11. Semakin Benci

10.8K 527 5
                                    

Selamat membaca,,,

"Gue yang lakuin itu semua," ucap seseorang yang berdiri di barisan paling belakang kerumunan.

Semua murid saling menoleh untuk menemukan sumber suara, setelah itu mereka semua menepi.

Seorang gadis dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada, berjalan menghampiri Vira yang menatapnya dengan tatapan tidak bersahabat.

"Gue yang nempelin poster dan nyebarin foto lo," ucapnya lagi sambil tersenyum miring.

"Lo ngapain ngurusin hidup orang, kuker?" tanya Vira sembari menatap Ria nyalang. Tidak bisa dipungkiri jika ia sangat membenci mantan sahabatanya itu.

"Vira, Vira. Lo tau, kan kalau gue suka lihat lo dibenci sama semua orang. Makanya gue sebarin foto lo sama cowok lain, itu ngebuktiin kalau lo itu emang rendahan," cemooh Ria.

"Gila ya, lo! Harusnya dari dulu gue ngga pernah percaya sama cewek busuk kayak lo!"

Ria mendorong bahu Vira lumayan kencang sampai Vira terhuyung ke belakang. "Sadar diri, dong! Lo Lebih busuk dari gue ... dasar b*tch!" bentaknya tidak setuju.

Vira balik mendorong Ria sampai cewek itu terduduk.

Ria meringis merasakan pantatnya beradu dengan kerasnya lantai lapangan, ia bangkit dan langsung menyerang Vira.

Vira pun balas menyerang. Mereka saling jambak, tampar, pukul dan dorong. Terjadi keributan di sana, penyebabnya adalah dua orang siswi yang menjadi pentolan sekolah.

Tidak ada yang berani memisahkan perkelahian antara Vira dan Ria. Mereka hanya menonton, meringis, bertaruh, menyoraki dan lain sebagainya, menganggap sesuatu yang terjadi di depan mata mereka adalah tontonan.

Salah seorang siswi memasuki kelas XI IPA 2, dengan napas tersengal-sengal ia mencari keberadaan anggota geng Vira.

"Ada apa ya?" tanya Tati yang duduk di samping pintu, sambil menatap kedatangan siswi itu bingung.

"I--itu Vira berantem. Di lapangan."

Mereka yang mendengar langsung terkejut. Aziz lebih terkejut, ia segera bangkit dari duduknya dan berlari menuju lapangan, tidak menghiraukan panggilan dari Agam dan Bagas, mereka berdua akhirnya mengikuti Aziz.

Dan benar saja, lapangan semakin ramai, Aziz menerobos kerumunan untuk melihat kebenarannya dan terlihatlah dua gadis tengah beradu jambak, mereka mengandalkan kuku-kuku mereka yang panjang dan lentik sebagai senjata untuk merusak kulit lawannya.

Aziz segera melerai kedua gadis itu, ia menahan kedua lengan Vira, gadis ini begitu berbahaya saat emosinya meluap.

Agam menahan lengan Ria, gadis itu sama dengan Vira. Mereka saling meronta ingin melepaskan diri dan menyerang.

"KENAPA KALIAN MASIH DI SINI?!" teriak Agam sambil terus menahan Ria.

"BUBAR! BUBAR! NGGA ADA TONTONAN!" usir Bagas sambil mengibaskan kedua tangannya.

Kerumunan tadi langsung bubar sambil menggerutu karena tontonan gratis mereka dihentikan.

"Istighfar, Ra!" peringat Aziz.

Vira tidak mendengarkan perkataan Aziz. Tidak lama setelahnya, Bu Ines selaku guru BK datang dan geleng kepala melihat kelakuan anak muridnya itu.

"Apa-apaan ini Vira, Ria!" bentak Bu Ines, di tangan kirinya terdapat kayu rotan sebagai senjatanya untuk para murid yang melawannya.

Vira menjadi tenang karena ada Bu Ines, ia melepas cekalan tangannya dari Aziz dengan kasar.

"Kalian berdua ikut saya ke ruang konseling, sekarang!" perintah bu Ines.

Vira dan Ria masih melempar tatapan sengit, mereka berjalan mengikuti Bu Ines menuju ruang BK.

Vira menunjukkan wajah biasanya, bukan kali pertama dia masuk ruang konseling, lagipula menurutnya tidak terlalu buruk.

Ruang konseling atau BK ini, memiliki AC dan Wifi di dalamnya, Vira saja betah jika lama-lama di dalam ruang BK karena menurutnya nyaman. Selain menyejukkan, ia juga bisa menikmati wifi gratis membolos pelajaran.

Aziz dan kedua temannya mengikuti Vira, ia takut gadis itu mendapat hukuman berat.

"Udahlah, Ziz. Ngga perlu ikut, lagian Vira itu seneng kalau dipanggil sama guru BK," ucap Agam dengan nada lelah, ia lelah karena menahan Ria yang saat itu seperti kerasukan.

"Iya, Ziz. Kita balik ke kelas aja, yuk? Molor," tambah Bagas.

"Kalian duluan aja, aku takut Vira dihukuman berat," ujar Aziz dengan wajah khawatirnya.

"Hmm ya udah. Kita berdua balik ke kelas." Setelah mendapat anggukkan setuju dari Aziz. Agam dan Bagas kembali ke kelas dan meninggalkan Aziz seorang diri di kursi tunggu, depan ruang konseling.

♧♧♧

Perasaan Aziz campur aduk, baru kali ini ia melihat perkelahian antar perempuan dan pelakunya adalah Vira, orang yang dikenalnya adalah gadis baik, pendiam dan menjaga kelakuan, itu dulu.

Tidak lama setelahnya, terdengar suara pintu terbuka. Menampilkan dua gadis yang saling pandang dengan tatapan kebencian yang kentara.

"Gue bakal balas lebih dari ini, Ra!" ancam Ria.

"Menurut lo, gue takut?" balas Vira acuh.

Ria berdecak kemudian berjalan meninggalkan Vira.

Vira melipat kedua tangannya di depan dada, dan berjalan menuju kelasnya. Ia merogoh sebuah cermin kecil dari daku roknya, sial sepagi ini dandanannya harus rusak, ia perlu waktu untuk memperbaiki penampilannya.

"Ngeselin banget tuh cewek," gerutu Vira sambil menggeenggam erat cermin kecil di tangannya. "Pengen gue cakar mukanya." Vira kembali membereskan baju seragam dan rambutnya.

"Vira!" panggil Aziz, ia bangkit dan menghampiri gadis itu.

Amarah Vira kembali memuncak melihat laki-laki yang saat ini berjalan di sampingnya. Bagaimanapun semua masalah ini berasal dari Aziz.

"Kenapa lo hadir di hidup gue?!" tanya Vira dengan penekanan di tiap katanya. "Ini semua gara-gara lo, lo biang masalah buat gue!"

"Gue benci sama lo!" bentak Vira. Ia terus mencerca Aziz dengan kalimat pedasnya tanpa perasaan.

"Aku minta maaf, Ra. Aku ngga tau kalau semuanya jadi gini," ucap Aziz merasa bersalah.

"Lo pikir permintaan maaf lo bisa ngembaliin surat ini ke pemiliknya?" Vira menunjukkan surat undangan untuk orang tua murid dari ruang konseling.

"Apa lo pikir permintaan maaf lo bisa memutar waktu? Kalau bisa, gue mau lo putar waktu di saat lo ngga ada di hidup gue!" lanjutnya sambil berlalu pergi meninggalkan Aziz.

VOTE AND COMMENT!!!

AZIRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang