Putus Hubungan

488 32 10
                                    

Hay hay hay reders keceh yang menunggu kelanjutan ceritanya.. Ok, maafkeun kalau mood atau feel nya ga dapet ya, entah kenapa memang Aku juga udah berusaha. Dan akibat pikiran yang dibagi antara pandemi juga komen kalian yang menunggu kelanjutan cerita ini, jadi Aku buat se-maksimal mungkin. Kalau masih ada yang ngerasa kurang bisa langsung komen ya...

Cukup sekian curhat ga penting ini..

Happy reading readers keceh...

--

Almira POV

Aku membuka mataku, ada rasa sakit yang luar biasa di daerah perutku. Aku tau ini tidak baik, rasanya sangat sakit bahkan melebihi rasa sakit saat Aku pingsan sebelumnya.

Aku melihat beberapa orang berkerumun di dekatku.

"MIRA !!" Aku tau siapa yang memanggilku dengan sebutan itu, Aku tersenyum lalu perutku kembali terasa sakit.

Pria itu mengendongku, membawaku ke dalam mobil yang Aku rasa bukan mobil milik Alfian.

Setelah itu hanya gelap yang Aku ingat.

"Bertahan Mira, Kamu pasti bisa" tanganku digenggam olehnya, bajunya kini penuh dengan darah entah dari mana ? Atau ini darahku? Aku takut sangat takut bahkan Aku takut melihat diriku sendiri.

"Tuan Alfian, pilihan ada di tangan Anda. Kami membutuhkan persetujuan Anda, bayinya tidak bisa diselamatkan"

Aku mendengarnya sayup - sayup namun kata - kata terakhirnya membuatku tersadar.

".. Bayinya tidak bisa diselamatkan.. "

"Bayinya..."

"Tidak bisa.."

"Tidak bisa.. "

"Tidak bisa... Diselamatkan"

Aku mencoba mencerna kalimat itu, bayiku.. Bayiku akan meninggal.

Aku menggenggam tangan Alfian, "Baa..yinya.. Aku mau bayinya.." ucapku terbata membuat Alfian menatapku kaget karena sebelumnya Aku tak sadarkan diri.

"Mira !!!" Alfian menatapku lekat.

"Tuan Alfian !! Kami menunggu, keadaan Nyonya bisa memburuk jika Tuan tidak bisa memutuskan dengan cepat" cecar pria berbaju putih

Aku menarik tangan Alfian lirih lalu menggelengkan kepalaku lemah, "A..ku moo..hon.. " air mata mengalir dari sudut mataku.
Tidak, bukan hanya dari mataku, tapi juga dari sudut mata Alfian.

"Aku..mohon.." Aku memohon sekali lagi, tapi Alfian melepas tanganku lalu menandatangani surat itu.

"Aku tidak ingin bayinya"

Aku tertegung,

"Aku tidak ingin bayinya"

"Aku tidak ingin bayinya"

Apa salahku? Apa ini hukuman untukku? Apa anak ini atau Aku tidak berarti sama sekali?

Kata - kata itu mengiringi kepergiantu menuju ruangan lain.

Saat itu adalah saat terakhir Aku mengingat kata - kata Alfian.

--

Almira membuka kelopak matanya, mencerna cahaya yang masuk kedalam matanya.

"Mira !" suara lirih dari sampingnya membuatnya menoleh.

"Bunda" Almira menangis dipelukan Bunda.

Bunda mengelus punggung Almira, memberi kekuatan disetiap sentuhannya.

"Tenang sayang, semuanya baik - baik saja" hibur Bunda sambil menahan tangisnya.

Dokter memeriksa tanda fitalnya setelah Almira sadar.

Air mata mengalir dari sudut matanya, "Aku kehilangannya kan?" tanya Almira mencoba mencari tau kebenarannya.

Bunda mengelus kepala Almira pelan, "Kamu akan cepat pulih, keadaan ini akan kembali seperti sedia kala"

"Tapi bayi nya? Bayinya tidak mungkin kembali lagi kan Bunda ??" tanya Almira dengan kesedihan yang mendalam.

Bunda hanya diam tanpa menjawab, Bunda mengerti rasanya kehilangan. Karena dulu hampir saja ia kehilangan buah hatinya.

"Bunda akan menghubungi Alfian"

Seperti mendengar sesuatu yang buruk, Almira mencegahnya "Tidak Bunda !"

Bunda menatap Almira bingung "Kenapa Mira? Alfian harus tau keadaanmu, dia selalu bertanya keadaanmu"

"Aku mohon"

Bunda yang melihat kesedihan di mata Almira pun, membatalkan niatnya itu.

"Aku hanya ingin ketenangan Bunda, biarkan Aku menenangkan pikiranku" jawab Almira mencoba menjelaskan.

Bunda mengangguk "Baiklah, jika itu membuatmu lebih baik" ucap Bunda pasrah.

Berhari - hari Alfian ingin bertemu dengan Almira tapi Almira selalu menolaknya, Almira masih belum siap bertemu dengan Alfian.

Bunda dan Raisa bergantian menjaga Almira. Kali ini Ayah menemani Almira, sedangkan Bunda membeli makanan lain yang mungkin dapat membuat Almira makan dengan baik. Maklum saja, beberapa hari ini Almira sama sekali tidak bernafsu untuk makan.

"Bagaimana keadaanmu Mira?" tanya Ayah

Almira tersenyum sopan "Jauh lebih baik" jawab Almira seadanya

"Secara fisik kesakitanmu sudah hampir pulih, tapi bagaimana dengan hatimu ?" pertanyaan Ayah mampu membuat Almira terdiam.

"Ayah tau Mira, ini berat untukmu. Ayah tau rasanya kehilangan buah hati. Ayah tau rasanya.. "

"Apa yang harus Aku lakukan Yah ?" tanya Almira pelan

Ayah menggengam tangan Almira, "Teruslah bertahan, kita tidak akan tau apa yang akan terjadi setelah ini. Kamu yang kehilangan saat ini mungkin akan mendapatka  sesuatu yang lebih besar nanti"

Almira tersenyum namun matanya menangis.

"Ayah tau Mira, Ayah tau... " ucap Ayah berkali - kali masih sambil menggenggam tangan Almira, sampai Bunda datang.

"Ada apa dengan kalian? Kenapa suasananya jadi sedih seperti ini?" tanya Bunda yang melihat Almira dan Ayah menitikan air mata.

Ayah lalu menepuk tangan Almira beberapa kali sebagai tanda memberi semangat untuknya, lalu keluar dari kamar itu.

Bunda sudah meletakkan makanan yang ia beli di atas meja.

"Ada yang Kamu butuhkan sayang?" tanya Bunda sambil mengelus kepala Almira.

Almira menggeleng, "Tidak Bunda" jawab Almira

"Kalau begitu Bunda akan menemui Ayah sebentar, panggil Bunda kalau Kamu membutuhkan sesuatu" pesan Bunda lalu seperti yang dia katakan, Bunda keluar untuk menemui Ayah.

"Ada apa ?" tanya Bunda pada Ayah yang duduk di ruang tunggu pasien.

"Almira mengingatkan Aku pada mu dulu" terang Ayah

"Ian.." panggil Bunda lirih

"Aku tau itu sudah lama, tapi Aku masih mengingatnya, tidak mungkin Aku melupakannya Risya. Kamu mengalami hal buruk saat mengandung, lalu saat ini Almira juga.. " Ayah mengehentikan ucapannya, dari sudut matanya masih menetes air mata.

Bunda menelan salifanya berat, "Tapi setelah itu Aku mendapat kebahagiaan kan ? Aku juga yakin kalau Almira akan mendapatkan yang sama"

"Aku hanya tidak ingin Alfian menyesal sepertiku dulu"

"Fian tidak akan menyesal Yah" kalimat itu membuat Bunda dan Ayah menoleh ke asal suara.

Ayah dan Bunda berdiri menghadap Alfian dan Alexa.

"Kalian ?!" tanya Ayah dan Bunda.

"Fian sudah memilih sesuai hati Fian, Yah. Alexa adalah pilihan Alfian"

##
Bersambung lagi..
Hayo hayo, langsung up berderet gini, besok besok absen lagi hehehe.

Tetap sehat semua
Salam doedesten
23April2020

Next WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang