Lima bulan kemudian,
"Kak. A. Li. Ya!"
Seruan itu diiringi dengan derap langkah seseorang yang berakhir dengan pelukan di leherku. Aku tertawa kecil, berbalik, menatap lelaki jangkung dengan jiwa anak-anak. "Hei." kataku balas menyapanya.
Laki-laki itu tersenyum lebar. Senyumannya secerah matahari, menyilaukan mata. Dengan seragam rapi yang tak seperti seragam anak laki-laki biasanya, dan bet nama bertulis Adrian P.
Hilih. Apaan sih, Al.
"Kak!" katanya riang dengan nada tinggi. Lalu ia berjalan bersisihan denganku menuju perpustakaan.
"Apa? Apa?" tanyaku.
"Aku bantuin kakak di perpustakaan lagi ya?" kata Adrian masih dengan senyuman mataharinya.
"Ya, ya."
Namanya Adrian, adik kelas yang masih duduk dibangku kelas 10 MIPA 1. Laki-laki pintar, tinggi, tampan, dan sangat idaman. Apalagi sifatnya masih mengandung unsur anak-anak, makin menarik aja. Sora sempat tertarik, tapi setelah menemukan orang lain, ia kembali berbalik.
Aku juga baru kenal waktu dia gabung ekstrakulikuler marching. Makin kenal waktu Sora masih gencar mendekati Adrian. Tapi entah kenapa Adrian malah terpancing denganku daripada di Adrian itu sendiri.
Hah. Pesona Aliya memang hebat.
Adrian itu.... imut. Aku juga suka dengan sifatnya. Cuma yang agak membuatku risih itu, dia suka sekali memeluk. Contohnya tadi, tiba-tiba memanggil dan memelukku.
Sangat menggoyahkan iman sekali.
Untung aja aku sudah punya kak Vian. Kalau enggak, mungkin aku juga bakal suka sama Adrian. Lagian dia berbeda dua tahun dariku, agak gak cocok, karena tipeku itu yang lebih tua.
Kaya kak Vian misalnya.
Huehehehehe.
"Ah, Yan." panggilku sambil menatapnya. "Kamu mau meneruskan kerjaanku ini?"
"Apanya?"
"Yah, bantu-bantu di perpustakaan."
"Gapapa, kalau kak Aliya yang minta." jawabnya.
"Baguslah. Bisa dibilang ini diturunkan. Jadi aku mau nanti kamu juga cari orang lain, adik kelasmu, untuk melanjutkan."
"Oke, siap, kak!"
Aku tersenyum, lalu menepuk kepalanya. "Makasih, Adrian."
"Oh ya, kak, nanti pulang bareng aku ya?"
~•~
"Al."
"Hm?"
"Lo masih ingat kak Vian kan?"
Ha? Kenapa mendadak begini? "Ya ingatlah. Kenapa?"
Laylie menghembuskan nafas pelan. "Lo terlalu dekat sama Adrian."
"Oh... Iya. Gemes sih." ucapku jujur. "Tapi gue gak pernah menganggap dia serius. Lebih kaya adik kecil, gitu."
"Tapi kalau dia malah menganggap lo ke arah yang sebaliknya gimana?" tanya Juju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mellifluous {END}
Teen FictionSebenarnya aku sudah memutuskan untuk tidak lagi egois dalam menyukai seseorang. Tapi kehangatanmu membuatku jatuh lebih dalam lagi. Maafkan aku jika aku menyukaimu lebih dari yang seharusnya.