21. Vira yang Lain

9.7K 492 3
                                    

Masih di hari yang sama.

Bel berakhirnya pelajaran sudah berbunyi, semua murid berhamburan keluar kelas dengan wajah segar dari sebelumnya.

Banyak diantara mereka berjalan dengan teman, maupun kekasih.
Mereka berjalan sambil tertawa bersama, seperti saat Vira bersama teman-temannya. Hanya saja ... hari ini rasanya berbeda.

Vira merasa teman-temannya menjauhinya, mengapa? Vira tidak tahu dan tidak mau tahu, pada dasarnya yang membutuhkan akan datang dengan sendirinya.

Vira berjalan dengan lunglai menuju gerbang utama sekolah, berkali-kali ia menelpon sopir pribadinya untuk menjemputnya. Ia tidak bisa mengharapkan Ken, dia tidak bisa mengantarnya pulang karena ada urusan keluarga, Vira memakluminya, Ken memang anak yang selalu sibuk.

"Ra, mau bareng?" tawar seseorang dari balik helm fullface-nya.

Vira menatapnya dengan tatapan datar, tidak ada pilihan lain. Sopirnya pasti sedang menjemput Ayahnya dan jika ia menunggu, mungkin sampai di rumah sudah malam.

Vira terlihat menimang ajakan Aziz. "Gue ikut," ucapnya singkat.

Aziz tersenyum, ia memberikan helm kepada Vira. Sebenarnya helm itu milik Agam, laki-laki itu selalu meninggalkan helmnya di kelas.

"Ngga mau pake helm, nanti rambut gue rusak lagi," cetus Vira sambil menyisir rambut panjangnya dengan jari lentiknya.

"Helm itu penting buat keselamatan, Ra."

"Kepala gue sakit kalau pake helm," balas Vira kukuh tidak ingin memakai helm dari Aziz.

"Kamu mau kena tilang? Atau, gimana kalau tiba-tiba di jalan, kita ngga baik-baik aja," tanya Aziz yang berusaha membuat Vira mau memakai helm.

Vira berdecak kesal, Aziz sangat cerewet. "Do'a lo jelek." Ia segera menerima helm dari Aziz dengan kasar.

Vira memakainya, tetapi kesulitan untuk mengaitkan pengait pada helmnya. "Ini gimana masangnya sih?!" ucapnya kesal sambil mengutak-atik pengait pada helm.

Tangan Aziz terulur untuk memasangkan pengait pada helm Vira. "Udah. Gampangkan? Makannya jangan pake emosi."

Vira memutar bola matanya malas, Aziz banyak menasehatinya dan membuat telinganya panas karena celotehannya, ia menaiki jok belakang motor Aziz dengan wajah di tekuk.

Aziz memperhatikan wajah Vira dari kaca spion, menurutnya sangat lucu. Ia terkekeh kecil dari balik helmnya. Aziz mulai menyalakan motornya kemudian berlalu meninggalkan sekolah.

♧♧♧

Aziz mengendarai motornya dengan kecepatan sedang, ia sangat menyayangi nyawanya dan nyawa gadis yang duduk di belakangnya.

Tiba-tiba Vira menepuk pundak Aziz, membuat lelaki itu sedikit tersentak.

"Cepet dong bawa motornya, lambat banget kayak siput!" protes Vira dari belakang punggung Aziz.

Aziz bisa mendengar suara gadis itu walau mereka sama-sama memakai helm, mungkin karena Vira berteriak.

Aziz menurut, ia menambah kecepatan laju motornya, sampai lampu hijau berubah menjadi merah tanpa sepengetahuannya.

Aziz mengerem mendadak sampai ban motornya berdecit. Dapat dirasakan helm Vira menabrak helm Aziz cukup kencang.

Vira memukul pundak Aziz. "Bawa motor yang bener, dong! Ada gue di belakang lo, kalau gue jatuh gimana? Mau tanggung jawab lo?" seru Vira kesal bercampur marah.

Aziz sendiri bingung dengan Vira, barusan gadis itu menyuruhnya untuk menambah kecepatan laju motor. Tidak tahu kah dia, jika di depan lampu hijau tiba-tiba berubah merah seenaknya, tanpa Aziz ketahui.

"Maaf, aku ngga tau kalau di depan ada lampu merah," ucap Aziz sedikit keras agar Vira mendengarnya.

Vira tidak yakin dengan alasan Aziz, ia memicingkan matanya di spion agar bisa melihat wajah Aziz walau tertutup helm. "Gue tau, lo modus, kan, biar gue meluk lo?" Tuduhnya sambil terus memicingkan matanya.

"Astagfirullah, aku ngga ada niat ataupun keinginan buat modus sama kamu," papar Aziz, ia bingung mengapa Vira selalu berprasangka buruk padanya.

"Alesan!" Vira memalingkan wajahnya, mengedarkan pandangannya kepada penghuni jalanan yang juga mengantri menunggu lampu merah berubah hijau.

Pandangan Vira jatuh pada mobil XPander warna hitam, ia tahu siapa pemilik mobil itu.

Mobil itu milik Rere, samar-samar Vira melihat ketiga sahabatnya ada di dalam mobil itu, tengah tertawa bahagia tanpa dirinya.

Perasaan kecewa bercampur marah membuncah pada diri Vira, bagaimana bisa sahabatnya begitu bahagia tanpa kehadirannya, sebenarnya apa maksud dari semua ini? Apakah ia melakukan kesalahan?

Namun, Vira harus menahan amarahnya, mungkin saja teman-temannya memerlukan waktu tanpa dirinya.

Lampu hijau menyala, berbagai klakson mobil dan motor pun terdengar, Aziz dengan segera melajukan motornya.

Vira segera melupakan lamunan tentang ketiga sahabatnya.

♧♧♧

Sampai di rumahnya, Vira segera turun dan memberikan helm yang dipakainya pada Aziz. Wajahnya berubah menjadi murung dan sedikit guratan kecewa di sana.

Aziz memperhatikannya, ia ingat ekspresi Vira terakhir kali adalah wajah ketus yang ditampilkan untuknya. Namun, sekarang Vira menjadi murung, apa yang terjadi?

"Makasih, lo mau mampir?" tanya Vira dengan nada lesu.

Aziz mengangguk sambil tersenyum, ia tersenyum karena Vira bukan orang yang tidak tahu terimakasih.

"Beneran aku boleh mampir ke sini?" tanya Aziz dengan wajah jahilnya, berusaha membangkitkan sikap ketus gadis itu.

Vira menatap Aziz, ia terlihat berpikir sebelum akhirnya mengangguk, entah masih berada di pengaruh minuman keras atau apa, Vira tersenyum tipis ke arah Aziz, meski hanya sekilas.

Aziz langsung terdiam beberapa saat, lalu ia membalas senyuman Vira.
Setelah itu, Vira pamit memasuki rumahnya.

Aziz tudak percaya, barusan yang ia lihat seperti bukan Vira yang biasanya selalu berkata pedas padanya, yang biasanya ketus dan tidak segan membentaknya. Namun, apa yang terjadi hari ini?

Tetapi Aziz berusaha mencari penyebab perbedaan sikap gadis itu, mungkin Vira lelah, ya bisa saja.

Vote and comment🤗

AZIRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang