Permulaaan

751 34 0
                                    

Matahari menyinari bumi yang indah ini dengan kehangatannya, sepasang mata mengerjap dan mendapati sebuah kenyataan terjadi.

**

Alfian membuka matanya mendapati langit - langit yang berbeda dari yang ia ingat terakhir kali. Kepalanya pening dan tubuhnya terasa sangat lelah.

Tangannya memegangi kepalanya yang terasa seperti terlepas dari batang lehernya.

Alfian mendesah memijit keningnya, entah sudah berapa banyak alkohol yang ia minum semalam. Dilihat dari apa yang ia rasakan pastinya melebihi batas yang bisa ia tahan selama ini.

Posisinya berganti menjadi terduduk, Alfian terlalu sibuk dengan pening yang mendera sampai ia tak sadar dengan apa yang sudah terjadi.

Matanya mengedarkan kesegala arah,

Sekali....

Dua kali....

Lalu,

Matanya mengerjap berkali - kali dan membuka selimut yang menutupi tubuhnya perlahan, takut - takut apa yang ia pikirkan benar.

**

"Ini pesangonmu dan juga gaji mu bulan ini. Terimakasih atas semua dedikasi yang sudah Kamu berikan sampai saat ini"

Mata Almira berkaca - kaca, rasanya lagit - lagit runtuh menimpa tubuhnya.

Tubuhnya lelah, hatinya pun juga. Setelah yang terjadi padanya tadi, lalu tiba - tiba ia dipanggil oleh kepala personalia dan surat pemberhentiannya sudah terbit.

Kini Almira hanya bisa menahan tangisnya, menerima kemalangan seperti ini siapapun juga pasti tidak akan tahan.

"Aku tau pasti ini sangat mengagetkan, tapi Kami tidak bisa berbuat apa - apa. Surat ini langsung diberikan oleh Tuan Alfian" ucap wanita yang berada disebrang Almira.

Almira memandang wanita itu, seakan mendengar nama itu seperti menaburkan garam pada lukanya.

Almira mengambil amplop berisi gaji dan pesangon nya. Dia berjalan tertatih akibat sakit di tubuhnya.

Sakit terkilir masih mending dibandingkan dengan sakit yang ia rasakan saat ini. Harga dirinya telah hancur oleh orang yang memecatnya.

**

Alfian mengenakan pakaiannya lagi lalu berjalan keluar dari ruangan itu seakan akan tidak terjadi apa - apa semalam.

Setelah membersihkan tubuhnya, Alfian lalu kembali menjalani aktifitasnya.

Pria tampan itu sudah duduk di bangku panjangnya, di hadapannya sudah menumpuk dokumen yang harus ditandatangani.
Satu per satu ia lihat dan ia periksa.

Sampai pada sebuah dokumen, pemutusan kontrak kerja karyawan. Alfian belum mengingatnya,namun saat ia membuka data diri karyawan yang di putus kontrak. Alfian dengan tergesa gesa berjalan menuju ruang personalia. Alfian diselimuti kekalutan setelah apa yang terjadi, lalu kesalahan ini terjadi bertubi - tubi.

Alfian membuka pintu ruang personalia membuat semua mata menoleh.

"Tuan Alfian? Apa ada yang bisa Saya bantu?" tanya seorang staf.

Alfian tampak bingung untuk memulainya, "Saya ingin menemui kepala personalia" jawab Alfian basa basi.

"Maaf Tuan, apa ada yang mendesak sampai Tuan datang langsung ke sini?" tanya kepala personalia yang merasa aneh dengan sikap Alfian, biasanya Alfian hanya perlu memanggil dengan sambungan interkom. Bahkan biasanya sekertarisnya yang memanggilnya, tapi saat ini Alfian berjalan dengan cepat menghampiri ruang personalia.

"A..ada yang mau Saya tanyakan" jawab Alfian ragu, kali ini mereka sudah ada di ruang kepala personalia.

"Surat pemberhentian Almira apa sudah Kamu berikan?" tanya Alfian lagi

"Sudah, Saya memberikannya sesuai perintah Tuan Alfian" jawab kelapa personalia dengan tegas.

Tanpa kata Alfian keluar dari ruangan itu berjalan dengan cepat menuju ruangannya. Setelah sampai,ia membanting tubuhnya ke tempat duduk empuknya.

Alfian mengusap wajahnya dengan kasar.

"SIALAN !!!" wajah Alfian merah padam seakan memang benar - benar dalam keadaan emosi.

**

Disisi lain Almira memasuki rumah sewaannya, dengan berlinang air mata ia masuk kedalam kamar mandi. Tadi di hotel ia sudah mandi tapi rasanya tubuhnya sangat kotor hingga harus dibersihkan berkali - kali.

Almira membayangkan wajah Ibunya wajah Ayahnya,terasa semakin menyakitkan untuknya.

Tangisannya sudah tak bersuara lagi, bahkan kalau ini akhir dari hidupnya Almira menerimanya.

**

Sore menjelang, Alfian pulang ke rumahnya dengan perasaan kalut yang tidak bisa terhindarkan.

"Fian !" panggil Bunda melihat wajah lesu anaknya, tapi Alfian berlalu tidak mendengar panggilan Bundanya.

"Ada apa sayang?" tanya Ayah pada Bunda

"Entahlah, Aku rasa Fian sedang menghadapi masalah besar. Tidak biasanya dia mengabaikan panggilanku kan?" jawab Bunda meyakinkan asumsinya.

"Mungki memang ada hal yang ia sedang pikirkan,nanti kita tanyakan langsung padanya, sekarang biarkan dia beristirahat dulu" ucap Ayah memberikan alasan yang masuk akal.

Alfian menutup pintu kamarnya dengan kasar, untuk pria seusianya ini adalah hal yang biasa. Tapi, mengingat siapa yang bersamanya semalam membuat Alfian benar - benar merasa bersalah.

Beberapa kali ia menatap layar ponselnya, tadi siang Alfian sudah mendapatkan kontak Almira bahkan juga alamat rumahnya. Tapi untuk menelponnya saja terasa sulit apalagi ia harus mengetuk pintu rumahnya.

Sekikas bayaangan tadi pagi tergambar dalam benak Alfian, semburat merah di seprei yang ia tiduri membuat hatinya semakin hancur.

"Aku sudah merusak nya" ucap Alfian gusar sambil mengusap wajahnya kasar.

**

Wanita itu sudah siap dengan semua resikonya, apapun yang terjadi dia akan menerimanya. Meskipus nanti nya ia akan pergi ke neraka, tapi wanita itu merasa lebih baik daripada hidup dan selalu dibayang bayangi dengan rasa kotor yang mengikuti.

Almira menatap bingai foto orang tua nya, "Maafkan Aku Ibu,Ayah"

Next WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang