MLP; Eighteen

1.5K 296 52
                                    

Taehyung berdiri canggung di antara Yoongi dan Jiae yang saling berhadapan. Ia tak tau apa yang harus ia katakan di saat seperti ini, karena sepertinya Yoongi yang akan mengambil alih semuanya. Padahal semestinya ia tak hanya jadi penonton saja kan?

"Yoon, sepertinya kamu udah salah paham," Jiae menggelengkan kepala, "Untuk apa saya buang-buang waktu melakukan hal murahan macam itu?"

"Kalau kamu bisa membuat skenario soal hutang Ibu saya, maka untuk kasus kali ini bukanlah hal yang sulit buat kamu kan?" Yoongi melipat tangannya di depan dada, "Yoo Jiae, saya tau betapa liciknya kamu. Otakmu pintar, tapi sayangnya terlalu sering digunakan untuk memanipulasi demi keuntunganmu sendiri."

Jiae tertawa remeh, "Begini, coba sebutkan apa untungnya bagi saya melakukan hal itu? Merusak rumah laki-laki ini katamu? Ck, apa yang bisa saya dapatkan dari sana memangnya?"

"Kepuasan karena sudah membuat orang tak berdosa menderita. Bukankah yang seperti itu sudah jadi hobi utamamu?"

"Yoon, itu kasar sekali lho. Kamu pikir saya sejahat itu?"

"Tanyakan itu pada diri kamu sendiri setelah kamu hancurkan karir Ibu saya, Jiae!" Yoongi mengacungkan jari telunjuknya tepat di depan wajah gadis cantik itu, "Jangan pernah berani usik kehidupan pribadi saya. Urusan keluarga kita sepenuhnya sudah selesai. Cukup Ibu dan saya saja yang kamu buat kacau, laki-laki ini jangan."

Taehyung tersentak begitu jemari Yoongi menggenggam miliknya dengan begitu erat.

"Ayo Tae, urusan kita sudah selesai di sini. Saya pastikan dia tidak akan mengganggu kamu lagi."

"Yoongi, sebentar!" di sisi lain, tangan Jiae menahan lengan Yoongi tak kalah erat. "Saya perlu bicara lebih banyak sama kamu."

"Mau bicara apa lagi? Skenario apa lagi yang akan kamu buat dan adukan ke orang tua kamu hah?"

Jiae menggeleng, "Saya janji kali ini tidak akan melibatkan mereka. Saya janji, ini hanya antara kita berdua. Please, Yoon."

Yoongi merotasikan bola matanya jengah, "Kamu selalu bicara hal yang sama tapi setelah itu kamu mengingkari dengan mudahnya. Dan kamu ingin saya mendengarkan kamu lagi? Tidak, terima kasih."

"Kasih saya kesempatan untuk memperbaikinya, Yoongi!"

"Sejak awal saya tidak pernah memberimu kesempatan, Jiae. Kamu sendiri yang memaksakan kehendakmu pada saya."

"Yoon, apa kamu tidak lihat bagaimana perasaan saya ke kamu, hah? Kamu mau pembuktian apa supaya kamu memercayai perasaan saya ini tulus ke kamu?"

Yoongi mendengus kasar sembari menghempaskan genggaman tangan Jiae. Matanya menatap marah pada gadis itu, tapi sesaat ia melirik Taehyung yang masih tertegun karena jemarinya digenggam erat.

"Terima kasih untuk perasaannya. Tapi saya lebih memilih untuk memberikan hati saya pada seseorang yang lebih tepat," ucap Yoongi tegas, kemudian menarik Taehyung untuk pergi dari sana. Tapi baru berjalan beberapa langkah..

"Kamu suka laki-laki itu?" pertanyaan Jiae sontak membuat langkah Yoongi terhenti.
"Yoon, jawab saya. Kamu tidak pernah memandang saya karena kamu penyuka sesama, huh? Apa Ibu kamu tau hal ini? Apa kamu pikir dia bakal merestuinya? Haha, jangan gegabah Yoongi. Apa yang kamu putuskan bisa jadi bumerang untuk dirimu sendiri."

Yoongi memilih untuk tak menyahut dan bergegas pergi dari sana. Mengabaikan fakta bahwa hatinya ngilu saat mendengar ucapan Jiae tadi.

"Bang?" Taehyung menoleh Yoongi yang menyandarkan punggungnya ke dinding lift. "Kamu baik-baik aja?"

Yoongi menghela napas lesu, "Saya cuma haus karena terlalu banyak bicara."

"Humm, mau minum bubble tea dulu ngga?"

"Ngga suka minuman manis. Apalagi ada isinya begitu."

Taehyung mengangguk paham, "Ke kafe depan situ yuk. Saya bisa minum bubble tea, dan kamu bisa minum americano kesukaan kamu. Mau?"

Yoongi mendengus, "Americanonya pake es ya?"

"Terserah kamu aja, Bang" balas Taehyung seraya tersenyum senang.

...

Seoul, 2006

"Tae, Bang Yoongi tuh!" Mingyu menunjuk ke arah di mana gerombolan anggota organisasi sekolah melintas di depan mereka.

Taehyung melirik tak acuh, "Ya biarkan aja dia lewat."

Mingyu berdecak, "Katanya kamu mau ucapkan selamat atas kelulusan dia?"

"Ngga perlu, Gyu. Saya udah lupakan soal itu. Ngga ada gunanya juga."

"Benaran nih? Ngga bakal nyesal?"

Taehyung mengangguk mantap, "Ngga akan."

.

"Yoon, ngga jadi bicara sama Taehyung?" Namjoon menyenggol lengan Yoongi yang berada di sampingnya. "Kalau mau, tuh anaknya lagi duduk di tepi lapangan."

Yoongi memalingkan pandangan ke arah lapangan sekolah, dan benar saja ada Taehyung di sana bersama teman-temannya.

"Sebenarnya saya sedikit berharap dia datangin saya walau sekadar ucapin selamat. Tapi sepertinya mustahil ya?" Yoongi tersenyum miris lantaran melihat Taehyung sedang tertawa senang dikelilingi para siswi cantik di sana.

Ia tak paham kenapa ia harus setersiksa ini hanya karena melihat Taehyung nampak bahagia bersama orang lain.

...

"Sampai ketemu besok di pabrik," ucap Yoongi begitu taksi mereka sampai di depan rumah Taehyung.

"Tidak mau mampir dulu, Bang?" tawar Taehyung yang lantas dibalas gelengan kepala Yoongi.

"Saya masih ada urusan. Lain kali saja ya."

Taehyung mengangguk mengerti, "Terima kasih traktirannya. Besok saya bawakan bekal yang enak deh buat kamu."

"Ngga perlu repot-repot, Tae."

"Cuma sekotak bekal, ngga akan repot bagi saya. Apalagi buat kamu, saya justru dengan senang hati membuatnya."

Yoongi tertegun, lalu berdeham untuk menghilangkan rasa canggung.

"Hehehe, kamu kok jadi salah tingkah begitu Bang?"

"Siapa bilang? Tidak tuh."

"Tapi wajahmu merah, telinganya apalagi," tunjuk Taehyung sembari tertawa.

Yoongi mengibaskan telapak tangannya, "Udah sana pergi. Argo taksi saya makin mahal nanti!"

"Hehe, iya iya. Sekali lagi.. terima kasih Bang. Buat bantuannya, buat semuanya."

Yoongi mengangguk, "Ngga masalah."

"Hati-hati di jalan, Bang."

Begitu Taehyung menutup pintu, Yoongi tak mampu lagi menahan senyum gelinya. Entah kenapa ia kesulitan untuk menunjukkan betapa senangnya ia secara langsung pada Taehyung. Maka yang ia lakukan hanya menertawai kekonyolannya sendiri, diiringi lagu cinta yang mengalun indah dari radio taksi.



To be continued...


Dua chapters lagi. Keburu deh kayaknya ehe

My Loveliest Partner (Taegi) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang