Pukul 11 malam, Hira baru sampai di rumahnya. Ia merasakan kelelahan akibat terkena macet di sekitaran Ambarawa. Gadis itu lalu memilih masuk ke dalam kamarnya. Seperti hari-hari sebelumnya, kedua orang tuanya masih belum pulang dari dinasnya apa lagi sekarang Damar sedang menemani Panglima Kodam lawatan ke Sumatra dan Kencana sedang sibuk koordinasi dengan Satlantas guna menyambut hari natal dan tahun baru.
Gadis itu ternyata merasa lapar sehingga mencari makanan dengan membuka kulkas dan ternyata tidak ada makanan sama sekali. Sambil menghembuskan nafasnya karena kecewa, Hira mengambil jaket dan dompetnya. Ia berencana makan di kucingan depan kompleks perumahannya.
Berjalan sendiri tengah malam tak membuatnya takut. Seperti namanya yang berarti keberanian, gadis itu benar-benar berani. Bahkan sudah biasa melihat hal-hal yang di luar batas kemampuan manusia normal lainnya. Baginya rasa takut hanya dia persembahkan kepada Tuhan dan kedua orang tuanya.
Rasa dingin begitu terasa menusuk karena habis di guyur hujan sore tadi. Hal ini membuatnya mengeratkan jaket bomber berwarna hitamnya itu. Hira lalu berdecak ketika melihat petugas yang berpatroli di dekat gerbang perumahannya. Ini artinya, ia tak dapat bergerak bebas dan pasti akan terkena interogasi ketika hendak keluar dari asrama
"Mau kemana mbak? Ini sudah malam." Tegur salah satu petugas yang berjaga di pos. karena malam yang agak remang serta Hira yang menutupi kepala dengan hoodienya, membuat petugas itu tidak ngeh kalau itu adalah Hira
"Mau cari makan Om. Hira lapar di rumah nggak ada makanan." Ucap Hira. Hal itu membuat petugas yang berjaga langsung berdiri dan menghampiri Hira
"Mari saya antar saja mbak, nggak baik pergi sendiri malam-malam." Hira sudah menduga sebelumnya. Mana mungkin ia bisa lolos dengan mudah.
Hira menghembuskan nafasnya pelan, merasa lelah jika harus berdebat dengan Kopral di depannya itu. "Nggak perlu Om. Hira bisa sendiri kok. Lagipula cuma mau ke angkringan depan sama minimarket depan sana. Di angkringan juga pasti ada orang juga kan." Ia bukan anak kecil sehingga tak suka masih di awasin untuk sekedar hal kecil saja, itu berlebihan.
Lalu om tentara itu memilih membiarkan anak atasannya itu keluar. Lagipula Hira sudah terkenal pandai bermain kata dan kadang mereka kehabisan kata-kata di depan gadis yang terlihat polos itu. Hira juga bukan tipe anak yang macam-macam sehingga langsung di biarkan saja ketika keluar.
Setelah sampai di angkringan seperti sudah biasa, Hira langsung mengambil satu bungkus nasi ati ampela yang menjadi favoritnya. Dengan lahapnya ia makan dan mengambil satu bungkus lagi. Sedangkan ia tak memperdulikan orang-orang yang berada di angkringan tersebut yang mayoritas laki-laki. Baginya perutnya lebih penting ketimbang menuruti gengsi yang tak ada habisnya.
"Mbak Hira minumnya apa?" Tanya pemilik angkringan. Saking seringnya Hira dating, bapak tersebut sampai kenal baik dengan Hira.
"Susu hangat satu Pak."
"Siap."
Hira lalu melirik laki-laki yang sedari tadi menatapnya terus menerus. Laki-laki yang masih mengenakan seragam tersebut terlihat asing di mata Hira.
"Kalau liat jangan sampai segitunya Gat." Celetuk teman di sebelahnya dengan sengaja. Lalu laki-laki itu gelapan sendiri dan malah di tertawakan oleh kawannya di samping kirinya.
Setelah meneguk habis minumannya. Gadis itu membayar dan berpamitan kepada bapak pemilik angkringan. Rencana Hira akan mampir ke minimarket untuk membeli makanan ringan.
"Siapa bang tadi?" tanya laki-laki yang sedari tadi menatap Hira.
"Cantik ya bang?" lalu prajurit bernama Wawan mengetuk kepala adik asuhnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hira
General FictionApasih yang buat kamu bahagia? Uang, wajah cantik atau mungkin kebebasan. Bagi gadis bernama Hira Nirbita Airlangga Hirawan kebebasan adalah hal yang ia tunggu sejak dulu. Uang tak memberinya kebahagiaan yang hakiki. Hanya sebatas formalitas yang me...