Part 1

4K 287 11
                                    

Judith membereskan kertas-kertas di depannya. Pertemuan orang tua murid hampir usai. Hanya tinggal tersisa 2-3 wali murid yang belum mengambil hasilnya.

"Selamat siang, maaf saya terlambat," suara bass menghentikan lamunan Judith.

"Oo ga papa, Pak." Ia mengangkat wajahnya dan alih-alih menatap seorang pria paruh baya, di hadapannya berdiri pria tampan berusia akhir 20 tahunan. Ia mengenakan polo shirt berwarna biru muda. Wajahnya benar-benar seperti type kesukaan Judith. Ia terpana selama beberapa detik. Wah dia pasti married muda. How lucky is his wife.

"Maaf ini kelas 3 IPA 2?" pria itu nampak terkejut melihat Judith. "Walikelasnya bukannya Ibu Rina?"

"Eh ya betul", Judith salah tingkah. "Ibu Rina mendadak berhalangan jadi saya yang menggantikan. Silahkan duduk Pak. Boleh saya tau siapa nama anak Bapak?"

"Mirna. Mirna Wijaya. Dia adik saya."

"Ooo", Judith ingat Mirna. Gadis cantik pendiam yang cerdas. Mirna salah satu murid yang ia suka di kelas Mandarinnya. Tak banyak cing cong dan kerjaannya selalu beres. Judith menemukan kertas berisi laporan Mirna dan membahasnya.

"Maaf dengan Bapak siapa?"

"Nama saya Sonny."

"Begini Pak Sonny, Mirna semua pelajarannya bagus. Ga ada masalah. Afektif juga bagus. Matematika 9, Fisika, 8.5 Kimia 9. Biologi 8,"  Judith menunjukkan baris demi baris nilai Mirna. Namun mata Sonny tidak melihat ke arah kertas melainkan memperhatikan Judith.

"Ehm Pak Sonny?" panggil Judith.

Sonny tampak terkejut, "Eh ya maaf. Mirna semua bagus?"

"Iya Pak. Semua bagus. Ga ada masalah sama sekali," senyum Judith. "Kalau semua murid kayak Mirna sih enak sekali hidup saya, Pak".

Sonny mengangguk-angguk puas.

"Ada lagi yang ingin ditanyakan, Pak Sonny?" tanya Judith sambil menyerahkan berkas-berkas nilai Mirna. Ia melipat tangannya dan menegakkan badannya. Berusaha keliatan wajar.

"Hm boleh minta no handphone?" tanya Sonny spontan.

Judith bengong. "Erhm saya bukan wali kelas Mirna. Hanya menggantikan. Jika ada masalah  bisa dibicarakan langsung dengan bu Rina."

Suara dalam hati Judith
(你疯了!帅哥要你的手机号码!- Kamu gilaaa. Cowok ganteng minta no hp trus kamu tolak) Tapi suara lain muncul. (Ini wali murid Dith! Jangan macem-macem ah kamu)

"Ooo," suara Sonny terdengar sedikit kecewa.

"Hmm semua murid tahu no handphone saya kok. Saya suruh mereka tulis di buku Mandarin", jawab Judith cepat.

(Damn it Dith!! Too much information!)

"Ooo"

"Ada lagi Pak Sonny? Maaf ada orang tua murid lain yang nunggu giliran," Judith menunjuk ke wanita paruh baya yang duduk di kursi depan.

"Tidak. Terima kasih," Sonny berdiri. Judith juga berdiri dan menjabat tangan Sonny. Jantungnya mendadak berdegub lebih kencang ketika tangannya bersentuhan dengan tangan Sonny. Judith memaksakan bersikap professional. Tapi ia mendapati dirinya melihat ke arah punggung Sonny hingga pria itu lenyap.

***

Judith sedang duduk di kantin. Di depannya ada semangkuk siomay kesukaannya. Hari ini kantin sepi, hanya ada 2 stall yang buka. Padahal biasanya ramainya bukan main. Maklum kantin ini melayani SD, SMP, SMA yang berada kompleks yang sama.

"Paoooo", Judith melambaikan tangannya. Ia melihat Pao sedang melintas, mereka memang janjian makan siang bersama. Pao-pao adalah nama panggilannya untuk sahabatnya, Valent di China dulu. Mereka gembira bukan kepalang ketika setelah mendaftar di yayasan sekolah yang sama, mereka ditempatkan di kompleks yang sama hanya beda jenjang. Judith di SMA. Pao pao di TK.

Sketsa (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang