BAB 19 'Semesta Juga Mendukung'

73 6 6
                                    

Ujian Nasional telah usai sejak beberapa hari yang lalu. Kini, Samudra sedang asik dikamar bermain game. Tak lama pintu kamarnya terbuka dan terdapat mentari sedang membawa banyak buku pelajaran karena ia sedang ulangan akhir semester.

Samudra hanya melirik Mentari dan melanjutkan gamenya, ia tahu tujuan mentari ke kamarnya hanya meminta Samudra untuk mengajarinya.

"Bang matiin dulu gamenya ajarin gue."

Samudra pura-pura tidak mendengar perkataan mentari.

"Biasanya orang yang pura-pura budeg nanti budeg beneran."

Samudra menoleh karena mendengar perkataan Mentari lalu tersenyum.

"Sabar ya adikku cantik, dikit lagi kelar ko. Tunggu kamar lo aja nanti gue kesana."

"Jangan lama-lama, besok gue MTK."

"Iya bawel udah sana."

Mentari menutup pintu lalu menuju kamarnya. 

Mentari sudah satu jam menunggu namun, Samudra tak juga ke kamarnya. Akhirnya ia kembali lagi ke kamar Samudra.

"ABANGGGGGG!!!" Panggilnya geram.

"Kok lo malah tidur sih, katanya mau ngajarin gue." Ucapnya sambil menarik tangan Samudra yang kini terbaring di kasur.

"Apaan si dibilang tunggu kamar aja, nanti juga ada yang ngajarin lo." Ucap Samudra 

"Hah siapa?"

Tiba-tiba terdengar suara bel rumah.

"Sana bukain pintunya, orang yang gue telpon udah dateng buat ngajar lo."

"Banggg, tapi kan gue nyamannya di ajarin lo."

"Udah sana bukain aja, lo juga pasti nyaman ko belajar sama dia."

Dengan malas Mentari berjalan menuju pintu. Ketika ia membuka pintunya terdapat Biru sedang duduk di teras rumah.

"Biruu?"

Biru menoleh kearahnya lalu tersenyum.

"Mari masuk."

Mereka berjalan menuju kamar Mentari.

"Jadi apa yang mau Biru ajarin ke aku?"

"Seharusnya saya yang nanya."

"Besok kita sama-sama ulangan dengan mata pelajaran yang sama. Matematika itu gak susah kok kalau kamu ngerti dasarnya."

"Aku tahu itu Biru."

"Lalu apa apa yang perlu ku ajarkan peri kecilku?"

Mentari tersipu malu lalu mengambil bukunya.

"Ini." Sambil menyodorkan soal yang sedang ia kerjakan.

Biru mengoreksi dengan teliti soal yang dikerjakan oleh Mentari. 

"Kau pandai namun ceroboh." Ucap Biru sambil mencubit pipi Mentari.

"Lihat, dari awal aja kamu sudah salah Mentari." 

"Salah dimananya?"

"Nih, sejak kapan Sin 45˚ itu ½. Coba kamu lihat buku catetan matematikamu."

Mentari membuka catatan matematikanya untuk membuktikan benar atau tidak.

"Hehehe iya Biru aku salah."

"Lain kali kamu harus teliti. Nanti kalau nilai matematika kamu bagus saya kasih hadiah deh." 

"Bener ya?"

"Saya gak pernah boong sama orang yang paling saya sayang."

"Kenapa Biru sayang sama Mentari?"

Biru mendekatkan mukanya kepada Mentari, lalu berbisik ditelinganya.

"Sudah takdir dari sang pencipta bahwa saya harus sayang dan menjaga mu." Bisiknya.

"Semesta juga mendukung kita akan bersatu." Balas Mentari yang membuat Biru gugup mendengarnya.

"Tetapi semua kembali dan tergantung kepada takdir." Ucap Biru lalu pergi ke balkon sambil bermain gitar. Sementara itu Mentari melanjutkan belajarnya.

Ketika belajar ia memperhatikan Biru dari dalam kamar, menikmati alunan nada yang sedang dipetik olehnya. Namun ada hal yang menjanggal, Biru nampak murung ketika ia sedang bermain gitar.

"Biru."

Biru menoleh lalu ia berhenti bermain gitar.

"Kenapa udah selesai belajarnya? Atau mau nanya soal?"

Mentari menggeleng lalu ia duduk di sebelah Biru.

"Dilanjutin belajarnya."

"Semua soal udah aku kerjain Biru."

Lalu Biru mengangguk dan melanjutkan main gitarnya.

"Biru." Panggilnya.

"Ada apa lagi Senjani."

"Kau nampak murung."

Biru tersenyum lalu membenarkan duduknya dan menghadap Mentari.

"Kau tahu apa yang sedang saya pikirkan?"

Mentari menggeleng.

"Dirimu." Lalu ia kembali bersandar.

"Kenapa kamu memikirkan aku?"

"Karena saya takut."

"Takut kenapa?"

"Takut jika semesta mendukung namun takdir berkata tidak."

Mentari tersenyum lalu ia kembali bertanya.

"Sebegitu takutnya?"

"Iya, karena saya takut suatu saat nanti saya akan  kehilangan mu."

"Maksudnya?"

Biru menoleh kearahnya lalu menggenggam tangan Mentari.

"Tidak usah di pikirkan. Semangat besok tinggal sehari lagi ulangannya."

Mentari tersenyum lalu memeluk Biru dengan erat.

"Jangan murung lagi, Mentari gak suka melihat langitnya murung."

"Tidak akan pernah selagi masih bisa melihat senyummu." Lalu Biru membalas pelukannya.



HAI HAI HAI MAAF YA AKU JARANG UPLOAD HEHEHE.

SEJUJURNYA AKU MASIH TAKUT DAN MASIH RAGU UNTUK MELANJUTKAN CERITANYA.

SEMOGA KALIAN SUKA!!! 
JANGAN LUPA DI VOTE AND SHARE YA💙






Mentari & BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang