20. Ada Apa Sebenarnya?

10K 481 9
                                    

Selamat membaca,,,

Bertemu lagi dengan hari senin, awal bagi semua murid untuk kembali ke sekolah. Banyak yang tidak menyukai hari senin, selain sebagai awal dimulainya hari sibuk, Senin juga merupakan hari yang melelahkan, karena biasanya diadakan upacara bendera sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai.

Empat puluh lima menit berlalu, upacara sudah selesai, semua murid SMA Angkasa diperbolehkan meninggalkan lapangan.

Aziz dan kedua temannya berada di kantin untuk membeli minum, Aziz juga menemukan keberadaan Vira dengan Ken, seperti biasa. Keduanya tengah bermesraan di bangku ujung kantin.

Ingin sekali Aziz mengatakan apa yang terjadi selama Vira tidak ada di sekolah, ia ingin mengatakan tentang bagaimana Ken saat tidak ada Vira.

Sekarang bukan waktu yang tepat. Batin Aziz memperingati.

Mengerti dengan keterdiaman temannya, Agam menyenggol lengan Aziz.

"Kenapa lo?" tanyanya sambil mengangkat dagunya.

"Ngga, kalian udah selesai? Kita balik ke kelas sekarang," ucap Aziz sambil berlalu meninggalkan kantin.

Bagas menatap bingung kepergian Aziz. "Kenapa tuh bocah?"

"Mungkin cemburu, liat aja noh!" Tunjuk Agam kepada Vira dan Ken yang tengah bermesraan di bangku kantin.

Melihat itu, Bagas mengangguk mengerti. Wajar untuk Aziz ingin secepatnya meninggalkan kantin.

♧♧♧

Saat ini pelajaran pertama adalah Prakarya.

Bu Astri sudah berada di kelas, ia mengumumkan nilai hasil kerja kelompok sebelumnya.

"Di sini, Ibu sangat kagum dengan hasil karya dari kelompok tiga."

Semuanya bertepuk tangan, mereka melihat semua anggota kelompok tiga.

Agam bertepuk tangan paling keras, ia berdiri sebagai rasa bangganya karena karya kelompoknya berhasil mendapat pujian dari Bu astri.

"Terimakasih, terimakasih," ucap Agam sambil melambai ke segala arah, seolah semua penghuni kelasnya adalah penggemarnya.

Melihat tingkah Agam semuanya menyorakinya dan tidak sedikit yang menertawakan aksinya.

Aziz ikut senang dan bertepuk tangan, ia melirik Vira yang terlihat sama senangnya. Bahkan, gadis itu terlihat lebih semangat dari sebelumnya.

"Terimakasih semuanya, ini hasil dari kerjasama kelompok," ucap Bagas dari tempatnya.

Setelah pelajaran Prakarya, jam pelajaran ketiga adalah Kimia.

Pak Riza selaku guru pelajaran Kimia memasuki kelas, Pak Riza merupakan guru yang tergolong killer, banyak murid yang takut dengannya.

"Buka buku paket halaman 59, kerjakan sepuluh soal individu," ucapnya tiba-tiba.

Semua murid hanya bisa membuang napas gusar, inilah yang mereka takutkan. Pak Riza selalu memberi kejutan yang membuat banyak muridnya menahan napas sementara.

Suasana begitu sepi, hanya terdengar gesekkan pulpen dan pensil di atas kertas, bukan hanya itu, terdengar juga suara gesekan penghapus karena keputusasaan, tidak sedikit diantara mereka yang mulutnya berkomat-kamit, entah mengucapkan mantra agar waktu cepat berlalu atau menghitung rumus-rumus.

"Waktu habis," ucap Pak Riza yang membuat muridnya kembali menahan napas.

"Zavira Adzania, kerjakan nomor satu."

Vira yang mendengar itu terlihat gelagapan, ia bahkan tidak menyukai pelajaran yang berbau rumus atau angka-angka, ia terpaksa masuk IPA karena Ayahnya lah yang menyuruhnya.

Dengan gerakan pelan dan wajah pucat, Vira bangkit dan menuju ke depan papan tulis untuk menjawab pertanyaan, yang belum ia siapkan jawabannya.

"Saya ... ngga bisa, Pak."

Pak Riza menatap Vira sambil geleng kepala.

"Ada yang bisa bantu Vira?" tanya Pak Riza sambil mengedarkan pandangannya di penjuru kelas.

Semua murid terlihat menunduk, ada yang berpura-pura mengerjakan tugas, berpura-pura menghitung dan berpura-pura frustasi.

Hanya ada satu orang yang mengangkat tangan kanannya di udara tanpa rasa ragu.

"Silahkan, Aziz."

Vira mengerjap, benarkah? Aziz yang akan membantunya menjawab soal-soal, ia menatap teman-temannya seakan menginginkan sebuah pertolongan atau pembelaan, Vira tahu, Diva gadis yang pintar dalam hal Kimia, tetapi kenapa dia hanya diam sambil menunduk.

Gadis itu bahkan tidak menatap Vira yang menginginkan pertolongan darinya sebagai seorang sahabat, ada apa sebenarnya. Vira menatap ketiga sahabatnya yang hanya diam membisu.

"Aziz, kamu bantu Vira mengerjakan soal nomor satu," ucap Pak Riza yang diangguki Aziz.

Aziz mulai menerangkan soal nomor satu, ia menjelaskan sedetail mungkin agar teman-temannya mengerti, khususnya Vira.

Lima menit Aziz menjelaskan soal, setelah itu semua murid bertepuk tangan dengan keras.

Apa-apaan ini, Vira merasa ternistakan, ia merasa harga dirinya jatuh karena di bantu Aziz.

"Saya sudah boleh duduk, Pak?" tanya Vira yang sudah bosan berdiri berdampingan dengan Aziz.

"Vira, kamu harus lebih banyak belajar, ujian semester tinggal menghitung hari. Kalau nilai kamu terus anjlok seperti ini, bagaimana ujian nanti? Mau terus nyontek?" jelas Pak Riza dengan suara tegasnya yang membuat bulu kuduk meremang.

Vira menunduk. "Iya, Pak," ucapnya pelan lalu kembali ke tempatnya setelah mendapat izin dari Pak Riza begitupun Aziz.

Vira menatap kesal Diva yang sedang menampilkan deretan giginya.

"Lo kenapa ga bantuin gue tadi?!" tegur Vira jengkel, bagaimana dia tidak jengkel, karena kelakuan sahabatnya itu.

"Sorry, gue mau bantu, tapi keduluan sama Aziz," alibi Diva.

"Alesan!" balas Vira kemudian memalingkan wajahnya dari Diva.

Vote and comment🤗

AZIRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang