Part 2

47.8K 2.4K 4
                                    

Enjoy reading...

2 bulan kemudian..

Akhir-akhir ini Namira merasa kurang enak badan, gampang lemas dan kadang pusing.

"Ra, kamu kenapa sih? Makan makananmu, jangan cuma diaduk-aduk gitu." Ucap Nia aneh melihat tingkah Namira yang tak seperti biasanya.

"Aku lagi gak nafsu makan mbak." Jawab Namira.

"kamu sakit ya? Wajahmu kok pucat Ra?" Tanya Nia yang menatap lekat Namira.

"Kayaknya iya deh mbak. Akhir-akhir ini rasanya aku kurang enak badan." jawab Namira membenarkan pertanyaan Nia.

"Ya sudah nanti pulang mbak anterin ke dokter ya? Kamu harus mau loh gak boleh nolak." Tegas Nia.

Ya, di kantor ini yang paling dekat dengan Namira adalah Nia, Nia sudah dianggap seperti kakaknya. Nia dan keluarganya begitu baik, ibunya sudah menganggap Namira seperti anaknya sendiri terlebih mereka tahu kedua orang tua Namira sudah tiada. Ketika libur kerja pun Namira sering ikut Nia pulang ke kampung halamannya.

Seperti perkataannya tadi pagi, sepulang dari kantor Nia mengantar Namira ke dokter.

"Tunggu, kenapa dokter kandungan? Mau apa kesini? Apa mbak Nia mau bertemu temannya? Tapi masa iya." Batin  Namira.

"Mbak kok ke dokter kandungan sih?" Tanya Namira penasaran.

"Udah sini duduk aja." Nia mengajak Namira duduk, menunggu dipanggil.

Ketika duduk dan menunggu antrian Namira melihat ada tiga ibu hamil yang sedang duduk sembari mengobrol, perutnya yang sudah besar sepertinya tak lama lagi bayinya akan lahir. Tak sadar dia mengusap perutnya dan tiba-tiba teringat kejadian dua bulan yang lalu.

Lamunannya buyar begitu mendengar peringatan Nia jika namanya sudah dipanggil. Mereka pun memasuki ruangan, setelah dokter melakukan serangkaian pemeriksaan Namira dipersilahkan untuk duduk.

"Jadi gimana adik saya dok?" Tanya Nia dengan tak sabarnya.

"Sebelumnya saya ingin bertanya, kapan terakhir adik anda ini datang bulan?" jawab doter cantik yang baru ku tahu namanya Reni.

"Datang bulan? Kenapa aku baru ingat itu? Kejadian itu terjadi setelah aku selesai datang bulan, saat itu masa suburku dan sampai sekarang aku belum..." Kata Namira dalam hati terpotong.

"Setelah saya periksa adik anda saat ini sedang mengandung, dan usia kandungannya menginjak 8 minggu. Saya akan memberikan vitamin dan penguat kandungan. Ini resepnya." Sambung dokter Reni.

Senang dan sedih yang kini Namira rasakan saat ini. Senang karena akan ada sosok mungil yang akan memanggilnya bunda, dan sedih karena statusnya yang belum menikah. Tapi apapun yang terjadi dia harus kuat dan berjuang untuk anak dalam kandungannya.

Setelah selesai mereka mengucapkan terimakasih lalu pergi menebus obat yang diresepkan dokter Reni tadi dan segera pulang.

Dalam perjalanan tak ada sedikit pun percakapan antara Namira dan Nia. Mereka sama-sama bungkam tak mengeluarkan sepatah kata pun.

Namira terus menundukkan kepalanya sesekali melirik Nia tapi, yang dilirik hanya diam saja menatap lurus ke depan.

Setelah 1 jam perjalanan sampailah di rumah kontarakan mereka.

"Mbak Nia." Namira memanggil Nia, rasanya sedih sekali ketika melihat Nia terus diam saja tak terasa bulir bening membasahi pipinya.

"Iya Ra?" Jawab Nia yang langsung menghampiri Namira karena melihatnya menangis.

"Sabar Ra. Mbak tau ini berat buat kamu, tapi kamu harus ingat ada yang lebih penting yang harus kamu jaga. Kamu gak boleh sedih terus ok?" Nia menguatkan Namira, yang di balas dengan anggukan. Mau bagaimana pun itu sudah terjadi, Nia diam saja karena kecewa dan marah pada atasannya yang tak ada niatan baik bukan pada Namira.

"Rara sedih kenapa dari tadi mbak diem aja? Apa mbak gak mau lagi bareng Rara? Apa mbak gak mau lagi nganggep Rara adik?" Namira terus bertanya tanpa henti.

"Maaf Ra, Bukan gitu. Mbak hanya berfikir, gimana kamu kedepannya? Lebih baik kamu berhenti kerja." Jelas Nia.
Namira langsung saja memeluk Nia. Terharu ternyata Nia sangat perhatian padanya.

"Sebenarnya tadi pagi mbak sudah kepikiran kamu hamil. Persediaan pembalutmu masih ada. Makanya tadi mbak langsung ajak kamu ke dokter kandungan." Sambung Nia.

"Rara mau kerja aja mbak. Nanti kalau perut Rara sudah kelihatan besar baru berhenti kerja. Makasih banyak ya mbak. Mbak sudah sangat baik sekali sama Rara." Ujar Namira.

🍂🍂🍂🍂

Hari ini Namira bekerja seperti biasa. Setelah tugasnya selesai dan baru saja akan minum tiba-tiba Andin, senior Namira datang dan memintanya ke ruangan Aldi untuk membersihkan air dan pecahan gelas yang jatuh karena Andin akan mengerjakan pekerjaan lain.
Namira bergegas menuju ruangan sang atasan.

Tok.. tok.. tok..

"Masuk." Jawab Aldi dari dalam.

"Maaf pak saya ingin membereskan pecahan gelas itu."

"Iya. Tolong bereskan ya."

Namira berjongkok memunguti pecahan kaca itu. Lalu mengelap air yang tumpah. Setelah selesai dia bangun saat akan melangkah pandangannya berkunang-kunang, penglihatannya tak jelas lalu tiba-tiba terjatuh. Tapi sebelum menyentuh lantai ada seseorang yang dengan sigap menangkap tubuhnya.

Jangan lupa vote & comment gaes...

Married by Accident (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang