi, Jingga baru saja membeli ponsel baru setelah kemarin ponselnya dihancurkan Lino dengan kemarahannya. Masa bodo jika ponselnya ini akan diketahuan Lino lagi, dan dibanting seperti kemarin.
"Sore nggak apa-apa kak Yohan" kata Jingga.
"Oke deh"
Jingga dan Yohan saat ini ada di cafe dekat taman kota.
"Jingga" Yohan memanggil. Jingga menatap Yohan dengan senyum tipisnya. Wajahnya kalem banget. "Lo udah punya cowok?" Tanyanya.
Jingga menggigit bibir bawahnya dan mengangguk sebagai jawaban. "Iya kak"
"Namanya Lino? Cindy udah bilang sih. Gue cuma mastiin aja" kata Yohan.
Jingga heran. Kalau Yohan tau Jingga sudah punya pacar. Lantas kenapa cowok tinggi itu masih mau jalan dengannya?
"Gue tau lo nggak bahagia pacaran sama dia" tebak Yohan.
Jingga tersenyum miris. "Cindy pasti udah nyeritain semuanya, ya?" Kini Jingga yang balik menebak.
Yohan mengangguk. Dia minum es kopinya sebelum berucap kembali.
"Semuanya hehe" Yohan nyengir.
"Ya gitu deh kak. Pacar aku itu terobsesi sama aku. Sampai saat ini aku nggak tau dengan isi di otaknya. Dia memperlakukan ku seperti dia membenciku. Tapi dia tidak mau melepasku pergi. Aneh. Dia gila"
"Bisa aja dia punya penyakit apa gitu? Lo nggak pernah tau?" Tanya Yohan.
"Dia cukup tertutup" ujarnya.
Selepas dari cafe, niatnya Yohan mau mengajak Jingga ke taman kota. Makin sore entah kenapa orang-orang malah makin tambah banyak yang ingin menghabiskan waktu sore mereka di sana.
Yohan gandeng tangan Jingga saat mereka ingin menyebrang di zebra cross. Di sini Jingga baru merasakan betapa lembutnya tarikan seorang laki-laki padanya. Bedalah sama Lino. Kasar sampai kadang ada bekas merah saking kuatnya dia narik tangan Jingga.
"Lo mau main ayunan?" Tanya Yohan ketika mereka sudah ada di taman kota.
Jingga terkekeh-- tersenyum sambil menutup mulutnya.
"Nggak ih kak Yohan. Anak kecil" kata Jingga.
Yohan jadi ikut terkekeh mendengar perkataan Jingga.
Tapi tawa mereka harus terhenti ketika sebuah mobil menepi. Jingga rasanya mau bawa kabur Yohan. Jingga hafal itu mobil milik siapa? Dan orang punya wataknya seperti apa.
Lino yang muncul dari sana beserta wajah yang penuh kemarahan dan emosi yang membakar ubun-ubunnya.
Matilah kau Jingga!
Lino tanpa basa-basi melayangkan kepalannya ke pipi kiri Yohan. Yohan yang memang belum siap menerima bogeman dari pacar wanita yang dia kencani itu kontan jatuh tersungkur.
"Lino!" Jingga teriak dan ingin melerai.
"Lino udah"
Tapi bukan Lino namanya kalau menurut dengan Jingga kan? Dia narik kerah kemeja Yohan dan makin brutal nonjok muka Yohan.
"Jauhin Jingga." Tekannya.
Yohan berdecih lalu tersenyum remeh. "Bisa cemburu lo?"
"Bangsat!" Lino kembali melayangkan pukulannya. Kini bukan wajah saja. Tapi perut Yohan jadi sasarannya.
Setelah dirasa sudah puas membuat kakak dari Cindy itu babak belur-- Lino menarik Jingga. Membuka pintu mobil dengan tak sabaran dan mendorong Jingga masuk.
Di mobil tangan Jingga tak hentinya bergetar-- air mata jatuh bergantian. Jingga menangis dalam diam dengan kepala menunduk. Dia takut dengan yang akan terjadi nanti.
Sampai di rumah milik Jingga. Lino lansung bawa Jingga masuk.
"Lino lepasin. Ini sakittt" mohon Jingga. Sumpah demi apa rasanya Jingga sudah bisa menebak akan ada luka nanti di pergelangan tangannya itu. Perih karena kuatnya Lino mencengkramnya.
"Tutup mulut lo!"
"Lepasin Lino. Lo itu gila Lino. Gimana kalau kak Yohan mati. Lo emang nggak punya hati" oceh Jingga-- yang sebenarnya dia juga tau akan membuat Lino makin marah.
Dan itu benar. Sampai kamar dia dorong Jingga masuk hingga tubuhnya terpental ke kasurnya. Lino menutup pintu dengan begitu keras. Setelah pintu itu tertutup dengan rapat-- bersamaan dengan itu suara debuman yang begitu kencang terdengar.
Duakkkk!!
"Lino!"
--------
Maunya end chap berapa?
