12. Lost

1.7K 150 18
                                    

Kim Jisoo POV

Kejadiannya selalu seperti ini. Ketika aku bersama Seokjin dulu waktu baru pulang dari Australia, otakku memikirkan Jungkook. Sekarang ketika aku bersama Jungkook, Seokjin yang ada di pikiranku. Atau memang begini lah wanita? Sok sok an mengatakan ingin mengakhiri yang katanya kesalahan, tapi terang-terangan masih memikirkannya.

Ketidakjelasan perasaanku sekarang semakin terasa. Aku seperti ingin lepas, tapi masih ingin bertemu dengan Seokjin. Aku merindukannya. Tidak bisa terdefinisikan rindu yang bagaimana. Rindu tawanya yang selalu menjahiliku, rindu masakannya, rindu pergi bersamanya, menghabiskan waktu seharian di apartemen sempitku. Tapi dengan tidak sopannya, aku juga merindukan sentuhannya.

Masih teringat jelas bagaimana bibir kami saling menyentuh, tubuh kami yang saling menghangatkan dalam pergulatan emosi yang cukup rumit. Perasaan menggebu yang tiba-tiba timbul ketika dia sedang memperlihatkan sisi badboynya, hingga kedamaian ketika aku bisa bersandar padanya di saat tergenting hidupku. Aku memejamkan mataku sebentar, merasakan betapa kacaunya perasaanku sekarang.

"Jisoo-sshi?" panggil seseorang. Jungkook. Lalu kutolehkan wajahku ke belakang, dia duduk di kursi penumpang belakang sedangkan aku di depan bersama supir. Sekarang kami berada di dalam satu mobil, menuju bandara.

"Kau ini sedang tidak fokus atau bagaimana? Daritadi aku memanggilmu," kata Jungkook sedikit kesal.

"Maaf, direktur. Ada apa?"

Dia menyerahkan sepaket dokumen dan membiarkan aku untuk menyimpannya. Aku merasakan atensinya terus tertuju padaku yang duduk di depannya, di samping supir. Tenang, aku sudah terbiasa.

***

Aku baru sadar bahwa Jungkook sekarang mengenakan pakaian yang sangat berbeda dibanding ketika di kantor. Apa yang aku lihat di Jungkook sekarang adalah apa yang aku lihat pada Jungkook waktu di Australia. Kaos oblong, celana jeans ketat, ransel, serta rambutnya yang dibiarkan fluffy. Tidak ada rambut klimis dengan foreheadnya. Sepatunya adalah sepatu timberland yang dia pakai dulu, bukan pantofel yang kalau dia berjalan bisa menggetarkan lantai kantor.

Oke, kini aku mulai tidak terbiasa. Setelah dia mentutorku dengan keformalannya selama dua minggu lebih, sekarang tiba-tiba dia membuatku bernostalgia lagi. Berkali-kali aku menghindari tatapannya. Aku tidak mau memiliki prasangka yang membuat hatiku lelah lagi. Kami berjalan beriringan ke dalam bandara dan sialnya, harus duduk bersebelahan selama di pesawat.

Aku harus bersyukur karena perjalanan korea jepang hanya membutuhkan satu setengah jam, sebuah waktu yang cukup singkat untuk duduk bersebelahan bersama Jeon Jungkook.

"Direktur cukup sederhana ya, tidak terbang di first class," ucapku ketika kami sudah sampai di bandara Tokyo. Aku tidak tahu keberanian apa yang muncul tiba-tiba ketika aku mengucapkan kalimat itu pada Jungkook.

"Mungkin karena aku biasa traveling, jadi itu bukan masalah," balas Jungkook sambil menatapku intens. Aku cukup kaget. Apalagi ketika dia memberikan smirknya padaku. Sebelum aku salah tingkah, aku beranjak memakai ranselku lalu berjalan ke pintu keluar.

"Tidak perlu cepat-cepat begitu jalannya. Memangnya kau tahu kita akan pergi kemana?"

Lalu aku memperlambat langkahku agar Jungkook bisa mengimbangiku kembali. Ini seperti magic, tiba-tiba saja Jungkook yang selalu memiliki wajah datar di kantor, sekarang jadi sering tersenyum. Rambutnya mengayun bebas, tidak ada minyak rambut yang membuatnya klimis seperti biasa. Kaos oblongnya terlihat begitu nyaman dia pakai. Celana jeans sobeknya mencetak jelas otot-otot kaki yang dia miliki.

Aku memang belum pernah melakukan perjalanan dinas dari kantor. Ini perjalanan dinasku pertama kali bersama Jungkook. Dia mengatakan staff kantor yang lain akan sampai di Tokyo besok sore karena sebenarnya pertemuan pentingnya adalah lusa. Jungkook berangkat hari ini hanya bersamaku karena aku adalah pemegang project yang akan kami ajukan. Kami berangkat dulu karena dia berniat untuk menemui kliennya secara personal sehingga bisa mendapatkan hasil yang memuaskan.

Dualisme [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang