MLP; Seventeen

1.6K 296 46
                                    

"Kamu mau ajak saya ke mana?"

"Kita minta dispen hari ini. Mana bisa saya fokus kerja di saat keadaan sama sekali tidak mendukung," Yoongi segera menarik lengan Taehyung dan membawanya menuju kantor seniornya. Untuk minta dibuatkan surat ijin tentunya.

Tertegun sesaat, Taehyung tak menyangka jika reaksi Yoongi akan seperti ini. Pikirnya Yoongi akan mengabaikannya dan tetap bekerja seperti biasa. Dan jujur, Taehyung tak terlalu berharap Yoongi melakukan tindakan lebih. Yang ia inginkan hanya Yoongi menjelaskan semua kesalahpahaman ini dan tak lagi menyeretnya ke permasalahan pribadi. Terlebih, Taehyung merasa tak memiliki andil apapun dalam hal ini.

Merebut Yoongi dari kekasihnya? Bagaimana bisa disebut merebut jika Yoongi sendirilah yang lancang mencumbu bibirnya tanpa malu saat itu?

Tidak masuk akal.

"Lalu setelah itu, apa yang mau kamu lakukan?"

Yoongi menoleh Taehyung dengan ekspresi jengah, "Tentu saja mengajakmu menemui Jiae dan kita selesaikan semuanya! Itu kan yang kamu mau?"

"Tunggu," Taehyung menahan pergerakan Yoongi, "Selesaikan semuanya? Selesaikan apa? Kita bahkan belum memulai apapun."

Rotasi bola mata diiringi dengus malas, "Tae, jangan salah fokus. Maksud saya adalah semua kesalahpahaman ini, mari kita akhiri. Oke? Saya tegaskan sekali lagi ke kamu bahwa saya dan Jiae tak berpacaran. Kami hanya terikat hubungan bisnis antar keluarga. Memang, Ayah Jiae sangat menginginkan saya menjadi menantunya. Tapi sedikitpun saya tidak terpikirkan untuk dekat dengan gadis itu. Paham nggak kamu sekarang?"

Kembali menarik lengan partnernya, Yoongi sekali lagi harus menerima respon kurang bersahabat dari Taehyung. Karena lagi-lagi Taehyung hanya bergeming, dan tak mengikuti gerak kakinya.

"Taehyung ayo! Kamu mau masalah ini selesai atau tidak?"

"Kenapa kamu ngga mau?"

"Hah?"

"Kenapa kamu ngga mau dekat sama gadis itu?" Taehyung menyuarakan rasa penasarannya, "Dia kan cantik dan sepertinya sangat menyukai kamu. Lantas kenapa?"

"Kenapa kamu mau tau? Dan lagi, bukan saatnya kita membahas soal itu. Sekarang yang perlu kita lakukan cuma datangi si Jiae sialan itu dan balik memberinya pelajaran. Rumahmu hancur karena ulahnya kan? Ayo balas dendam!"

Kepala Taehyung menggeleng pelan, "Saya tidak setuju dengan ide kamu."

"Hah? Kenapa? Mau kamu apa sih?!" Yoongi memekik kesal, "Tae, apa gunanya kamu mengadu ke saya soal ini kalau ujung-ujungnya kamu ngga berniat buat membereskannya, hah?"

"Saya punya cara balas dendam yang lebih baik," sahut Taehyung tenang. Yoongi balik tatap partnernya berhias banyak kerut di kening.

"Caranya?"

Taehyung tersenyum- tidak, lebih tepatnya ia menyeringai aneh.

"Jadilah pacar saya. Itu adalah balas dendam yang terbaik, Bang."

Yoongi terdiam sesaat, entah meresapi ucapan Taehyung atau terlalu kaget lantaran kalimat yang lolos dengan mudahnya dari mulut si partner. Tapi tak berapa lama tangan Yoongi melepas genggamannya di lengan Taehyung. Ekspresinya nampak tak puas, tak senang. Menghasilkan reaksi keheranan dari sang lawan.

"Bang?"

"Kalau kamu ngga mau semua ini selesai, terserah. Tapi sejujurnya saya ngga suka ada oknum yang seenaknya melibatkan saya dalam permasalahan apapun," Yoongi hela napas lelah, "Saya akan tetap menemui Jiae. Dan kamu tidak perlu berterima kasih sama saya atas hal ini."

Yoongi lantas berlalu dari hadapan Taehyung yang termangu. Alih-alih menerima ide Taehyung, Yoongi tetap pada pendiriannya dan pergi untuk menyelesaikan masalah ini sendiri. Sedangkan Taehyung?

"Haaahhh! Apa susahnya jawab iya sih, Bang?!"

Taehyung mengusak rambutnya, kesal pada dirinya sendiri. Dan juga gemas pada Yoongi yang entah kapan akan mengerti.

Gerak kakinyapun akhirnya mengikuti ke mana sang partner pergi. Mau bagaimana juga, ia tak bisa biarkan Yoongi menyelesaikan semua ini sendiri.

...

"Maaf, Pak. Bu Jiae sedang ada pertemuan dengan klien. Sepertinya baru akan kembali pada sore hari."

Yoongi hela napas pendek begitu mendengar pernyataan resepsionis di kantor Jiae. Matanya melirik Taehyung, seakan meminta saran. Tapi rupanya yang diberi kode tidak peka, ia justru balik menatap Yoongi dengan tatapan bingung.

"Di mana pertemuan dengan klien itu?" tanya Yoongi pada resepsionis itu.

"Uhm, saya tidak yakin apakah saya boleh mengatakannya atau tidak."

Yoongi mendengus sebal, "Saya ada keperluan dengan Jiae. Ini berhubungan dengan bisnis keluarga kami. Saya harus menemuinya sekarang atau dia akan mendapat masalah nantinya."

Resepsionis itu tersentak mendengar ucapan lugas Yoongi, "I-itu di Insandong, Pak. Tepatnya di kantor G-Power."

"Ck, tinggal jawab begitu saja kenapa susah sekali sih?" Yoongi berdecak heran, "Ayo, Tae. Kita susul dia."

Kedua mata Taehyung berkedip takjub, "Sekarang, Bang? Serius?"

"Tahun depan!"

...

Taehyung melirik Yoongi yang duduk di sampingnya. Raut pemuda itu nampak tenang namun tak sesantai biasanya. Ada kerutan juga gurat ketegangan yang menghiasi wajah manisnya. Raut sama yang ditunjukkan Yoongi jika mengalami kesulitan dalam memperbaiki mesin di pabrik. Pemuda itu akan lebih banyak diam sembari menggigit kuku ibu jarinya- cara khas Yoongi jika sedang memikirkan solusi dalam perbaikan mesin. Wajahnya pasti akan serius sekali.

Tetapi di mata Taehyung, raut serius Yoongi adalah sebuah keimutan yang hakiki. Baginya, tiada hal yang lebih menggemaskan dibandingkan wajah Yoongi yang macam itu.

"Sekarang bukan waktunya buat memandangi saya dengan tampang konyol seperti itu, Kim Taehyung!"

Tersentak, Taehyung spontan berdeham sembari mengusap tengkuknya. Kikuk.

"Habisnya kamu lucu sekali kalau lagi serius begini."

Yoongi mendengus sebal, "Kamu maunya saya main-main, hah?"

"Sebenarnya mau bagaimanapun kamu, saya akan tetap suka sih."

"Cih."

Taehyung berdecak, "Bukan 'cih'. Tapi harusnya kamu balas dengan kalimat yang senada."

Yoongi memilih tak menyahut. Dan Taehyung kembali harus menelan harapan yang sama sekali tak bersambut.

Sampai akhirnya taksi berhasil mengantarkan mereka ke tempat tujuan, Yoongi masih belum mengatakan apapun. Taehyung sendiri tak ingin lagi mengungkitnya, karena pikirnya sekarang memang bukan waktunya untuk menyuarakan isi hati. Melainkan ada satu hal yang lebih penting untuk ia urus dan selesaikan.

"Yoongi?"

Dan pucuk di cinta ulam pun tiba. Yoo Jiae muncul tepat ketika Yoongi dan Taehyung menunggu pintu lift terbuka.

"Tidak usah kebanyakan basa-basi. Kamu ikut saya sekarang!"




To be continued..

My Loveliest Partner (Taegi) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang