24. Kim Taehyung

1.5K 138 12
                                    

Author POV

Jisoo tahu sejak sepulang dari pesta ulang tahun perusahaan, perasaannya tidak enak. Seperti ada yang tidak beres. Tapi semua berusaha dia abaikan ketika Seokjin terus menemaninya sampai apartemen. Mungkin karena pertemuannya dengan Jung Hyun tadi membuat Jisoo jadi berpikir keras. Jisoo hanya tidak tahu akan berbuat apa untuk semua pengakuan Jung Hyun.

Yang jelas sekarang terjadi kesalahpahaman antara Seokjin, Taehyung, dan Jung Hyun tentang peristiwa meninggalnya kedua orang tua Jisoo. Setidaknya Jisoo tidak perlu membenci ayah Seokjin untuk hal itu.

"Kenapa, kau banyak melamun sejak bertemu ayah?" tanya Seokjin yang duduk di samping Jisoo. Mereka menghabiskan waktu sebentar dengan duduk santai di sofa setelah pulang dari pesta.

"Tidak. Hanya tidak menyangka saja kalau Tuan Jeon bisa mengatakan maaf tadi."

"Oh... Kau yakin tidak memikirkan apapun selain itu?"

"Mungkin ada yang lain, tapi aku belum yakin akan bercerita sekarang. Karena sudah sangat malam," kata Jisoo lalu menyandarkan kepalanya pada pundak Seokjin, terlihat cukup lelah.

"Apa kau ingin aku tidur di sini malam ini?" tanya Seokjin sambil mengecup puncak kepala Jisoo yang bersandar padanya.

"Kurasa kita tidak akan tidur kalau kau di sini malam ini, oppa," kata Jisoo. Seokjin terkekeh dan sangat mengerti perkataannya. Sebenarnya Seokjin tidak terlalu yakin untuk pergi dari apartemen Jisoo, meninggalkan gadisnya sendirian setelah pertemuannya dengan Jung Hyun tadi. Pria itu sangat yakin Jung Hyun mengatakan sesuatu yang membuat Jisoo pendiam sejak tadi. Seokjin terlalu hafal dengan segala gerak gerik serta raut muka Jisoo.

Tapi Seokjin juga paham kalau keberadaannya di sini hanya akan membuat Jisoo semakin lelah. Gaun Jisoo malam ini cukup mengganggu mata dan hormon prianya. Dia yakin tidak akan membiarkan tubuh mereka tidak melebur jika dia memutuskan untuk tinggal di apartemen Jisoo malam ini. Sisi lain hatinya mengerti bahwa Jisoo tidak dalam mood untuk melakukan hal-hal yang seperti dia inginkan.

"Ok, is it alright if i go now?" tanya Seokjin sekali lagi untuk meyakinkan. Jisoo mengangguk mantap. Tidak lama kemudian Seokjin berdiri untuk bergegas pergi. Tapi tentu tidak sesederhana itu. Kedua tangannya kini mengapit pinggang Jisoo, kepalanya menunduk untuk memberikan ciuman pada gadisnya.

Ciuman Seokjin memang tak pernah singkat. Memaksa Jisoo untuk mengalungkan kedua lengannya ke leher Seokjin sementara kaki kecilnya terus berjinjit. Apitan tangan kekar Seokjin di pinggang Jisoo semakin kencang hingga gadis itu terjatuh duduk kembali di sofa. Seokjin masih meneruskan melumat belah-belah bibir Jisoo dengan menindihkan tubuhnya di atas Jisoo.

Kalau saja handphone Seokjin yang berada di sakunya tidak bergetar, mungkin kegiatan mereka tidak akan terhenti. Pria itu akhirnya mengakhiri ciumannya yang mulai memanas, membuat Jisoo menarik nafas sekuatnya dan melega. Tubuhnya masih terkulai di sofa sementara Seokjin telah berdiri untuk mengangkat telepon. 

"Oh, iya.... Baiklah," ucap Seokjin pada seseorang di telepon, lalu menutupnya kembali. Pemandangan Jisoo yang terkulai di sofa karena sesi ciumannya tadi sekarang cukup mengganggu. Rambut yang berantakan, lipstik yang memudar, serta gaun yang terlalu terbuka yang dikenakan Jisoo, membuat feromon di tubuh prianya menyeruak.

"Tidak baik jika kau tidak segera berdiri," kata Seokjin setelah sadar bahwa tidak baik untuk dirinya melihat pemandangan Jisoo malam ini. Menyadari mata Seokjin yang akan menggelap, Jisoo segera berdiri dari sofa, merapikan rambut dan gaunnya yang sedikit berantakan.

"Selamat istirahat, sayang....," kata Seokjin setelah sampai di pintu apartemen. Sedetik kemudian pria berbahu lebar itu meninggalkan apartemen Jisoo.

Dualisme [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang