Tatas, Tutus, Titis, Titi Lan Wibawa

15.8K 1.3K 209
                                    

Akhirnya hari wisuda Hira pun tiba. Penantian 4 tahun penuh perjuangan, air mata dan sebagainya sudah Hira lalui. Gadis itu juga banyak menemukan makna hidup selama 4 tahun ini. Makna tentang mengikhlaskan dan sabar. Hira juga belajar banyak tentang kehidupan yang tak selalu sesuai apa yang ia inginkan.

Setelah upacara pengukuhan doktornya, Hira mengajak kedua orang tuanya ke studio foto dan secara khusus pula Raksa kembali ke Jawa selama seminggu sebagai cuti tugasnya. Hal itu tentu sangat menggembirakan bagi keluarga Damar. Raksa sekarang mendapat tugas di Kalimantan.

Mereka satu keluarga foto bersama di studio foto. Sebelumnya mereka belum pernah foto bareng satu keluarga sehingga momen kali ini mereka memanfatkan dengan baik hal itu. Mereka hanya ingin mengabadikan momen bersama sebelum Hira maupun Raksa nanti menikah dan mempunyai kehidupan sendiri-sendiri. Apalagi wisuda kali ini menjadi hal membanggakan di keluarga besar Damar maupun Kencana. Putri mereka berhasil meraih doktor diusia mudanya.

Sebelum pengukuhan doktornya, Hira sudah mengajar di salah satu Perguruan tinggi di Jogjakarta. Sebenarnya, Hira sudah di tawari untuk mengajar di Semarang saja, tetapi gadis itu memilih bekerja di Jogja dulu dan akan pindah ketika sudah menikah nanti.

"Mah kebayanya udah di ambil?" tanya Hira pada Kencana.

"Udah, tadi pagi mama nelpon Mbak Ratih supaya besok di anter ke rumah." Rencananya Kencana, Damar dan Raksa langsung balik ke Semarang, sedangkan Hira masih stay di Jogja.

"Dek, nanti jangan mepet pulangnya loh ke Semarang." Ujar Kencana kembali.

"Iya mah, nanti kalau udah selesai urusannya, cus langsung pulang deh. Kan Hira baru aja ngajar satu semeter ini." Hira juga tak mungkin banyak mengambil cuti karena masih menjadi dosen baru disana. Sementara pekerjaan di BPBD rencananya akan di tinggalkan atau resign ketika nanti sudah menjadi dosen tetap. Hira juga masih kelabakan membagi waktu pekerjaannya itu. Kadang sehari bisa bolak-balik ke kampus dan ke kantor BPBD. Tetapi itu semua sudah menjadi resiko tentunya.

Kencana mengangguk memaklumi. Ia sadar jika Hira bukan anak kecil lagi yang masih ia atur. Hira sudah dewasa dan punya kehidupan sendiri kali ini.

"Kuliner Jogja paling enak dimana dek?" tanya Raksa. Memang Raksa ini paling suka mencoba kuliner baru di tempat baru, persis seperti kembarannya.

"Ya Allah Bang, baru dua jam yang lalu loh Abang makan nasi box. Ini udah laper lagi?" cibir Hira. Sedangkan Raksa bodo amat, yang penting perutnya kenyang. Memang Raksa ini mudah sekali lapar dan punya porsi kuli.

"Beli di Lombok Ijo aja." Usul Kencana. Kencana sudah punya langganan di beberapa tempat di Jogja.

Lantas mereka mengangguk setuju. Sekalian juga mereka quality time bersama keluarga.


*****


"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha bilmahril madzkur haalan." Sebuah kalimat sakral meluncur lancar dari mulut laki-laki berusia 30 tahun itu. Ucapan sah dari saksi menambah syukur laki-laki itu karena berhasil menghalalkan perempuan yang menjadi pujaan hatinya itu. Gumaman syukur juga terdengar diantara tamu undangan yang ada.

Hira tersenyum. Rasanya lega ketika mendengar laki-laki bernama lengkap Gagat Sadewa Purwanto itu mengucap ijab qabul.

"Hira?" Hira kemudian menoleh ke arah orang yang memanggilnya.

"Askhia?"

"Ya Allah kamu cantik banget." Ucap Askhia tersenyum lebar. Askhia adalah teman Hira sewaktu SMA. Sedangkan Hira hanya mampu tersenyum lebar. Gadis itu mengenakan kebaya berwarna pink dengan aksen sederhana namun pas di badannya.

Hira Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang