Lama tak bersua mungkin membuat mereka bingung untuk berbicara apa. Ketika Hira hendak kembali ke tempat yang sudah ia duduki di dekat pintu, ternyata sudah di tempati orang. Akhirnya Gagat menawarkan tempat untuk Hira.
Sedangkan kedua teman Gagat hanya menatap mereka berdua penuh tanya. Akhirnya mereka memilih bangkit dari duduknya setelah kode-kodean lewat mata.
"Eh mau kemana kalian?" tanya Gagat begitu temannya itu hendak pergi.
Sedangkan salah satu temannya tersenyum, "mau balik Gat. Gue sama Putra ada urusan bentar. Lo di sini saja nemenin nona cantik ini." Temannya Gagat itu tersenyum menggoda ke arah Gagat yang justru menaikkan sebelah alisnya.
"Kalian nggak pro sama gue. Tau ah terserah lo." Kedua teman Gagat lantas terkekeh dan pamit kepada Gagat dan Hira.
"Jangan lupa eksekusi Gat." Sebelum benar-benar pergi, Putra, salah satu temannya tadi mengerling ke arah Gagat sambil tersenyum menggoda. Sedangkan Gagat sudah ingin mencak-mencak saja.
Lantas Gagat menatap Hira yang sedari tadi masih terdiam. "Gimana kabarmu dek?"
Bukannya menjawab, justru Hira terkekeh kecil. "Setelah sekian lama akhirnya aku bisa dengar suara bang Gagat panggil aku dek." Tawa kecil masih tersisa, membuat Gagat ikut tersenyum.
"Aku baik bang. Kalau bang Gagat?" tak ada raut wajah marah ataupun kecewa di wajah Hira seperti kejadian beberapa tahun yang lalu. Hira dewasa terlihat tenang dan bijak. Begitulah yang Gagat lihat.
"Baik dek." Hira lantas tersenyum, kemudian menyesap teh tarik panas yang baru saja ia pesan.
"Abang pindah kesini?" tanya Hira lagi.
"Iya, abang baru di pindah lagi setahun yang lalu. Ya begitulah, kamu juga pasti paham." Hira mengangguk sambil tersenyum tipis. Terlahir di keluarga tentara membuatnya paham jika tentara pasti akrab dengan namanya pindah tugas sana sini.
"Ya aku kira masih di Sulawesi, Bang."
"Oh ya, mau kemana dek? kok kayak habis dari bandara?" tanya Gagat. Ia masih penasaran mengapa bisa bertemu dengan Hira lagi dan tempat mereka bertemu pun di luar prediksi mereka. Baik Gagat maupun Hira tak menyangka jika mereka bisa bertemu lagi.
"Sebenarnya Hira dari Sulawesi terus mampir ke Surabaya karena om ada acara di sini." Jelas gadis itu. Mereka bahkan tidak canggung seperti di awal tadi. Mereka berusaha sesantai mungkin meskipun sama-sama pernah mengalami fase pahit di masa lalu.
Gagat kemudian mengangguk, "Sekolah kamu gimana? udah lulus ya?" tanya Gagat lagi. Rasanya Gagat ingin bertanya lebih pada gadis itu. Namun nampaknya terbatasnya waktu membuat Gagat mengurungkan niatnya.
"Kalau S1 udah Bang. Ini tinggal nunggu sidang disertasi S3."
Gagat nampaknya agak kaget, "loh udah S3?"
Hira terkekeh kecil dan mengangguk, "iya Bang. Aku ambil beasiswa yang langsung S2 dan S3."
"Oh pantes cepat. Hebat kamu dek." Ujar Gagat yang membuat Hira menggelengkan kepalanya, "Semua kan berkat do'anya Bang Gagat juga. Banyak yang berdoa baik untuk Hira makanya banyak limpahan nikmat dan kemudahan untuk Hira."
"Eh Bang, Hira duluan ya, udah di tunggu om nih di depan. Makasih ya bincang-bincangnya." Hira hendak beranjak namun di cegah kembali oleh Gagat.
"Dek, abang minta nomor WA mu boleh?"
*****
"Mbak, kapan-kapan ajak Aruna keliling Jogja ya? sama nanti ajak keliling Semarang." Akhirnya Hira sampai di rumah omnya itu sekitar pukul 8 malam. Sesampainya di sana, Hira langsung di suguhi banyak makanan sekalian makan malam bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hira
General FictionApasih yang buat kamu bahagia? Uang, wajah cantik atau mungkin kebebasan. Bagi gadis bernama Hira Nirbita Airlangga Hirawan kebebasan adalah hal yang ia tunggu sejak dulu. Uang tak memberinya kebahagiaan yang hakiki. Hanya sebatas formalitas yang me...