Akhir tahun telah tiba. Saatnya Hira beserta keluarga menikmati libur bersama. Setelah kemarin Damar dan Kencana sibuk dengan tugasnya, kini mereka mendapat cuti akhir tahun dan di manfaatkan untuk berlibur ke Jogja. Sudah puluhan kali mereka ke Jogja tetapi tak sedikitpun merasa merasa bosan. Jogja seakan memiliki magnet tersendiri sehingga tak satupun dari mereka bosan apalagi jika di suruh berjalan di sepanjang Malioboro, mereka akan betah.
Sebelum sampai ke Jogja, mereka menyempatkan menjemput Raksa di Magelang. Kebetulan libur sekolah sudah tiba dan Raksa pun mendapat jatah libur sekolahnya. Diantara mereka yang paling antusias adalah Hira. Gadis cantik itu tak sabar ingin bertemu dengan yangtinya dan sepupunya yaitu bang El yang sedang menempuh pendidikan di Angkatan Udara. Sedangkan Rumi sedang menempuh pendidikan di UGM.
"Bang,"
"Apa?"
"Nanti malam kita jalan berdua yuk. Nggak usah sama mama dan ayah." Kencana yang berada di kursi depan melirik putra putrinya yang nampak berbisik-bisik.
"Kalian ngomong apa sih? kok bisik-bisik gitu?"
Hira tersenyum misterius, "kepo. Pokoknya mama nggak boleh tahu."
Kencana terkekeh, "hayo kalian main rahasia ya sama mama. Ayo jawab!" Lantas Hira tertawa.
"Nggak ma, Hira sama abang cuma mau jalan-jalan berdua nanti. Tanpa ayah dan mama." Lalu Hira melirik sang ayah yang sedang fokus menyetir.
"Nanti ayah juga mau jalan sendiri sama mama lah. Kalian jalan aja nggak papa asal berdua dan nggak boleh lewat jam 10."
"Yahhh... kok sebentar sih. Jam 11 ya?"
"Nggak bo-
"Boleh," sahut Kencana cepat. Lalu dengan cepat pula Kencana memegang tangan Damar dan memberikan pengertian lewat tatapan matanya.
"Biar mas, ada Raksa kok." Bisik perempuan itu. Damar hendak memprotes namun di cegah oleh sang istri.
Di belakang Hira nampak bersorak senang. Kapan lagi ia diberi kebebasan. Selama ini ia selalu di batasi oleh sang ayah dan kali ini sang mama berpihak padanya. Akhirnya ia bisa jalan-jalan malam dengan puas.
Tak terasa mereka sampai di rumah orang tua Kencana. Setelah pensiun, orang tua Kencana memutuskan untuk menetap di Jogja. Selain karena di Jogja banyak saudara yang lain, Jogja juga memberi kenyamanan tersendiri bagi pasangan manula tersebut.
Rumah sederhana khas Jogja yang klasik menjadi pandangan pertama mereka. Halaman rumah di penuhi tanaman yang di rawat rutin oleh pasangan manula tersebut. Dimasa tua, orang tua Kencana lebih sering menghabiskan waktunya untuk berkebun maupun berkeliling Jogja.
"Assalamualaikum, yakung yangti... Hira datang." Seperti biasa, Hira akan berteriak memanggil eyangnya itu. Hal itu kadang membuat Kencana menggelengkan kepalanya ketika melihat putrinya yang bertingkah seperti anak kecil.
"Hira berisik! nggak sopan!" ada yang cerewet ada pula yang irit bicara. Dan seperti biasa, Raksa mengingatkan sang adik yang kelewat aktif itu.
Lalu pasangan manula itu keluar dengan senyum cerahnya. Mereka senang akhirnya kedua cucunya itu datang. Hal yang paling dirindukan ketika sudah tua adalah ketika cucu-cucu mereka yang datang dengan membawa senyum yang cerah.
"Wa'alaikumussalam. Akhirnya kalian datang juga." Yangti Risma langsung memeluk kedua cucunya itu dengan sayang dan langsung menggiring mereka ke dalam rumah. Biasanya perempuan sepuh itu langsung membawa ke meja makan dan langsung disuruh makan juga.
"Yangti udah masak banyak buat kalian. Dan khusus buat Hira, yangti udah buatin gudeg kesukaan Hira." Ucap Yangti Risma dan seperti biasa, gadis itu langsung tersenyum lebar. Inilah yang ia tunggu-tunggu ketika di manja oleh kakek neneknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hira
General FictionApasih yang buat kamu bahagia? Uang, wajah cantik atau mungkin kebebasan. Bagi gadis bernama Hira Nirbita Airlangga Hirawan kebebasan adalah hal yang ia tunggu sejak dulu. Uang tak memberinya kebahagiaan yang hakiki. Hanya sebatas formalitas yang me...