13 : Ryan

37 10 2
                                    

"Yak! Jadi kerja kelompoknya di rumah Ali ya. Langsung aja, nanti kalian cukup ikutin gue dari belakang."

Aku hanya menghela nafas. Aku gak bisa nolak. Karena memang rumahku yang sepi cocok buat kerja kelompok. Katanya sih gak perlu jaim.

Tapi masalahnya aku satu kelompok sama Ryan lagi. Meski juga ada Sora dan Laylie sih.

Tetap aja aku malas bawa orang itu ke rumah.

"Sor, gue bareng lo ya." kataku pada Sora yang langsung dibalas dengan acungan jempol.

Begitu aku keluar kelas, mataku langsung silau melihat laki-laki tampan di depan pintu.

Heran.

Yang kaya gini kok bisa jadi pacar gue.

Yang kaya gini kok bisa suka sama gue.

Yang kaya gini kok bisa gak punya fans.

Sementara yang sok cakep kaya Raven, temen deket Hanny, bisa disukai banyak orang.

Ya bagus sih.

Kan aku jadi gak punya haters.

Huahahahaha!

"Kak?"

Kak Vian mengangkat kepala dari layar ponselnya. "Baru aja gue mau chat lo."

Aku tersenyum tipis. "Kenapa emangnya?"

"Tadi gue mau ngajak lo ke perpustakaan. Tapi kayanya lo ada kerja kelompok ya?"

Aku mengangguk. "Lain kali ya, kak."

"Aliy--Oh, lagi pacaran." celutuk Sora. "Pantes kok diem di depan pintu."

Aku mendelik. "Diem deh, Sor."

Sora nyengir lalu menepuk pundakku. "Sori ya kak, pacarnya mau kerja kelompok dulu. Lain kali aja kencannya."

Kak Vian terkekeh. "Iya, lain kali." Tapi tiba-tiba senyumannya memudar dan pandangannya lurus pada sesuatu di belakangku.

Aku mengikuti arah pandangnya dan meringis kecil.

"Sama dia juga?" tanya kak Vian.

"Iya... Gitu deh. Dipilihin guru soalnya." Aku terdiam sejenak, lalu berbicara pelan. "Maaf..."

Beberapa detik kemudian ada tepukan di kepalaku. "Iya. Gak papa kok.."

Aku benar-benar merasa bersalah!

Gawat!

"Sora." panggil kak Vian.

Sora menoleh, begitu juga denganku. "Iya?"

"Tolong jagain Ali."

Cengiran lebar muncul di wajah Sora. "Suatu kehormatan bagi hamba, diserahkan tanggung jawab menjaga Tuan Putri sang Pangeran."

.

.

.

"Gue gak tau kalau Aliya itu holkay."

Setiap ada temen yang datang ke rumahku, pasti selalu berkomentar begitu. Rumahku bukan rumah yang besar, cuma memang agak menakjubkan aja.

Sora menepuk dadanya bangga. "Temen gue gitu lho!"

Veve terbahak. "Makanya kalian temenan sama Aliya."

"Temenan cuma karena uang sih, dua puluh namanya." cibirku sambil membuka gerbang. Mereka mengernyit heran, namun Veve dan Sora semakin tertawa.

"Dua puluh?" kernyit Kanya.

"Hm.. Dua puluh dalam bahasa Jerman."

"Zwanzig gaes." ucap Sora.

Mellifluous {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang