Lantunan surat yasin terdengar samar di antara angin sore yang berhembus pelan. Duduk diantara sepinya makam tak membuat Hira takut. Gadis itu tetap melanjutkan ziarahnya ke makam Barata. Sebelum kembali ke Jogja, Hira menyempatkan dirinya untuk berziarah ke makam Barata. Sudah lama ia tak berziarah ke sana.
Selesai membaca surah yasin dan al fatihah, Hira berdoa seraya menadahkan tangannya. Kemudian tangan gadis itu bergerak menaburkan bunga ke atas pembaringan terakhir Barata.
"Nak Hira?" kemudian gadis itu mendongak dan langsung berdiri ketika tahu siapa yang memanggilnya.
"Mama?" kemudian gadis itu mencium punggung tangan Mama Barata dan memeluk perempuan senja itu.
"Ya Allah, akhirnya ketemu kamu lagi. Gimana kabarmu nak?" tanya Mama Barata.
Hira tersenyum, "alhamdulillah baik Ma. Kalau mama?" Hira masih memanggil mama Barata dengan panggilan mama atas permintaan perempuan itu sendiri. Hira juga sesekali berkomunikasi dengan Rindang adik Barata hanya sekedar bertanya tentang keadaan sang mama.
"Alhamdulillah mama juga baik. Kamu cantik pakai hijab gini." Mama Barata tersenyum, begitupun Hira.
"Mama bisa aja. Mama kesini mau ziarah juga?"
Mama mengangguk, "iya Ra, sekalian tadi ziarah ke makam saudara." Lalu mama berjalan mendekati makam Barata dan duduk dengan kursi kecil yang sengaja beliau bawa.
Lantas Hira berjongkok mendekati makam Barata. Hira kembali ikut berdoa dengan mama. Selesai berdoa, mama menoleh ke arah Hira, "kamu masih sendiri nak?"
Hira tersenyum tipis dan mengangguk, "iya Ma. Hira masih sendiri. Tapi Hira juga ikhtiar."
Mama lantas merangkul Hira. Inilah yang Hira sukai, dirinya sudah dianggap seperti putri sendiri oleh mama Barata. Mama Barata amat menyayanginya dan begitu perhatian.
"Mama do'akan semoga kamu cepat menemukan jodohmu nak."
Hira tersenyum seraya merapalkan doa di dalam lubuk hatinya terdalam. Mengamini setiap doa baik yang diucapkan oleh mama.
"Ma, Hira pamit dulu ya, Mama sehat-sehat yah." Kemudian Hira memeluk mama Barata dengan sayang, begitupun mama. Dalam lubuk hati terdalamnya, mama masih berharap jika Hira lah yang menjadi menantunya. Namun ternyata takdir bertindak lain dan beliau harus ikhlas dengan hal itu.
"Iya nak. Makasih ya masih ingat sama almarhum." Ujar mama. Kemudian Hira mengangguk dan langsung mencium tangan kanan mama dengan takzim.
"Hati-hati ya Ra. Habis ini mama yakin kamu bakal ketemu sama jodohmu."
Sementara itu Hira hanya bisa tersenyum sebagai jawabannya.
*****
Ternyata menjadi dosen lebih berat ketimbang ia bekerja di BPBD. Mungkin sebagian orang menganggap dosen itu enak dan sebagainya, namun tak banyak yang tahu jika dosen itu tanggung jawabnya banyak. Mereka berusaha keras untuk belajar lagi dan lagi agar bisa up-to-date dengan hal-hal sekitar. Dosen dituntut cerdas dan mampu memberikan solusi setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh mahasiswa yang kadang kelewat jenius.
Selain itu, Hira sekarang memegang bimbingan untuk PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) dimana program itu menjadi ajang bergengsi di kalangan mahasiswa. Bisa menyabet medali emas, bebas sudah skripsian dan auto A skripsinya, begitu diterapkan di beberapa universitas.
Sering kali lembur dan pulang malam tak membuat Hira patah semangat. Justru gadis seperempat abad itu makin semangat mengembangkan ilmunya. Berusaha menularkan ilmunya kepada mahasiswa. Suatu kebanggaan ketika murid didiknya itu berhasil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hira
Fiction généraleApasih yang buat kamu bahagia? Uang, wajah cantik atau mungkin kebebasan. Bagi gadis bernama Hira Nirbita Airlangga Hirawan kebebasan adalah hal yang ia tunggu sejak dulu. Uang tak memberinya kebahagiaan yang hakiki. Hanya sebatas formalitas yang me...