29. Teman Kecil

9.4K 480 7
                                    

Selamat membaca,,,

Jam menunjukkan pukul sembilan malam, bukannya pulang ke rumah, karena besok sekolah. Aziz dan Vira justru baru sampai di sebuah taman kota.

Suasananya semakin ramai ketika malam tiba, banyak remaja seusia mereka berlalu lalang, entah dengan pasangan atau teman.

Saat malam hari, pemandangan taman lebih indah, banyak kerlap-kerlip lampu menghiasi taman.
Suasana taman yang ramai berbanding terbalik dengan suasana hati Vira, sedari tadi ia hanya melipat kedua tangannya di depan dada dengan wajah bosan.

"Mau makan dulu, Ra?" tawar Aziz.

Vira hanya mengangguk, ia benar-benar dalam mode badmood saat ini, karena sebelumnya ia menghubungi ketiga temannya, ia sudah menelpon mereka beberapa kali. Namun, mereka tetap tidak menjawab atau  membalas pesannya.

Ditambah lagi, Ken. Kekasihnya itu sulit di hubungi, Vira ingin mengajak Ken untuk bertemu di taman, agar mereka bisa pergi bersama dan Vira terbebas dari Aziz. Akan tetapi, Ken sama saja dengan ketiga temannya, sama-sama sibuk.

Vira lengkap sudah penderitaan Vira malam ini. "Gue capek," keluh Vira.

Aziz menghentikan langkahnya, ia menoleh ke samping menatap wajah lesu gadis itu. "Kita cari tempat duduk dulu," ucapnya sambil mencari kursi taman yang kosong.

"Nah, di sana!" Aziz menunjuk sebuah kursi kayu panjang yang ada di taman.

Mereka berjalan menuju kursi tersebut. Vira langsung duduk sambil meluruskan kedua kakinya, ia sangat lelah berjalan menyusuri taman, sepertinya kakinya sudah tidak sanggup menopang tubuhnya dan deritanya.

"Aku beli makanan dulu, ya. Kamu tunggu di sini." Aziz bangkit dari duduknya dan pergi menuju penjual ketoprak yang tidak jauh dari tempatnya duduk.

Vira dengan setia menunggu Aziz, rasa bosan dan lapar sungguh membuatnya tidak nyaman. Ia bingung ingin melakukan apa, kalaupun ia pulang, yang bisa ia lakukan hanya berbaring, bermain ponsel dan tidur. Namun, Vira belum siap memejamkan matanya.

Beberapa menit kemudian, Aziz kembali dengan dua tangan yang  membawa dua piring berisikan ketoprak, dan juga kantong plastik berisi dua botol air minum.

Aziz memberikan sepuring ketoprak kepada Vira. "Nih, habisin," ucapnya sambil terkekeh pelan.

Vira menerimanya kemudian memakannya, tanpa sepatah kata keluar dari mulutnya.

Aziz memperhatikan Vira yang begitu lahap memakan ketoprak, ia tersenyum kecil. Jujur, Aziz sangat merindukan Vira, ia ingin menghabiskan banyak waktu dengan gadis yang ada di depannya. Perlahan senyum Aziz memudar, ia sadar jika waktunya saat bersama Vira dulu, tidak akan pernah terulang kembali.

"Lo kenapa?" tanya Vira yang mengetahui perubahan ekspresi Aziz.

"Ngga papa," balas Aziz, lalu kembali memakan makanannya.

Vira tersenyum sinis dan kembaoi fokus dengan makanannya. "Kalau cewek ditanyain terus jawabnya 'nggak apa-apa' itu pasti ada apa-apa, tapi kalau cowok, gue ngga tau."

Aziz tersenyum tipis. "Aku ngga yakin kamu mau dengerin cerita aku atau ngga."

Vira menatap Aziz, mata keduanya bertemu. Tidak lama, karena Vira segera memalingkan wajahnya ke arah penjuru taman.

"Kali ini, lo boleh cerita masalah lo sama gue. Anggap aja balasan karena lo udah bantu gue belajar."

Aziz tersenyum. "Aku ikhlas ngajarin kamu. Aku juga ngga ngarepin balasan apapun dari kamu, Ra."

Vira menutup matanya sambil mengembuskan napasnya pelan, ia menaruh piring ketopraknya yang sudah tandas. Ia menatap Aziz dan berusaha untuk sabar.

"Oke. Jadi, lo mau cerita apa ngga?"

"Mau!" sahut Aziz semangat. "Dengerin, ya." Sebenarnya Aziz bingung, dari mana ia harus bercerita.

"Dulu, aku punya sahabat cewek. Dari kecil kita selalu bareng, aku sayang banget sama dia, sebagai sahabat. Dia lucu, baik, cantik lagi. Saat itu kita harus berpisah, karena aku pengin lanjut SMP di pesantren. Kita akhirnya lost contact."

"Dan sekarang kita ketemu lagi." Aziz menatap Vira yang tengah menatapnya dengan serius, mendengarkan ceritanya.

"Sekarang kita bisa menatap langit yang sama, menginjakkan kaki di tanah yang sama, tapi ..." Aziz menjeda ucapannya.

"Kenapa?"

"Keadaannya udah beda, waktu yang merubahnya. Dia ngga inget wajah seseorang yang pernah jadi sahabatnya waktu kecil, dia jadi asing," papar Aziz sambil terus menatap intens mata Vira, seakan menyiratkan sesuatu yang selalu ingin ia katakan.

Sekarang dia ada di sini, dia adalah kamu, Zavira Adzania. Lanjut Aziz dalam hatinya.

"Cerita lo ngga jauh beda sama gue. Gue lagi nyari sahabat kecil gue, tapi gue ngga yakin kalau dia masih inget sama gue," jelas Vira sambil menatap langit malam yang bertabur bintang.

Aziz menatap Vira tidak percaya, apakah yang dimaksud Vira adalah dirinya? Jika benar, Aziz sangat senang mendengarnya. Ia ikut menatap langit malam.

"Aku yakin, orang yang kamu cari pasti lagi nyari kamu juga, Ra. Mungkin belum saatnya kalian bertemu," balas Aziz berusaha menghibur Vira, bagaimanapun ia sangat bahagia mendengar Vira tengah mencarinya.

Vira menoleh menatap Aziz, ia tersenyum tulus dan terlihat manis untuk Aziz. Untuk Aziz? Apa yang salah di sini, Vira tersenyum tulus kepada Aziz merupakan salah satu keajaiban.

"Kayaknya lo sayang banget sama sahabat kecil lo itu."

Aziz terkekeh. "Iya. Dia perempuan kedua yang sering aku temui, setelah Bunda."

"Kalau boleh gue kasih saran, coba lo buat temen kecil lo itu inget sama lo. Misalnya, lo ngasih sesuatu atau nunjukin sesuatu yang bisa buat dia inget sama lo. Kenangan masa kecil kalian mungkin."

Aziz tersenyum dna mengangguk pelan. "Aku lagi nyoba buat bikin dia inget sama aku."

"Lo beruntung udah ketemu dia, sedangkan gue masih harus nyari keberadaan sahabat kecil gue. Yang ngga gue tau keberadaannya."

Ingin sekali Aziz mengatakan jika Aji sudah ada di sini, di samping Vira. Ia ingin mengatakannya, tetapi rasanya sangat sulit. Aziz harus bersabar, akan ada saatnya Vira mengetahui semuanya.

VOTE AND COMMENT!!!😊

AZIRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang