Hira tiba-tiba terbangun ketika azan subuh. Biasanya gadis itu bangun pukul lima pagi, tetapi pagi ini tiba-tiba subuh ia sudah terbangun. Lantas ia menunaikan kewajibannya. Ia rencananya ingin membuat nasi goreng untuk sarapan. Tetapi ketika hendak memasak, tiba-tiba ia di telpon oleh adik Barata.
"Iya ada apa Rin?" tanya Hira pada Rindang, adik Barata, tak biasanya Rindang ini menelpon dirinya.
"Mbak bisa pulang ke Semarang nggak sekarang? ada urusan penting."
"Urusan apa Rin?"
"Udah mbak pulang aja dulu, nggak bisa di jelasin lewat telepon."
"Tapi mbak belum izin Rin. Gimana?" Hira bingung sebab tiba-tiba ada urusan mendadak begini.
"Mbak, tolong ya?"
"Iya mbak usahain cepet. Eh kok suaramu serak begitu? kenapa?"
Rindang sedikit terkekeh di sana, "nggak papa kok mbak, lagi musimnya pilek ini."
"Oh yaudah, cepet sembuh ya, Mbak langsung ke Semarang ini deh."
Kemudian Hira langsung mandi dan pergi ke kantornya untuk izin sehari pulang, terpaksa Hira membuat surat izin ada urusan keluarga secara mendadak biarlah nanti ia terkena teguran tapi nampaknya urusan keluarga lebih penting. Kemudian gadis itu mencoba menghubungi Barata, kali aja Barata tahu dengan apa yang sedang terjadi, namun nampaknya gawai Barata mati. Hira yang sudah kepepet langsung gas ke Semarang dengan mengendarai mobilnya sendiri.
Kurang lebih 3 jam akhirnya Hira sampai di Semarang dan sekarang menunjukkan pukul 10 pagi. Hira langsung menuju rumah orang tua Barata sebab Rindang meminta Hira datang ke rumahnya.
Hira lantas mengernyitkan dahinya ketika melihat rumah orang tua Barata yang ramai. Selain itu juga, banyak orang yang menggunakan peci dan jilbab. Lalu Siapakah yang meninggal? apakah kakeknya Barata yang sudah sakit-sakitan itu, lalu mengapa Hira tak di beri tahu sejak awal?
Hira kemudian mengambil pasmina dan mengenakannya. Beruntung ia memakai celana kulot dan lengan panjang.
"Mbak Hira." Panggil Rindang dengan suara serak dan mata sembab.
"Siapa yang meninggal Rin?" tanya Hira. Ia sudah bingung dan tak mengerti harus berbuat apa. Ia seolah olah menjadi orang bodoh yang tak tahu apa-apa.
"Masuk dulu yuk mbak." Kemudian Rindang membawa masuk Hira dan disana mama Barata sudah menangis histeris di pelukan sang suami.
"Mama?" ucap Hira lirih. Demi apapun ia tersayat hatinya melihat calon ibu mertuanya itu menangis dengan histeris.
"Ya Allah Hira," kemudian Hira mendekat dan memeluk calon mama mertuanya itu.
"Siapa yang meninggal ma?" tanya Hira di sela-sela pelukannya.
Namun justru mama semakin histeris, membuat Hira semakin bingung dan menatap sekitarnya dengan tatapan menuntut.
"Ya Allah Barata.." Sebut nama yang semakin membuat Hira ketakutan.
'Ya Allah semoga jangan.' rapal Hira dalam hati. Semoga apa yang ia pikirkan tidaklah benar.
"Nak, kamu yang sabar ya, Allah lebih sayang sama Barata." Bisik mama pelan dengan sisa tangisnya. Lantas Hira mencoba memejamkan matanya berusaha menyakinkan bahwa ini semua hanyalah mimpi belaka.
Namun sayang, ternyata semua ini nyata. Seketika hatinya nyeri dan tak kuasa membendung kehilangan yang amat dalam. Secepat itukah? baru tadi malam mereka berbagi tawa tetapi hari ini Hira justru di hampiri duka yang meluluhlantakkan hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hira
Narrativa generaleApasih yang buat kamu bahagia? Uang, wajah cantik atau mungkin kebebasan. Bagi gadis bernama Hira Nirbita Airlangga Hirawan kebebasan adalah hal yang ia tunggu sejak dulu. Uang tak memberinya kebahagiaan yang hakiki. Hanya sebatas formalitas yang me...