Ceklek.
Keadaan yang lengang membuat suara langkah kaki seseorang yang baru saja memasuki sebuah ruangan itu terdengar jelas. Perlahan tapi pasti ia melangkahkan kaki mendekati sebuah ranjang dimana di atasnya terdapat seorang gadis yang terbaring lemah dan matanya yang senantiasa terpejam. Lalu berhenti tepat di sebelahnya.
Orang itu merogoh saku jas berwarna hitam yang ia kenakan, mengeluarkan sesuatu dari dalamnya. Sebuah suntikan, yang kemudian ia arahkan pada sebuah infus yang langsung tersalur pada sang gadis.
Tak selang berapa lama kemudian, gadis itu kejang seketika setelah orang itu selesai menyuntikkan sebuah cairan ke dalam infusnya.
Senyum yang entah apa artinya, tercetak pada wajah dibalik maskernya.
******
Arga tengah berjalan tergesa menyusuri lorong rumah sakit. Keadaan rumah sakit agak lengang waktu itu, mungkin hanya ada beberapa orang saja. Ia hampir sampai di tujuan. Jantungnya berdegup kencang saat melihat dari kejauhan, beberapa orang berkumpul di depan sebuah ruangan, disertai dengan tangisan. Arga segera mempercepat langkahnya.
"Bang," panggil Arga pada Jun yang berada agak jauh dari kerumunan. Meski tidak ada air mata yang keluar dari matanya, terlihat jelas kesedihan yang tidak dapat ia sembunyikan.
"Aryn, gimana, Bang?" tanya nya.
Jun hanya menggelengkan kepalanya, lalu menunduk, pertahanannya runtuh. Arga yang tidak mengerti lalu melihat ke depan, tepatnya didepan pintu ruangan yang tertulis IGD. Ada orang tua Aryn juga ternyata, tengah histeris sembari terus menyebut nama anaknya.
"Bang!"
Pikiran Arga sudah tidak karuan. Ia segera berlari memasuki ruang IGD. Tidak memperdulikan apapun di sekitarnya.
Dunia Arga serasa berhenti, dilihatnya seorang gadis yang terbaring tak berdaya, wajahnya lebih pucat dari sebelumnya. Dan beberapa orang perawat sedang melepas alat-alat medis yang terpasang.
Arga berjalan mendekat ke tempat Aryn berbaring. Saat itu juga perawat sudah selesai melakukan tugasnya. Kini hanya ada Arga diruangan itu, juga Aryn yang sudah terbaring dengan wajah pucat.
Arga tersenyum,
"Ryn, bangun. Tidur mulu sih." monolog Arga.Tak ada respon apapun dari gadis ini. Masih tetap memejamkan matanya.
"Ryn sumpah, becandanya gak lucu tau."
Tetap, Aryn masih setia menutup mata, karena memang ia tak kan bisa membuka nya lagi.
"Kalo mau nge prank tuh yang bagusan dikit dong. Hahaha."
Arga terus saja mengoceh, Jun yang sedari tadi memperhatikan Arga merasa kasihan.
"Aryn! Bangun!" teriak Arga.
Jun pun langsung menghampiri Arga. Memeluk cowok itu erat. Mereka sama-sama kehilangan.
"Ga, ikhlasin Aryn pergi. Kasihan adik gue, dia bakal sedih liat lo begini."
"Gak! Bang apaan sih, Aryn gak kemana-mana kok."
"Ga. Sadar, Aryn udah pergi."
"Ryn!!"
"Aryyynnnn!"
Napas Arga terengah, ia menatap sekitar. Kemudian menghela napas lega selega leganya, karena semuanya ternyata hanya mimpi. Ia meraih gelas di atas meja samping tempat tidurnya lalu meneguknya hingga habis.
Ia menatap jam digital di samping tempat tidurnya dan jam menunjukkan pukul 6.30 pagi. Perasaan takut masih menyelimuti Arga. Ingin sekali ke rumah sakit, tapi jam segini bukan jam besuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Swagger Boy
Teen Fiction"Gue cuek bukan berarti nggak perduli. Karena gue punya cara tersendiri buat bikin lo bahagia."-Arga Devano Alvredo "Kamu itu kadang dingin, kadang hangat. Meski suka berubah-ubah, tapi aku tetep suka."-Aryna Maureen Adeva ~~~~ Engga pandai bikin si...