Aku masuk ke dalam area sekolah dan seseorang langsung memeluk leherku dari belakang. Gak perlu dilihat pun aku tau kalau Sora yang memelukku.
"Ali! Kangen aku tuh!"
"Geli, Sor." balasku sambil tertawa.
Namanya Sora. Perempuan yang menjadi teman pertamaku di SMA. Rambutnya pendek seleher dengan gaya bob, matanya agak sipit bersinar jahil, dan ia punya lesung di pipi kiri. Ia lebih tinggi dua senti dariku, tapi sombongnya minta ampun. Berkali-kali ngejek aku pendek, hanya karena itu.
Tapi dia baik kok. Aku mungkin gak bakal punya teman sama sekali kalau Sora gak menyapaku duluan.
Karena ramah dan hiperaktif, banyak yang mendekatinya. Adik kelas sampai kakak kelas, banyak yang suka padanya. Dia juga yang paling heboh di kelas.
Dan dia orang pertama yang manggil aku 'Ali'.
Jadi hampir semua orang yang kenal aku juga manggil aku 'Ali'.
"Sor, namanya itu sudah bagus 'Aliya', jangan diganti. Sudah dipuji sama doinya juga." celutuk seseorang.
Aku dan Sora kompak menoleh pada seorang gadis yang berjalan mendekat dari arah parkiran sekolah. Rambutnya diikat samping, dengan pita yang menjadi ciri khasnya. Lebih pendek dari aku, tapi dia yang paling ceria.
Ia tersenyum menyapa. "HAI ALIYA YANG BARU DIPUJI DOI!"
Aku nyaris mengumpat. "Veve! Gak usah teriak dong!"
"HAHAHA!" Sora terbahak. "Iya, yaampun, gue lupa! Namanya 'Aliya' kan udah bagus banget, gak boleh diganti 'Ali' dong ya."
Veve mengangguk-angguk. "Nanti Aliya marah."
Hah. Lucu.
Aku berdecak. "Kalian berisik. Untung aja belum ada banyak orang."
Veve dan Sora kompak tersenyum polos.
"Itu Juju." ucap Sora tiba-tiba menunjuk perempuan dengan jilbab putih. Ia menutup ruang guru lalu menaiki tangga di sebelah ruangan horor tersebut. "Buset dah, pagi-pagi udah sibuk di ruang guru."
Aku mengangguk setuju. "Orang rajin mah beda."
"Al, Al, salamnya mana, Al?" tanya Veve semangat.
Aku mengernyit. Maksudnya apa ya? Salam? Emang aku pernah buat salam--
Oh! Ooooh!
Aku tersenyum lebar dan berjalan cepat menyusul Juju. "Ciaouyo, Juju~"
Sebenarnya gengs.
Kalau nyapa Juju itu bakal dapat respon yang paling membosankan.
Lihat sekarang. Dia cuma melirik, menghela nafas pelan, terus senyum. "Gue dengar kata 'Ci'-nya aja sudah tau kalau itu lo."
Kalau Veve atau Sora bakal balas sapa dengan salam yang mirip, alias mereka mencoba untuk menirukan nadaku--meski ujung-ujungnya gak bisa. Tapi Juju itu cuma senyum doang.
Gak asik gitu lho.
Yah, humor Juju itu memang dolar, sama kaya Laylie. Humor Sora dan Veve itu cuma receh. Sementara humorku sekelas yen.
"Lo tadi habis ngapain di ruang guru?" tanyaku.
"Cuma ngumpulin formulir aja kok."
"Formulir apa?"
"Persetujuan ekstra."
Aku mengangguk-angguk sok paham. Salah satu ekstrakulikuler yang diikuti Juju itu Pramuka, ribet tau. Aku sendiri malas banget sama yang namanya pramuka. Waktu kelas 10, rasanya pengen kabur kalau ada jadwalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mellifluous {END}
Teen FictionSebenarnya aku sudah memutuskan untuk tidak lagi egois dalam menyukai seseorang. Tapi kehangatanmu membuatku jatuh lebih dalam lagi. Maafkan aku jika aku menyukaimu lebih dari yang seharusnya.