13. Japan

2.3K 153 9
                                    

Kim Jisoo POV

Aku memang salah perkiraan untuk bisa mengabaikan Jungkook. Tapi aku juga tidak ada pilihan sekarang. Kami telah berada di sebuah ruang yang disebut kamar yang disewakan ajhumma pemilik tempat makan. Kamar ini hanya berada beberapa meter terpisah dari rumah makan. Hanya terdiri dari kasur lipat, sebuah lemari, dan meja nakas kecil yang berada di pinggir ruangan. Kasurnya masih terlipat, harus membukanya untuk bisa tidur malam ini.

Atensiku yang menyapu ke seluruh ruangan akhirnya terhenti pada Jungkook yang duduk di salah satu sisi ruangan yang masih sibuk dengan handphonenya. Raut mukanya terlihat sebal dan gemas sambil menaikkan posisi handphonenya untuk mencari sinyal. Memang lokasi ini tidak ada sinyal, makanya kami tersesat. Aku memutuskan untuk membuka travel bag yang baru saja aku ambil dari mobil, lalu berniat berganti baju yang lebih nyaman untuk tidur.

Tidur. Hal yang aku pikirkan saat ini. Hanya ada satu kasur lipat. Sebenarnya tidak apa-apa jika aku harus tidur di lantai, toh ada heater di kamar ini dan lantainya pun terbuat dari kayu, jadi tidak terlalu dingin.

"Benar-benar tidak ada sinyal," gumamnya kemudian menyerah dengan meletakkan handphone di meja nakas. Kini ganti Jungkook yang memperhatikan ruangan tempat kami berada. Lalu perhatiannya berhenti pada sosokku yang berada lurus di depannya, sedang membuka travel bag untuk mencari baju yang nyaman untuk tidur.

Sunyi, hanya ada suara hewan-hewan kecil seperti jangkrik atau serangga malam yang lainnya, aku tak paham. Rasanya cukup mencekam menyadari kami hanya berdua di sebuah bangunan kotak dan harus bersama semalaman.

"Noona....," ucap Jungkook yang kurasa masih memperhatikanku. Dia masih duduk di tempat yang sama, punggungnya bersandar di dinding.

"Hmm...."

"Aku jadi ingat road trip kita dulu kalau begini," katanya. Hanya sebuah kalimat, tapi seperti menggerogot antisipasi yang aku bangun dari tadi. "Aku merindukanmu."

Aku tahu rindu apa yang dimaksud Jungkook. Dia bukan pria polos seperti kesan dari matanya yang besar dan berbinar. Kalimatnya membuat fokusku mencari baju jadi berantakan. Harusnya aku tadi merindukan Seokjin. Tapi Jungkook telah menyitanya sejak kami turun dari bandara. Tidak, ini tidak boleh. Aku tidak boleh goyah karena Jungkook, walaupun kenyataannya pesona prianya sungguh luar biasa.

Kubalikkan tubuhku hingga kini kami berhadapan. Cahaya lampu kuning di kamar sangat mendukung suasana hening yang kami alami sekarang. Sejak dari kami sampai di Jepang, baru sekarang aku memperhatikan wajahnya begitu lamat. Tidak usah ditanya betapa tampan dan manisnya pria ini. Aku mengakui itu. Yang mengganggu adalah ekspresi Jungkook yang selalu bisa membahasakan keinginannya.

"Aku sungguh-sungguh," ucapnya lagi. Tubuhnya menggeser mendekatiku hingga lutut kami sekarang saling menyentuh.

"Aku tidak bilang kalau aku tidak percaya," balasku.

Suasananya menjadi sangat aneh. Jarak kami yang duduk berhadapan kelewat dekat, lutut kami yang bersentuhan, dan tangannya yang kini meraih tanganku untuk digenggamnya. Aroma ini, menusuk tiba-tiba tanpa permisi. Bau parfum beraroma musk yang membuatku ingin menghirupnya lebih. Aroma seorang Jeon Jungkook.

"Kalau noona bagaimana?" tanyanya. Mataku berusaha tak gentar menatapnya walaupun sekarang dadaku sedikit bergemuruh. Wajahnya terus mendekat.

"Iya tentu saja, aku juga. Tapi itu beberapa bulan yang lalu."

"Sekarang?" Jungkook semakin mendekat.

"Sedikit. Karena aku tidak bisa melihatmu sebagai orang yang sama seperti saat kita di Australia."

Jungkook menghentikan dirinya untuk terus mendekat padaku karena kalimat yang kusampaikan.

"Aku tadi kan sudah menjelaskan, noona.... ah," katanya mengeluh. Tatapan seksinya yang lamat kini berubah menjadi memohon.

Dualisme [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang