Jingga termenung sambil tangannya membolak-balikan undangan yang baru saja dia dapat-- perantara Cindy yang tadi datang. Jingga galau dia mau datang atau tidak ke pesta ulang tahun sahabatnya. Dennis.
Dennis memang beda kelas dengan Jingga. Tapi dia cukup dekat dengan Dennis karena dulu satu kelas waktu masih SMP. Dia, Cindy dan Dennis bisa dibilang sangat akrab. Cuma Dennis mereka harus terpisah kelas saja.
Cindy bilang tadi dia harus datang. Sama Yohan. Hemmbb..
Jingga sungguh sangat sungkan jika harus bertemu Yohan lagi. Dia tidak enak hati dengan cowok yang tak kalah tampan dari sang mantan itu. Karena gara-gara dekat dengannya Yohan harus kena bogem mentah nan brutal dari Arthur.
Sudahlah. Tidak penting mengenang nama mantannya itu. Yang ada Jingga jadi tidak move on. Iyalah orang masih sayang. Dikit ding.
"Datang enggak!!" Jingga menutup wajahnya frustrasi.
Bukan karena apa. Jika dia datang ke birthday party Dennis, sudah pasti Lino juga diundang. Dan pasti datang. Secara pacar Dennis itu.. Vernon.
Masih tenggelam dengan kegalauannya itu. Jingga sontak terkejut dengan usapan lembut di kepalanya. Saat dia tengok-- itu tangan milik ayahnya.
"Kenapa sih?" Tanyanya.
Jingga memperlihatkan undangan yang ada di tangannya ke si ayah.
"Terus?" Si ayah bertanya dengan satu alis terangkat.
"Jingga galau mau datang apa enggak, yah" jawabnya manyun dan memeluk pinggang si ayah.
Ayahnya tersenyum dengan sang putri kecilnya yang sudah semakin dewasa itu. "Ya datang lah.. Dennis bukannya temen kamu?"
Jingga lantas mengangguk seraya melepas pelukannya. "Iya yah. Tapi.. Jingga.." nah dia galau lagi mau bilang apa ke ayahnya. Sebelumnya Jingga tidak pernah bilang jika dia punya pacar. Terus sekarang mau terus terang punya mantan kan.. malu.
"Datang aja. Itung-itung bikin kenangan sama temen-temen kamu. Katanya besok mau pindah sekolah?" Ucapnya.
Jingga berpikir ada benarnya ucapan ayahnya tadi. Fyi, Jingga sudah minta pendapat ayahnya untuk pindah sekolah. Syukur dia masih kelas 2 SMA. Kalau kelas 3 kan susah juga buat pindah. Ayahnya pasti bakal bilang 'nanggung udah kelas 3' gitu.
Saat ditanya kenapa mau pindah. Jingga beralibi jika lingkungan dan pergaulan yang ada di sekolahnya kurang baik. Dia beralibi lagi jika itu bisa membuatnya ikut-ikutan. Yang pasti si ayah tidak mau dong si anak tunggalnya jadi anak nakal. Lebih baik dia turuti kemauan Jingga. Lagipun dia sangat percaya ke putrinya itu.
"Iya deh kalau gitu" kata Jingga setelah mempertimbangkan dia akan datang atau tidak.
"Mau ayah anter besok?" Tawarnya.
Jingga menempelkan telunjuknya ke dagu lantas menggeleng. "Sama Cindy aja, yah" katanya.
Si ayah mengusap kepala putrinya sayang. Lalu mengecup keningnya. "Tidur sana. Udah malem" titahnya.
Jingga mengangguk dan sekali lagi memeluk ayahnya sebelum menuruti titah sang ayah.
☆☆☆
Lino mengompres lukanya sendiri dengan es batu. Dia terduduk di sofa panjang yang ada apartemen pribadinya. Tidak ada teman-temannya. Karena dia memang sedang ingin sendiri.
Dan alasan lagi, jika begini dia akan teringat Jingga. Iya, gadis yang sudah menjadi mantannya itu yang akan mengompres lukanya jika dia baru saja berantem.