14. Want You

2.8K 157 20
                                    

Kim Jisoo POV

Kalau membicarakan kinerja seorang Jeon Jungkook, aku memang mengakui kehebatannya. Dengan usia yang masih sangat muda, dia benar-benar mampu mengelola perusahaan yang begitu besar seperti Posco. Bahkan menempuh berbagai cara untuk menghasilkan kerja sama yang bagus dengan perusahaan besar lainnya di Jepang.

Setelah bertemu secara personal dengan klien ketika kami sempat tersesat kemarin, Jungkook menghasilkan kesepakatan yang kami inginkan. Tidak banyak kesulitan yang kami alami karena kemampuan berkomunikasinya sungguh luar biasa. Aku berpikir apa dia memiliki semacam ilmu penggaet atau sejenisnya. Maksudku, menjalin kerja sama dengan Min Corp tidak semudah itu dari pengalaman sebelumnya.

Kami masih berada di ruang pertemuan, tapi pertemuannya sudah selesai. Maka setelah mengucapkan selamat pada Jungkook, kami para karyawan mengundurkan diri untuk persiapan pulang ke Korea. Aku membereskan dokumen dan barang-barangku yang berserakan di meja sebagai bahan pertemuan tadi. Pada saat yang sama, mataku bertemu dengan Jungkook yang hendak meninggalkan ruangan. Aku kira dia akan tersenyum atau mengatakan hal yang penting. Tapi ternyata Jungkook malah membuang kembali mukanya, bergegas meninggalkan ruangan. Hei, apa maksudnya?

Iya aku tahu bahwa hal-hal yang pernah kami lakukan seharusnya tidak ada orang yang tahu. Bagaimanapun aku juga tidak ingin menjadi sorotan karena dianggap memiliki affair dengan atasan. Tapi sikap Jungkook yang terlampau ketus terhadapku setelah malam itu tidak bisa kuterima. Bagaimana bisa pria yang memujaku semalam penuh tiba-tiba menjadi dingin dan kaku hanya berselang 24 jam.

Rasanya seperti kembali ke reality. Dan kemarin momen dari bandara Tokyo hingga tersesat adalah aku ketika menjadi cinderella bagi Jungkook. Sekarang aku kembali menjadi upik abu yang tiba-tiba Jungkook tidak mengenalku kembali. Aku tidak suka memiliki perasaan seperti ini. 

Aku menjadi orang terakhir yang keluar dari ruang pertemuan. Sengaja, moodku anjlok untuk mengobrol dengan siapapun karena mengingat raut wajah Jungkook yang kembali kaku dan dingin. Pertemuan tadi berlangsung di hotel yang menjadi tempat tinggal kami di Jepang, untung saja. Jadi aku hanya perlu menekan lift dan kembali ke kamar untuk beristirahat.

Semua berjalan sesuai rencana hingga aku sampai ke lantai dimana kamarku berada. Tapi sebuah tangan tiba-tiba mencengkramku membuat gagal untuk kembali ke kamarku sendiri. Jungkook menarikku begitu saja ke sebuah ruangan tepat ketika aku berjalan beberapa langkah keluar dari lift. Ruangannya ini adalah sebuah kamar. Kamarnya tentu saja.

"Noona....," panggilnya ketika berhasil membuatku masuk ke dalam kamarnya. Aku membalas panggilannya hanya dengan tatapan.

"Maafkan aku tadi acuh padamu," katanya. Raut mukanya jauh berbeda dengan saat kami berada di pertemuan tadi. Tidak ada wajah kaku dan dingin, tapi malah muka yang sedikit memelas.

"No problem," jawabku santai. Tapi sebenarnya aku tidak sesantai itu.

"Really?" tanyanya dengan mata membelalak. Aku menyipitkan mata, membuang nafas begitu panjang, kesal.

"Jungkook, aku tahu kita tidak mungkin akrab di depan orang lain. Tapi bukan berarti kau ketus kepadaku. Karena sikap ketusmu padaku itu lebih tinggi daripada ke yang lain," jelasku.

Matanya masih membesar, bibirnya membentuk o dengan keimutan yang luar biasa. Rasanya sedikit aneh melihat ekspresinya seperti ini dengan pakaian yang formal.

"Soalnya aku grogi kalau lihat noona. Inginnya terus melihat, memperhatikan, tapi harus pura-pura. Aku jadi tidak sadar kalau malah ketus."

"Yayaya... Aku mengerti. Sekarang aku mau istirahat dulu," pamitku. Tapi Jungkook justru menarikku kembali.

Dualisme [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang