Mobil milik Cindy dan motor yang dikendarai Lino datang secara bersamaan. Memang sejak ke gap di lampu merah. Cindy terus mengikuti Lino dari belakang motornya. Parkir motor sama mobil tuh cuma sebelahan. Jadi Lino entah sejak kapan tau jika Jingga berangkat dengan Cindy lantas menghampirinya setelah keluar dari mobil-- di belakang, Lino diikuti oleh cewek yang Jingga sendiri belum tau identitasnya.
Melihat Jingga yang hanya diam setelah keluar dari mobil membuat Lino cukup heran. Tapi Lino ya Lino apa pedulinya? Tanpa aba dia melempar tasnya untuk segera ditangkap oleh Jingga. Kan Jingga jadi babu lagi..
Namun belum ada tiga detik tas tadi di tangan Jingga-- Cindy dengan kemarahan melempar tas itu di depan Lino sebelum si pemilik nama Arthur Zagalino itu pergi bersama wanitanya.
"Temen gue bukan babu lo!" Kata Cindy dengan mata nyalang berapi-api.
Jingga natap keduanya nanar. Tapi dia juga tidak tau harus berbuat apa saat ini. Yang ada di benaknya pasti Lino dan Cindy akan berdebat karena keduanya yang Jingga tau sama-sama punya sifat yang keras.
"Maksut lo apa buang tas gue?!" Lino menyahut tak terima tasnya dibuang begitu saja. Orang biasanya Cindy tidak akan bereaksi apa-apa dengan semua tindakannya ke Jingga.
"Heh! Punya otak nggak lo? Jingga itu pacar lo, bukan babu lo. Dan dia, siapa cewek yang lo bawa itu?" Tunjuk Cindy dengan lagak preman.
Lino melirik cewek yang sedari tadi masih di belakangnya. Dandanannya super wow, gincunya merah merona, tambah tuh pakai bedaknya tebal banget setebal dosa Lino.. eh tau ding.
"Gue sepupunya Lino" cewek yang sebelumnya dikode Lino itu berucap.
Bikin Cindy menaikkan sebelah alisnya. Kaya tanda dia belum sepenuhnya percaya. Bisa aja kan cewek menor itu selingkuhannya Lino. Tapi ngaku sepupu biar kedoknya tidak ketahuan.
"Basi! Ngaku aja deh itu cewek selingkuhan lo"
Kontan spekulasi Cindy tersebut membuat Lino terkekeh meremehkan. Cindy benci ekspresi itu. Rasanya pengin meludah di depan wajah Lino.
"Putusin Jingga" desak Cindy tidak mau basa-basi lagi.
Bukannya menjawab atau berniat menyanggah Lino memungut tasnya kembali dan mengajak cewek tadi pergi bersamanya. Cindy? Tangannya mengepal-- sudah siap kalau mau nonjok wajah Lino sampai keluar semua gigi-giginya sekalian.
"Lo budeg ya!! Putusin Jingga!" Cindy berteriak pakai emosi.
Langkah Lino seketika berhenti. Tapi doi tidak berbalik untuk menghadap rupa Cindy.
"Dia sepupu gue.." ujar Lino dengan nada dingin plus datar.
Cindy menggertakan giginya kesal sumpah. Heran dia tuh dulu keluar dari mana manusia kaya Lino. Dari es apa tembok. Flat dan dingin. Berengsek pula.
⛦⛦⛦
"Ga. Duduk di situ, Ga" tunjuk Cindy ke bangku taman yang masih kosong.
Jingga mengangguk. Mereka berdua baru saja dari kantin buat beli sebungkus roti dan sekotak susu rasa coklat kesukaan Jingga serta sekotak lagi susu rasa pisang punya Cindy.
Mereka berdua yang sudah duduk membuka bungkus roti berbarengan. Gigit rotinya juga kompak. Khusyuk banget ngunyah. Sampai ponsel di saku blazer Cindy bergetar.
Cindy merogoh si saku dan mendapatkan ponselnya. Senyumnya seketika merekah tatkala sebuah pesan masuk ke aplikasi chatting miliknya.
"Ga" panggil Cindy. Yang dipanggil auto noleh.
"Lo ditanyain terus sama abang gue" kata Cindy masih sama senyum merekahnya.
