bego-10

390 56 19
                                    

Melihat pemandangan pagi ini, Jingga yang diantar oleh Yoko. Apa mungkin Jingga menerima tawaran cowok itu tentang maksut dia yang akan membantu Jingga bisa lepas dari Lino?

Entahlah. Jingga sendiri ragu untuk menjawab kemarin. Tidak ditampik kalau dia akan cukup trauma jika harus berpacaran kembali setelah putus dari Lino nanti.

Tapi, kalaupun Yoko benar-benar membuatnya bisa lepas dari Lino. Jingga akan bersyukur dengan itu. Toh, menerima Yoko itu bukan hal yang buruk bagi Jingga. Yoko selalu baik padanya. Keluarganya pun sama.

Dan kalaupun nanti takdir dia berpacaran dengan Yoko. Jingga harap Yoko akan memperlakukannya lebih baik. Ya berharap seperti itu.

"Kak, makasih udah mau nganter" ucap Jingga setelah dia turun dari jok belakang motor CBR250 milik Yoko.

Yoko dengan senyumnya setelah membuka helm terus mengangguk. "Sama-sama."

"Gih pulang" suruh Jingga.

"Lo masuk dulu. Baru gue mau pulang" kata Yoko.

Jingga jadi salting. Saat dia mau buka mulut buat berucap atau pamitlah ke Yoko. Sebuah motor yang sangat Jingga kenal berjalan melewati Jingga dan Yoko yang masih ada di posisi awal. Gerbang masuk.

"Cowok lo kan?" Yoko bertanya.

Jingga mengangguk. "Iya."

"Sama pacar barunya?"

"Enggak sih. Sama sepupunya"

"Gitu?" Yoko berucap dengan nada ragu. "Masa iya sepupu senempel itu. Sampai lo nggak digubris berdiri di sini."

"Lino emang gitu. Ya udah kak Yoko. Aku masuk ya, byee" pamit Jingga pakai lambaian tangan.

"Byee.. nanti gue jemput ya jangan lupa" balasnya. Pakai senyum manis sebelum kembali memakai helmnya.

Langkah Jingga otomatis berhenti karena Lino tiba-tiba sudah ada di depannya sekarang. Jingga bergidik ngeri dan mundur satu langkah agar dirinya tidak terlalu dekat dengan Lino.

"Ikut gue." Lino bertitah.

Jingga tersentak dengan tangan Lino yang menyeretnya dengan kasar. Jingga rasa Lino pasti akan marah padanya.

"Aww!" Rintih Jingga merasakan sakit ketika punggungnya membentur dinding.

Jingga tidak bisa berbuat apa-apa lagi saat Lino menarik kerah bajunya. Tatapan yang diberikan cowok itu lebih tajam dari biasanya.

"Yang nyuruh lo berangkat bareng dia siapa? Ha?" Tanya Lino mendekatkann wajahnya dengan Jingga-- mengikis jarak antar wajah keduanya.

Jingga yang terpojokan di sudut dinding belakang gedung sekolah-- tangannya gemetar hebat dan hanya bisa terisak ketakutan.

"Ma-maaf," desisnya.

"Maaf lo nggak akan pernah gue terima. Sadar dong lo jadi cewek. Punya harga diri tuh dibawa makanya!"

"Dia cuma tetangga aku, No. Kamu nggak perlu kaya gini" kata Jingga.

Lino tersenyum remeh. Dan itu membuat Jingga was-was. Seperkian detiknya, Lino mendaratkan ciumannya di bibir Jingga. Mengerti dengan yang akan terjadi tidak ada niatan Jingga untuk membalas ciuman dari kekasihnya tersebut.

Lino perlahan melepas cengkraman di kerah baju milik Jingga dan beralih menarik tengkuk ceweknya itu untuk semakin memperdalam ciumannya.

Jingga sudah berontak saat ciuman yang Lino berikan berubah menjadi kasar dan menyakitkan. Cowok itu menggigit bibirnya hingga Jingga sudah merasakan ada darah di sana. Maka dari itu Jingga hanya diam tadi. Lino memang akan melakukan itu jika Jingga membuatnya cemburu.

BEGO -[end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang