Sabtu siang, Jingga bertandang ke rumah Lino. Lino tadi yang jemput Jingga ke rumah. Bukan tanpa sebab Jingga datang. Mamanya Lino terus menyuruh anak lelakinya itu untuk membawa Jingga ke rumah. Alibinya kangen masak bareng. Padahal mah mamanya Lino itu kesepian karena suaminya yang sibuk kerja di luar negeri sedangkan Lino sudah jangan ditanya. Keluyuran 24/7, sampai lupa kalau masih ada mamanya yang menunggu kepulangannya.
Tapi akhir-akhir ini sih keluarga Arthur cukup terasa ramai karena adanya Sabrina yang menetap di sana. Tapi sekadar informasi mamanya Lino kurang suka dengan si mbaknya itu. Entah kenapa. Anaknya malasan sih tidak mau bantu-bantu. Ya apa gitu. Anak perawan kan harus rajin.
"Mama apa kabar?" Tegur Jingga.
Mama Lino. "Baik sayang" sambil cium pipi kanan kiri milik Jingga.
Sabrina yang baru turun dari kamarnya. Mendadak berhenti menuruni anak tangga. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. Dan tersenyum miring melihat kedatangan Jingga.
Batinnya benar-benar murka.
"Arthur mau kemana kamu?" Tanya mama Lino begitu menangkap anak tunggalnya itu bangkit dari sofa yang dia tadi duduki.
"Arthur mau ke kamar, Ma. Lagian apa yang Mama mau kan udah Arthur turuti" jawab Arthur dengan datar pun tidak ada sama sekali ekspresi.
Mamanya mendengus pelan. "Ya udah. Pergi sana" usirnya dengan sinis.
Arthur melewati begitu saja Sabrina yang masih setia berdiri di anak tangga. Tapi sebelum Lino naik semakin jauh-- tangan cowok pemilik hidung cantik itu dicekal oleh Sabrina.
"Ngapain lo bawa-bawa Jingga segala ke rumah?" Tanyanya ketus.
"Mama yang nyuruh. Udah lepas" Lino menjawab tak kalah ketus dan hempas kasar cekalan Sabrina.
Sabrina mencebik tanpa suara ke Lino yang sudah pergi. Dia mengalihkan lagi tatapannya ke dimana sekarang Jingga dan mama Lino berada.
"Jingga ke dapur langsung yuk" ajak wanita usia 40-an tahun itu.
Sudah sejak setengah jam yang lalu Jingga dan mama Lino berada di dapur-- berkutat dengan mixer, bahan-bahan untuk buat kue seperti tepung, telur, fermipan-- serta mantengin buku resep milik nyonya besar rumah itu.
Mama Lino baru saja mengatur suhu oven dan setelah dirasa sudah pas dia masukin adonan kuenya ke dalam. Di meja pantry ada Jingga yang sibuk bikin topping.
Dari arah kiri Sabrina datang mau ambil minum di kulkas. Dia melirik apa yang sedang Jingga dan tantenya lakukan. Setelah meneguk air putihnya, seperti ada ide busuk tertanam di otak Sabrina. Dia tanpa Jingga sadari menggeser cangkir kesayangan tantenya di dekat siku Jingga.
Jingga yang merasakan kehadiran seseorang selain mama kekasihnya, ingin mengetahui orang yang datang. Tapi ups..
Prank!
Cangkir tadi benar-benar pecah karena siku Jingga bergerak. Dan cangkir tadi tidak sengaja tersenggol oleh sikunya.
"Apa itu?!" Mama Lino kaget mendengar ada sesuatu yang pecah.
"Tante ini cangkirnya" akting Sabrina.
Jingga yang masih tidak percaya dia yang memecahkan berusaha memungut pecahan cangkir itu.
"Oh my gosh! Itu kan cangkir kesayangan tante, kan?" Sabrina sudah melancarkan aksi memprofokatori tantenya supaya memarahi Jingga. Karena dia buat seolah memang Jingga pelakunya.
"Ma, maafin Jingga. Ji-Jingga nggak sengaja" lirih Jingga begitu merasa bersalah.
"Jingga ganti ya Ma"
