Terlihat di Mushola yang ada di Rumah sakit, Aliya tengah melaksanakan sholat ashar dengan sangat khusyu, buliran air matanya tak henti-hentinya keluar dari pelupuk matanya disaat melaksanakan ibadah sholat.
Bukan hanya itu saja, Aliya juga selalu mengingat nama Allah disela-sela tengah melaksanakan kewajibannya.
"Assalamualaikum warohamatullah.." Aliya mengucap salam tersebut sebanyak 2x sebagai penutup dalam gerakan ibadah sholat.
Usai salam, Aliya mulai mengangkat kedua tangannya pada udara hampa, lalu menengadahkan wajahnya menatap langi-langit mushola.
"Ya Allah.." sebut Aliya dengan lirih, tetesan air mata terus berjatuhan begitu saja membasahi pipinya.
"Hamba mohon padamu, angkatlah penyakit Ibu hamba dan berikanlah kesembuhan padanya, Ya Allah, janganlah Engkau ambil nyawanya, sesungguhnya hamba sangat menyayangi Ibu dan tidak ingin kehilangan Ibu. Jikalau Engkau memanggil Ibu, lantas siapa yang akan menjaga dan melindungi hamba? Ibu lah satu-satunya harta yang paling ku miliki saat ini, jadi hamba mohon padamu, Ya Allah, berikahlah kesembuhan pada Ibu." lirih Aliya disertai tangisan tersedu-sedu.
"Amin Ya Allah Ya Robbal Alamin," sambungnya sambil mengusap seluruh wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Usai berdoa, Aliya pun membuka mukena yang membaluti tubuhnya, lalu ia berjalan keluar dari Mushola.
---------
Mendadak Aliya menghentikan langkahnya di tempat yang tak jauh dari Ruang UGD. Kedua bola matanya membulat sempurna usai melihat Ranjang dorong yang dibaringi oleh seseorang, didorong oleh beberapa Suster dari Ruang UGD.
Apakah Seseorang itu adalah Ibunya? Tanpa berpikir panjang, Aliya langsung berlari menghampiri Ranjang dorong itu.
"Siapa orang yang ada di Ranjang dorong ini?" Tanya Aliya sesekali memandang seluruh tubuh Orang itu yang ditutupi oleh kain.
Namun tak ada satupun diantara Suster itu yang menjawab, mereka malah menunduk seolah sedang menyembunyikan sesuatu.
"Kenapa kalian tidak menjawab, hah?" Ucap Aliya kesal, lalu ia beralih menatap Rocha.
"Bibi, siapa orang yang ada di Ranjang dorong ini?" Aliya mengulang pertanyaannya yang sebelumnya tak dijawab oleh Suster.
Sama halnya dengan para Suster, Rocha pun tak menjawab. Ia malah menangis tersedu-sedu, seakan ia kenal dengan orang yang terbaring di atas Ranjang dorong.
"Kenapa tak ada satupun yang menjawabku, hah?" Sentak Aliya kesal.
"Baiklah, biar aku saja yang lihat sendiri," sambungnya sambil membuka kain yang menutupi wajah orang itu.
"Ho.." Aliya kaget bukan main kala melihat orang yang terbaring seperti mayat adalah Ibunya sendiri.
Aliya pun menutup mulutnya dengan tangan kanannya, ia menggeleng-gelengkan kepalanya disertai tangisan karena tak percaya kalau sore itu Ibu kandungnya telah meninggalkan dirinya untuk selamanya.
"Tidakkkk .. Ibuuuu.." teriak Aliya histeris, ia pun langsung memeluk tubuh Surraiya yang sudah tak bernyawa.
"Jangan tinggalkan aku, Ibu. Mengapa kau malah meninggalkanku, Ibu? Mengapa?" Aliya mengguncang-guncang tubuh Surraiya.
Sesekali Aliya memeluk Surraiya, membelai seluruh wajahnya, bahkan membelai rambutnya. Mengapa Ibunya bisa secepat ini meninggalkan dirinya?
"Bangun, Ibu .. Bangunnnn!" teriak Aliya disertai tangisan. Alhasil teriakan Aliya mendapat perhatian dari sebagian pengunjung Rumah sakit hingga mereka menyaksikan kedukaan yang tengah Aliya rasakan.
"Bangunnn, Ibuuuu .. Bangunn .. Hiksss .. Siapa yang nantinya akan membangunkanku di pagi hari? Siapa yang nantinya akan menyiapkan makanan kesukaanku setiap hari? Siapa yang nantinya akan membacakan sebuah cerita lucu untukku? Siapa yang nantinya akan menyayangiku dan menjagaku sepenuh hati? Siapa juga yang nantinya akan melindungi setiap hari? Hanya Ibu .. Hanya Ibu yang satu-satunya orang yang bisa melakukan itu untukku, Ibu adalah harta indah dalam hidupku. Tapi kenapa Ibu malah meninggalkanku?" Aliya meluapkan seluruh kesedihannya yang mendalam.
"Kau sudah berjanji akan melindungiku setiap hari, sekarang bangun, Ibu .. Bangunnnn!" Pinta Aliya tak henti-hentinya menangis.
"Kuatkan dirimu, Aliya. Cobalah ikhlaskan kepergian Ibumu." tutur Rocha sambil menatap sayu wajah Aliya yang sudah dibanjiri air mata.
"Maaf, Nona! Tapi kami harus membawa Pasien yang sudah meninggal ke Ruang mayat." ucap Suster.
"Tidakkkk! Ibuku masih hidup, dia tidak meninggal." cegah Aliya sambil memeluk erat tubuh Surraiya.
"Aliya, biarkan Suster mengerjakan tugasnya," ucap Rocha berusaha melepas pelukan Aliya pada Ibunya yang begitu erat.
Tak berdaya! Itulah yang dirasakan Aliya saat ini, hingga ia tak punya kekuatan untuk mencegah Ibunya yang tengah dibawa oleh Suster ke Ruang mayat.
"Jangan tinggalkan aku, Ibu!" teriak Aliya sejadi-jadinya. Ia berusaha untuk mengejar Ranjang dorong, namun Rocha mencegahnya.
Namun pada detik berikutnya, tubuh Aliya mulai melemas hingga ia duduk bersimpuh di atas lantai sambil meratapi jasad Surraiya yang sudah dibawa pergi oleh Suster.
"Aliya sendirian, Ibu. Mengapa kau malah meninggalkanku? Hiksss." Tangis Aliya.
"Kau tidak sendirian, Aliya!" Seru seseorang yang muncul dari Ruang UGD dan berjalan menghampiri Aliya yang tengah duduk bersimpuh.
Para pengunjung Rumah sakit melihat seseorang itu adalah sang Dokter, Zain. Mereka pun saling bertanya-tanya, apa maksud perkataannya itu.
Aliya menengadahkan wajahnya menatap sayu wajah tampan itu, apa maksud ucapan Zain barusan?
Sementara itu, Zain sejenak tersenyum, kemudian ia berjongkok berhadapan dengan Aliya. Di tatap wajah cantiknya itu yang dipenuhi oleh air mata.
"Kau tidak akan sendirian, Aliya, karena aku akan menggantikan posisi Ibumu dan menjadi sosok pelindung bagimu." ucap Zain
Kedua alis Aliya berkerut membentuk gelombang, apa maksud ucapan Zain barusan?
"Apa? Dokter akan menjadi sosok pelindung bagiku?"
"Iya, Aliya, aku berniat untuk menikahimu." ucap Zain sambil meletakkan tangan kanannya di atas kepala Aliya.
___TBC___
NextOrStop???
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMIKU DOKTER TAMPAN (selesai)
Teen FictionFollowme @sriwulandari_13 ♥happyreading♥