23. Kehebohan

9.1K 478 6
                                    

Selamat membaca,,,

Sampai di sekolah, sebagian murid terkejut dengan kedatangan dua murid yang dijuluki air dan api datang secara bersamaan. Banyak yang memotret kedatangan Aziz dan Vira.

Begitu keduanya sampai di sekolah, mereka mendapat banyak tatapan yang menyembunyikan berbagai arti, Vira dan Aziz tidak terlalu mempedulikan, mereka hanya berjalan menuju kelas.

Sepanjang koridor banyak yang membicarakan kedatangan mereka.

"Bukannya mereka ngga pernah akur ya, kok berangkat bareng sih."

"Bukannya Vira udah punya Ken?"

"Tau tuh, mungkin sama Ken-nya kurang bahagia, cari yang lain deh."

"Iya tuh bisa jadi."

"Tapi jangan Aziz juga kali yang di embat."

"Dia, kan emang suka ngerebut semua cowok populer di sekolah kita."

"Bener tuh, apalagi Aziz. Udah baik, ganteng, pinter, kapten tim basket lagi."

Ingin sekali Vira merobek mulut para siswi yang sudah membicarakannya secara terang-terangan.

Kalau niat berbisik harusnya jaga volume suara, kalau mau ngomong langsung harusnya di depan, bukan di belakang. Ini malah bisanya nyinyir mulu, pikir Vira.

Vira menghentikan langkahnya, ia berbalik menatap para siswi yang sudah membicarakannya. Siapa mereka sampai berani menghakiminya? Apakah mereka sudah lebih baik darinya?

"Udah, Vira. Ngga usah diladenin," ujar Aziz berusaha menahan Vira.

Vira tidak mengindahkan perkataan Aziz. Ia menatap tajam para siswi yang membicarakannya, sedangkan beberapa siswi itu terlihat menunduk, menyembunyikan wajah takut mereka agar tidak terkena amukan Vira.

"Kenapa diam? Lanjutin aja nyinyirnya. Terus, sampe bibir kalian dower!" sarkas Vira.

Para siswi itu terlihat lebih dalam menundukkan kepala mereka.

"Giliran di hadapan langsung pada nunduk, muka sok lugu, dasar b*tch!" sergah Vira.

Aziz membelakan matanya, Vira sudah kelewatan, bisa-bisanya ia mengeluarkan kata-kata kasar seperti itu.

"Apa? Lo ngga suka? Dasar brengsmmph."

Aziz langsung membekap mulut Vira dengan telapak tangannya, ia menyeret Vira agar pergi menjauhi beberapa siswi itu, ia takut ada guru yang mendengar omongan kasar Vira dan membuat gadis itu kembali memasuki ruang konseling.

Setelah lumayan jauh dari keramaian, Aziz baru melepaskan tangannya dari mulut Vira.

"Apaan sih lo, pake nutupin mulut gue segala!" seru Vira sambil mengusap mulutnya bekas tangan Aziz.

"Ucapan kamu keterlaluan, Ra. Gimana kalau sampe ada guru yang dengar kamu ngomong kayak gitu? Kamu bisa masuk konseling lagi," peringat Aziz berusaha menyadarkan Vira.

"Bukan urusan lo, lagian gue seneng masuk konseling. Gue bisa bolos pelajaran, Wifian sepuasnya tanpa harus melihat muka lo di sekitar gue!"

Aziz mengembuskan napasnya pelan, gadis ini memang sulit diajak berdamai.

"Aku cuma ngga mau kamu kena masalah lagi," lirih Aziz.

Vira menatap mata Aziz, mata yang membuatnya tenang dan ingin berlama-lama menatapnya. Tidak, tidak, jangan sampai Vira merasa nyaman, tetapi sangat sulit berpaling dari mata Aziz. Vira harus melakukannya, ia melangkah pergi meninggalkan Aziz di koridor.

♧♧♧

Vira memasuki kelasnya dengan perasaan kesal, bagaimana siswi-siswi itu menggosipinya secara terang-terangan. Tidak tahukan mereka tengah menggosipkan siapa?

Vira duduk di bangkunya, tidak menghiraukan tatapan teman-temannya.

Diva menatap Vira bingung. "Lo kenapa, Ra?"

Vira menoleh dengan wajah datar. "Ngga papa," jawabnya singkat.

Cica yang sedari tadi bermain ponsel, seketika matanya terbelalak, ia men-scroll layar ponselnya. "GILAAA!" teriaknya.

Semua menatap Cica, gadis itu selalu saja membuat heboh, bahkan karena hal sepele.

"Apaan sih, Ca. Bisa ngga sih, ngga usah pake teriak-teriak!" seru Rere.

Cica membalasnya dengan menatap satu persatu sahabatnya dan tatapannya terkunci pada Vira.

"Lo berangkat bareng Aziz?"

Pertanyaan Cica sukses membuat Vira menoleh ke arahnya, ia menatap teman-temannya yang juga tengah menatapnya meminta penjelasan. Tersirat jelas, jika wajah ketiga temannya mengharapkan semuanya hanya gosip.

Vira menimang jawaban yang tepat, dan akhirnya ia menghela napas pekan. "Iya."

Karena jawaban Vira yang lumayan keras membuat beberapa murid menoleh ke arahnya dengan ekspresi tidak percaya, sama halnya dengan ketiga teman Vira.

"WHAT! JADI LO BERANGKAT BARENG AZIZ!" ulang Cica dengan berteriak.

Beberapa murid terlihat saling berbisik. Tidak lama setelahnya mereka semua berhenti berbisik karena seseorang memasuki kelas.

"Selamat pagi semuanya!" sapa Aziz.

Mereka menatap kedatangan Aziz dengan ekspresi yang berbeda-beda.
Setelah itu, mereka membalas sapaan Aziz.

Salah jika menilai Aziz merupakan sosok lelaki pendiam. Aziz justru sering melontarkan banyak candaan dengan wajah semangat dan cerianya, tidak jarang ia mengeluarkan candaan di saat berhadaoan dengan guru killer, itu semua ia lakukan agar teman-temannya tidak merasa tegang.

Aziz berjalan menuju bangkunya dengan wajah berseri seperti biasanya.

"Kenapa lo senyam-senyum gitu?" tanya Agam penasaran.

Aziz duduk di kursinya dan menjawab ucapan Agam. "Senyum itu ibadah, Gam."

Vira menatap Aziz yang tengah berbincang dengan Agam dan Bagas. Entah mengapa, ia merasa aneh dengan sendirinya.

Bagaimana bisa Aziz baik-baik aja, sedangkan aku? Baru juga berangkat bareng, udah jadi sorotan warga sekolah. Batin Vira sambil mencebikkan bibirnya kesal.

Bel dimulainya pelajaran pun berbunyi dan kegiatan belajar mengajar berlangsung.

VOTE AND COMMENT!!!

AZIRA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang