17. I Love Her

2K 163 37
                                    

Kim Jisoo POV

Perasaanku sudah lebih tenang. Sekarang aku berada di apartemen Seokjin dan tidak akan pulang ke apartemenku untuk sementara waktu, paling tidak sampai besok. Aku mengganti pakaian kantorku dengan kaos Seokjin yang diberikannya padaku di kamarnya. Sementara dia terdengar berbicara dengan seseorang melalui telepon, tapi aku tidak tahu dia berbicara tentang apa karena sekarang pria itu berada di balcon. Yang jelas, Seokjin menelpon sambil merokok. Aku bisa melihat visualnya sungguh seperti mafia. Tidak heran sih, mungkin seperti itu tabiatnya ketika emosi. Merokok.

Tepat setelah aku berganti baju, Seokjin masuk ke kamar menghampiriku. Aroma rokok langsung menyeruak ke dalam ruangan. Aku sampai menebak berapa banyak batang rokok yang sudah dihisapnya. Mata kami bertatapan sebentar. Ada perasaan takut, sedih dan serba salah. Seokjin tampak tidak suka ketika tadi aku bercerita tentang Jungkook. Iya, aku telah menceritakan semuanya, bahwa aku dan Jungkook telah saling mengenal sejak di Australia. Masuk akal jika dia tidak suka.

Tatapannya sekarang seperti sebuah tembok besar yang membatasi kami. Seokjin seperti pria yang tidak bisa disentuh, kaku dan dingin, bahkan melebihi Jungkook ketika di kantor. Padahal baru saja Seokjin melepas tubuhku dari pelukannya yang berdurasi beberapa jam karena aku terus menangis. Sekarang tiba-tiba dia menatapku begitu dingin.

Lalu sebuah nafas panjang lolos dari dirinya sambil mata yang terpejam sebentar, layaknya seorang yang menahan emosi yang begitu mendalam.

"Tidurlah, sudah malam," ucapnya begitu kaku. Langkah kakinya menjauhiku, keluar dari pintu kamar dan akhirnya membiarkanku sendiri di kamarnya. Aku tidak suka memiliki perasaan seperti ini. Aku tidak nyaman dengan Seokjin yang berekspresi marah seperti itu. Aku ingin bersamanya, tetap di pelukannya seperti tadi. Tapi aku bisa apa? Wajah tampannya yang terkesan dingin itu benar-benar tak tersentuh.

Dengan langkah yang teramat gontai, aku menuju ke tempat tidur, menyelimuti diriku dan mencoba memejamkan mata.

***

Hujan terus turun menderas membasahi pakaianku. Langkahku semakin berat seiring hawa dingin yang menyelimuti tubuhku. Aku menoleh kanan kiri dan tidak ada apapun selain perkebunan tanpa pemukiman sama sekali. Malam semakin larut, hanya lampu jalan yang berjarak setiap 20 meter menerangi langkah layuku.

Tubuhku rasanya kecil, aku berada di tengah jalanan perkebunan yang tak terukur panjangnya. Langkah kakiku semakin berat, aku lelah. Tungkaiku serasa kaku karena tidak ada alas kaki yang melekat padanya. Sudah berapa kilometer aku berjalan? Kenapa tidak ada seorang pun? Kenapa malam ini sangat mencekam dan hujan tidak segera mereda?

Aku menghentikan langkahku karena kakiku berdarah. Kemudian berjongkok, rasanya tidak sanggup lagi berjalan. Jalannya terlalu panjang, kakiku terlalu pendek. Lalu aku duduk dengan memeluk lututku di pinggir jalan. Hawa dingin semakin menusuk tubuhku. Bibirku bergetar dan membiru. Aku menangis dalam isakan yang ditenggelamkan oleh guyuran hujan.

"Jisoo, Jisoo!" panggil seseorang sambil menggoyangkan tubuhku. Aku terus menangis, tubuhku rasanya dingin. Orang itu terus menggoyangkan tubuhku lebih keras hingga membuatku akhirnya membuka mata.

Aku terbaring di sebuah ruangan, kamar Seokjin. Kurangkai ingatanku mengapa aku berada di sini? Seokjin memandangiku dengan khawatir, tubuhnya telah berbaring di sampingku. Tangannya mengusap pipiku yang penuh dengan air mata. Sesekali mengelus dahiku yang berkeringat dingin.

"Kau mimpi buruk ya?" tanya Seokjin khawatir. Aku membisu, mulutku rasanya kaku untuk menjawab. Rangkaian ingatanku belum sepenuhnya kembali. Lalu isakanku menderu, air mataku mengalir lagi. Seokjin memelukku teramat erat. Wajahku ditempelkan ke dadanya, tubuhku benar-benar kecil dibanding dengan tubuh tingginya.

Dualisme [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang